Share

Test Kehamilan

Author: Strawberry
last update Last Updated: 2025-07-09 15:58:30

Satu minggu telah berlalu sejak malam itu.

Isabella menghirup dalam-dalam udara pagi di balkon kamarnya, mencoba menikmati ketenangan yang seolah diberikan Tuhan untuknya. Matteo akhir-akhir ini begitu sempurna—membawakan bunga setiap pagi, memijat kakinya yang lelah, bahkan mengajaknya berlibur ke villa keluarga di tepi danau. Sesibuk apapun selalu menyempatkan diri mengajak Isabella untuk menyenangkan istrinya.

Bahkan pada suatu pagi, dia pernah bertanya “Apa kamu gak ingin makan sesuatu, Belle” tanyanya sambil mencium leher istrinya, mencumbunya mesrah. Isabella bingung dengan pertanyaan suaminya karena dia memang tidak ingin makan apapun. Terlepas dari itu sikap Matteo membuat Isabella memaafkan perbuatannya dna menganggap Matteo saat itu hanya sedang alpha. Hal itu membuat Isabella merasa lebih baik dan tidak begitu merasa bersalah.

Isabella memang bukan wanita konservatif akan tetapi pandangannya terhadap ikatan pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang seharusnya tidak dikotori oleh pihak ketiga baik itu lelaki ataupun perempuan.

"Aku sudah memaafkannya," bisik Isabella pada diri sendiri sambil memandang cincin kawin berliannya yang berkilau diterpa matahari.

Tapi di sudut hatinya, bayangan Leonardo masih mengintai—bagaimana jari-jarinya menggenggam erat pinggulnya, bagaimana bibirnya menghisap kulit sensitif di lehernya...

"Sayang, siap untuk pergi?"

Suara Matteo menyentaknya dari lamunan. Ia tersenyum, mengenakan jas biru yang membuat matanya semakin cerah.

"Kemana?" tanya Isabella.

Matteo mencium tangannya. "Kita janji dengan dokter Giovani hari ini, ingat? Tes kehamilan."

Seketika, seluruh tubuh Isabella menjadi dingin. Janji temu yang seharusnya dinantikan setiap pasangan ini terasa seperti perangkap. Napasnya tersangkut di tenggorokan ketika mobil meluncur menuju klinik dokter Giovani—tempat yang sama di satu tahun lalu mereka bersukacita mendengar hasil tes kehamilan pertama mereka, namun ternyata itu hanya telat terlambat bulan biasa.

Pintu lift klinik berbunyi nyaring. Setiap langkah di koridor steril itu terasa seperti berjalan menuju tiang gantungan. Ketika mereka masuk ke ruang pemeriksaan, bau disinfektan menusuk hidung Isabella, menambah mual yang sudah menggelora sejak pagi.

Dokter Giovani menatap layar komputer, kacamata tebalnya memantulkan grafik hasil tes. Jari-jarinya yang berurat mengetuk keyboard perlahan.

"Kapan terakhir berhubungan intim, Nyonya Ruzzo?"

Pertanyaan itu menggantung di udara seperti pisau.

Isabella menggigit bibir bawahnya. Berhubungan dengan siapa? Dengan Matteo—semalam, ketika suaminya tiba-tiba bergairah setelah berminggu-minggu dingin. Atau dengan Leonardo—seminggu lalu, dalam keadaan mabuk obat dan paksaan?

"S-semalam," jawabnya akhirnya, mata menghindari tatapan dokter.

Matteo yang duduk di sampingnya tiba-tiba tegang. Isabella bisa merasakan panas tubuhnya berubah.

Dokter Giovani mengangguk, mencoret sesuatu di berkas. "Tes ini paling akurat dilakukan 10-14 hari setelah ovulasi. Kalian berhubungan semalam berarti masih terlalu dini untuk—"

"Tapi kami juga bercinta seminggu lalu!" Matteo memotong, suaranya terlalu keras untuk ruangan konsultasi.

Isabella tersentak. Dia bilang 'kami'.

Dokter Giovani mengangkat alis. "Dalam seminggu terakhir, dua kali? Itu bagus untuk peluang konsepsi, tapi—"

"Jadi kenapa hasilnya negatif?" Matteo menyela lagi, jarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan ritme gugup.

Dokter menghela napas. "Seperti saya katakan, sperma butuh waktu untuk membuahi sel telur, lalu implantasi—"

"Tidak! Saya butuh kabar baik secepatnya" Matteo tiba-tiba berdiri, mendorong kursinya hingga terjatuh. "Istri saya seharusnya hamil, dokter!!"

Dokter Giovanni bingung mau menjawab apa, karena apa yang diminta Matteo di luar kuasanya. Dia disini hanya obgyn yang bertugas memeriksa dan memberikan saran untuk pasiennya.

Isabella menarik lengan suaminya. "Matteo, tolong—"

"KITA TIDAK PUNYA WAKTU!" raungannya menggema di ruangan kecil itu, membuat dokter Giovani mundur setengah langkah.

Tanpa peringatan, Matteo meraih tangan Isabella dan menariknya keluar, meninggalkan berkas-berkas yang berterbangan. Di lorong rumah sakit, para perawat dan pasien menatap dengan mata terbelalak.

"Kau mempermalukanku!" Isabella mendesis saat Matteo mendorongnya masuk ke mobil.

Tapi Matteo hanya menyalakan mesin dengan kasar. "Kau pikir aku peduli? Ayah akan mencabut jabatanku di perusahaan jika tidak ada kabar kehamilan minggu ini!"

Mobil melaju kencang, mencerminkan kemarahan di mata Matteo. Isabella menatap jendela, bayangannya yang pucat terpantul di kaca.

“Kamu harus melakukannya lagi dengan Leonardo! Nanti malam aku akan meminta dia datang ke rumah kita. Kamu sendiri pilih mau pakai obat seperti seminggu lalu, atau kamu lakukan dengan suka rela?”

Mata Isabella membulat, hatinya seperti dirobek-robek. 

“Kenapa harus Leonardo?” dia bertanya piluh. "Kita bisa coba lagi, Matteo. Berdua. Tanpa... dia."

Matteo tiba-tiba mengerem mendadak di pinggir jalan. Wajahnya berubah jadi sosok asing—dingin dan penuh perhitungan.

"Karena….karena aku ingin kamu cepat hamil," bisiknya. "Jika Kau tidak bisa cepat hamil denganku, mungkin saja bisa dengan Leo. Dan kau sudah membuktikan sendiri tubuhmu meresponsnya."

Isabella tercekat. "Apa kau dengar dirimu sendiri? Kau memintaku berselingkuh! Lagi!"

Matteo menatapnya tajam. "Ini bukan perselingkuhan. Ini transaksi. Kau mau tinggal sebagai Nyonya Ruzzo? Mau warisan dan gelar itu untuk anakmu nanti? Maka lakukan ini."

Dia mengeluarkan telepon, menunjukkan pesan dari ayahnya:

[Riccardo Ruzzo]: "Jika Isabella tidak hamil dalam sebulan, aku akan mencarikan Matteo istri baru."

Isabella merasa dunia berputar.

"Kau punya pilihan," ucap Matteo, tiba-tiba lembut lagi. "Malam ini. Leonardo sudah setuju. Atau..." Tangannya menunjuk pesan itu. "...kau mau digantikan?"

Di luar jendela, awan hitam mulai mengumpul. Persis seperti rasa sakit yang merayap di dada Isabella.

Ini bukan permintaan.

Ini pemerkosaan dengan persetujuan.

Dan yang paling mengerikan—

Ia mulai mempertimbangkannya.

Dia sangat mencintai Matteo, itu alasan dia menerima pinangan lelaki itu tiga tahun lalu begitu lulus dari universitas. Mengesampingkan impiannya menjadi seorang fashion designer. Bukan gelar atau harta. Tapi, Matteo.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iq Nst
good lumayan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Bukti Hidup

    Pintu gudang berderit keras saat Matteo mendorongnya dengan kasar. Sorot matanya liar, mencari sosok yang telah menghancurkan hidupnya. Dan di sana, persis di tengah ruangan yang diterangi cahaya bulan, Leonardo berdiri tegak. Tenang. Terlalu tenang."Leonardo!" sergah Matteo, suaranya parau. "Kau pikir kau bisa main hakim sendiri? Menculik Naomi? Kau sama brengseknya denganku!"Leonardo tak bergerak. Hanya matanya yang menyipit, mengamati setiap detail penampilan Matteo yang compang-camping."Kau tahu, Leonardo," Matteo melangkah mendekat, senyum sinis terukir di wajahnya yang dipenuhi janggut pirang tak terurus. "Dari dulu aku selalu jijik melihatmu. Berlagak suci, tapi ternyata sama bejatnya. Merebut istri orang—"Bug!Tidak ada peringatan. Tidak ada kata-kata balasan. Hanya sebuah pukulan keras yang menghunjam tepat di pipi Matteo. Begitu kuatnya sampai Matteo terhuyung mundur, menabrak tumpukan karang kosong."Dasar—!" Matteo mencoba membalas, tapi Leonardo sudah terlalu cepat.B

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   The Truth

    Serangan balik Isabella dan Leonardo bagaikan badai yang membelah langit. Opini publik pun terbelah, masing-masing dengan narasinya sendiri.Ini memang tujuan Isabella. Dia bukan mencari dukungan penuh tapi memecah. KUBUH SKEPTIS & CUEK:"Lagi, lagi. Orang kaya berantem." Komentar ini mewakili kelompok yang lelah dengan drama elite. Bagi mereka, ini sekadar sinetron berbiaya tinggi yang tak ada hubungannya dengan hidup mereka. Mereka membaca headline, menggeleng, lalu melanjutkan aktivitas. "Buat apa peduli? Yang penting harga sembako turun." Mereka adalah penonton pasif yang jumlahnya tak sedikit. PASUKAN PEMBELA ISABELLA: #KuatSepertiBelleKelompok inilah yang suaranya paling lantang. Terdiri dari para penyintas kekerasan, profesional muda yang menghargai kerja keras, dan masyarakat yang terinspirasi oleh ketangguhannya.Mereka adalah masyarakat yang selama ini mengikuti perkembangan kegiatan La Belle lama dalam kegiatan-kegiatan charity juga yang menerima manfaat dari donasi dan

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Drama Penculikan

    Malam itu, kediaman Matteo yang mewah terasa seperti penjara berlapis marmer. Dia mondar-mandir di ruang kerjanya, gelas wiski di tangannya tak lagi membawa kehangatan, hanya menambah getar di ujung jarinya. Telepon di meksa berdering, memecah kesunyian yang mencekik.Suara orang kepercayaan Theodore Fia di seberang sana, berbisik tergesa-gesa, penuh tekanan. "Matteo... ada perkembangan buruk. Naomi... dia hilang."Gelas di tangan Matteo pecah berantakan di lantai, isinya membasahi karpet mahal. Wajahnya yang biasanya tampan, mendadak pucat bagai kain kafan. "Apa? Hilang? Apa maksudmu hilang?" desaknya, suaranya serak."Beberapa orang tak dikenal menyergapnya di parkiran bawah tanah, tepat setelah pertemuannya dengan Theodore. Mereka membawanya pergi. Cepat dan bersih.""Tidak mungkin..." Matteo terisak, tubuhnya limbung. Seluruh strategi, semua rencana licik yang telah mereka rajut berbulan-bulan, runtuh seketika. Naomi. Dia bukan sekadar sekutu. Dialah otak di balik setiap gerakan,

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Perlawanan Isabella

    Sementara itu, di balik layar, Cassandra aktif. Dia dengan licik menyusun "bukti" untuk mendukung serangannya:Foto-Foto yang Dimanipulasi: Dia membocorkan foto lama Isabella saat sedang terlihat lesu atau sedih, dikirim ke media dengan caption yang menyudutkan, seperti "Isabella terlihat tidak stabil di sebuah acara amal, sebelum akhirnya pulang lebih cepat."Rekaman Suara Palsu: Sebuah rekaman suara samar yang di-edit diedarkan, di mana suara yang mirip Isabella terdengar berteriak histeris. Rekaman itu pendek dan tidak jelas konteksnya, tetapi cukup untuk menciptakan keraguan."Saksi Ahli" Bayaran: Naomi, melalui koneksi Theodore Fia, menyewa seorang psikolog yang tidak bermoral untuk memberikan pernyataan umum kepada media tentang "betapa umumnya pasien PTSD bisa memiliki memori palsu (false memory) yang terasa sangat nyata."Sebenarnya sangat mudah memecahkan bukti-bukti palsu seperti ini, namun jika langsung dilakukan pembalasan rasanya mereka tidak akan mendapatkan efek jerah.

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Peluk Aku

    "Dan aku," timpal Leonardo, "memilih untuk berdiri di sisi Isabella. Bukan sebagai 'pebinor', tapi sebagai pria yang telah menemukan belahan jiwanya dalam cara yang paling tidak terduga. Kami membangun hubungan kami dari puing-puing pengkhianatan, dan kami tidak malu akan itu."Video itu diakhiri dengan mereka berdua berpegangan tangan. "Kami menceritakan ini bukan untuk simpati," kata Isabella tegas. "Tapi sebagai peringatan untuk Matteo dan Naomi, juga siapa pun di belakang mereka. Kami tidak akan lari lagi. Kami akan melawan dengan kebenaran."Tak lama setelah video dirilis, gemparlah media sosial. Benar, ada yang mencibir, menyebut hubungan mereka tidak suci. Tapi jauh lebih banyak suara yang mendukung, terharu dengan kejujuran dan keteguhan mereka.Sementara itu, di sebuah apartemen mewah, Matteo membanting gelasnya ke dinding. "Berani sekali mereka! Mereka pamer!"Naomi yang berdiri di dekat jendela memandangnya dengan dingin. "Tenang, Matteo. Emosi tidak akan menyelesaikan masa

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Clue

    “Matteo!” teriak Isabella keras-keras, membuat Leonardo menoleh dengan cepat.“Ada apa? Kenapa kau sebut namanya?” tanya Leonardo mendekati istrinya.Isabella berdiri dan menarik tangan Leonardo, menuntunnya ke setumpuk dokumen yang membuktikan identitas asli Cassandra sebagai Suzan. Alamat rumah, agensi, hingga klinik operasi plastik—semuanya mengarah ke satu nama: Naomi.“Naomi?” ucap Leonardo, seolah mengais ingatan.“Naomi. Ingat, model teman sekolah kita yang dulu juga selingkuhan Matteo,” Isabella mengingatkan.“Ya… aku ingat, Belle,” gumam Leonardo sambil mengangguk.“Aku yakin dia bekerja sama dengan Matteo. Musuh kita tetaplah dia. Matteo. Dia pasti sangat marah, bukan hanya karena uangnya yang hilang, tapi juga harga dirinya yang tercabik,” jelas Isabella dengan semangat berapi-api.“Belle, Sayang… aku masih belum sepenuhnya paham.”“Suzan adalah sepupu Naomi. Dan kebetulan, Naomi juga sudah lama membenciku karena mengira aku selalu lebih beruntung darinya. Padahal…” Isabell

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status