Share

Bab 8. Mulai Bekerja

“Selamat pagi Pak Edward, Bu Sylvia.”

Sapaan tersebut keluar dari mulut sekretaris Edward ketika Edgar dan Sylvia memasuki ruangan CEO. Melihat gelagat Edgar yang kembali ingin bersikap genit terhadap sekretaris tersebut, Sylvia langsung membuka pintu ruangan CEO, dan segera menyeret Edgar masuk ke dalam.

Sylvia berdeham, lalu memegang lengan Edgar kuat-kuat dengan tatapan mengancam. “Sayang, karena kemarin kamu udah libur seharian, pasti pekerjaanmu sangat menumpuk hari ini. Lebih baik kita langsung masuk aja.”

Edgar sepertinya ingin proses, tapi Sylvia segera membulatkan mata dan berbisik, “Gak usah tebar pesona di depan perempuan itu!”

Bukannya takut, Edgar malah menyunggingkan senyum. Tentu saja Sylvia semakin jengkel, apalagi ketika pria itu berbisik di telinga Sylvia, “Apa kamu sedang cemburu?” 

Sylvia menoleh dengan sinis. “Sampai kiamat pun, hal itu gak akan pernah terjadi!”

Brak!

Sylvia dengan cepat menutup kembali pintu ruangan CEO setelah mereka masuk. Rasa tidak suka dan menjengkelkan ketika Edgar menggoda wanita lain ini tentu bukan cemburu. Ia hanya tidak mau membuat para karyawan curiga, dan semua rencananya gagal.

Ya, hanya itu. Tidak lebih.

“Rapi juga ternyata ruangan si kaku itu,” ucap Edgar sambil menatap sekeliling ruangan.

Sylvia mengerutkan keningnya, “Siapa yang kamu sebut dengan si kaku?” 

Edgar berjalan ke arah kursi Edward. “Calon suamimu yang kabur itu lah, memangnya siapa lagi? Dia itu kan pria paling kaku dan membosankan di dunia ini.” 

Sylvia pun berjalan ke arah meja Edward dan menimpali ucapannya Edgar. “Dia itu bukan kaku, tapi irit bicara. Dia gak suka membuang waktunya untuk membicarakan hal yang tidak penting. Tidak seperti kamu, terlalu banyak bicara, tapi minim prestasi.” 

“Kalau dia memang sehebat itu, seharusnya dia yang ada di sini bersamamu, bukan aku!” 

Balasan Edgar menohok Sylvia. Ya, benar, kalau memang Edward sehebat itu, ia mungkin tidak akan menjadi pengecut dan menghilang di hari pernikahannya bersama wanita lain. Mengingat hal itu, Sylvia kembali mengepalkan tangannya.

Tidak pernah dibayangkan kalau hidupnya bisa diinjak-injak dua saudara kembar ini sekaligus.

Sylvia mendengus, memutuskan untuk tidak membuang waktu hanya untuk memperdebatkan hal yang tidak penting lagi. Ia langsung meminta Edgar untuk membuka laptop Edward yang ada di atas meja, sementara dirinya membuka beberapa dokumen yang ada di rak buku. Namun, begitu berbalik ke arah meja, pria itu hanya duduk bertopang dagu sambil menatap layar laptop.

Sylvia menghela napas. 'Apa sih yang pria bodoh ini lakukan?'

"Jangan bilang kalau kamu gak tau cara menyalakan laptopnya,” selidik Sylvia sambil berjalan mendekat.

Edgar pun berdecak. “Aku gak sebodoh itu.” Lalu ia memutar laptop tersebut menghadap ke arah Sylvia. “Laptopnya terkunci.” 

“Ya, udah. Kamu ketik aja password-nya,” jawab Sylvia.

“Mana aku tahu! Ini kan laptop Edward—”

"Ssst!" Sylvia langsung mendekatkan wajahnya. “Kecilkan suaramu! Kalau sekretaris Edward tau kamu bukan bosnya yang asli, kantor ini bisa gempar!”

Untuk beberapa detik, Sylvia tidak sadar kalau telunjuknya menempel di bibir tebal Edgar. Justru, ia sekarang malah terfokus pada bola mata Edgar yang kecokelatan, agak berbeda dengan milik Edward yang hitam pekat. Alisnya yang tebal tampak rapi. Dan Sylvia juga baru menyadari kalau bulu mata Edgar cukup pan—

Krauk!

"AW!" Sylvia lantas menjauh saat pria itu menggigit jarinya tanpa belas kasihan. Ia pun langsung mendelik tajam. "Kamu ngapain sih?!"

“Napasmu bau!” 

Sylvia mendengus saat mendengar ucapannya Edgar. Dengan sikap Edgar yang sangat menyebalkan. Sylvia merasa energinya bisa cepat terkuras hanya untuk membimbing pria menyebalkan itu. 

Tidak mau berdebat lagi, Sylvia merampas laptop tersebut. “Sini, biar aku aja yang buka laptopnya Edward.” 

Namun, begitu berhadapan dengan layar laptop itu, otak Sylvia mendadak kosong. Edward itu sulit ditebak, jadi ada beribu kemungkinan kombinasi password yang ia gunakan.

'Ah... harusnya aku menyewa hacker lebih dulu!' Sylvia berdecak dalam hati. Di saat Sylvia sedang memikirkan tentang password laptop Edward, pintu ruangan CEO tiba-tiba saja diketuk dari luar.

Sylvia langsung menoleh ke arah pintu, lalu mengingatkan Edgar untuk menjaga wibawanya. “Duduk yang tegap, jangan genit! Edward itu profesional, gak genit.”

Edgar mendengus kesal sambil membenarkan posisi duduknya.

"Sekarang, suruh orang yang di luar itu masuk," perintah Sylvia lagi.

Edgar memutar bola mata, tapi tetap menuruti ucapan Sylvia. “Masuk,” ucap Edgar.

Tak lama kemudian, sekretaris Edward masuk dan menyapa sopan Edgar serta Sylvia. Wanita itu menyerahkan beberapa dokumen untuk ditandatangani, dan juga sebuah undangan pembukaan galeri seni yang harus dihadiri oleh Edward. 

“Ini undangan dari siapa?” tanya Edgar.

“Itu undangan dari Pak Calvin, dari CH Group. Sebenarnya saya ingin menyerahkan undangan itu kemarin siang. Namun, berhubung Bapak sedang tidak ada di kantor, maka dari itu saya baru menyerahkan undangannya sekarang,” jawab sang sekretaris.

Mendengar ucapan sekretaris tersebut, Sylvia pun angkat bicara. “Memangnya acaranya kapan? Apa suami saya harus menghadiri undangan tersebut?” 

Namun, ketika melihat kerutan di dahi sang sekretaris, Sylvia buru-buru menambahkan. "M-maksudnya... kita kan baru saja menikah ya, Sayang. Tentu kita maunya berduaan di rumah saja."

Sylvia sampai harus mengusap-usap lengan Edgar untuk mendukung aktingnya. Tentu saja pria itu terlihat risih, beberapa kali sampai menepis tangan Sylvia. Namun, Sylvia yang keras kepala, tetap melakukannya.

Dan sepertinya, sekretaris itu termakan akting buruk Sylvia dan Edgar. Ia pun menjawab, “Pembukaan galerinya sore ini, Bu. Karena Pak Calvin salah satu klien besar kita, jadi kehadiran Pak Edward lebih baik tidak melewatkannya." 

“Baik, terima kasih. Kamu boleh keluar dari ruangan ini,” sahut Sylvia.

Sekretaris tersebut langsung keluar dari ruangan Edward. Sylvia terus mengulaskan senyum bisnisnya. Barulah ketika sekteraris itu menutup pintu, ia berbalik dan menatap tajam Edgar yang hampir menandatangani berkas-berkas itu tanpa memeriksanya.

Sylvia merebut dokumen itu, membuat Edgar mengangkat kepalanya. "Apa lagi sekarang?" tanya Edgar.

"Sekarang, kamu harus mempelajari CH Group dalam waktu 2 jam!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status