Terjerat Pesona Anak Mafia
Chapter 7
Garda POV
Aku melihat tangannya bergetar setelah menatap tanda di tubuh pria itu, apa dia tahu arti dari tanda itu, bisa jadi dugaanku benar kalau itu bukan sekedar tato biasa.
“Mau pulang sekarang ?” bisikku padanya dan ia segera mengangguk, wajahnya tampak sedikit suram, tapi sebelum kami benar-benar beranjak dari sana, ia sempat memberikan ramuan obatan pada ibu tua disana.
”Ini untuk mengurangi rasa sakit dan demamnya, baiknya dibawa ke dokter saja.” Setidaknya itu yang kudengar dan setelah itu Karin menutupi wajahnya dengan tisu,disepanjang jalan pun ia hanya diam, memang biasanya diam juga tapi ini hampir tak terdengar suaranya.
“Kamu kenapa, sakit ?”
Lagi-lagi hanya gelengan yang kudapat, entah apa yang ada di otaku sehingga aku meraih tangannya, maksudnya mau menggandeng karena ia kelihatan pucat, tapi yang punya tangan langsung mempelototiku dengan garang.
“Hei, jangan salah paham.”
“Maaf, aku suka canggung kalau cuma beduaan,” ucapnya sambil nyengir kuda.
“Cih, bukannya kita juga berduaan kemarin malam, kelihatannya kamu oke oke saja.“
“Oh itu waktu aku belum melihat senyuman pak kapten, ternyata senyummu mengalihkan duniaku,” ledeknya. Dan lebih menyebalkan lagi, aku tersenyum mendengar gombalan recehnya.
“Komandan, antar aku langsung ke rumah ya.”
“Emangnya kamu berharap aku ajak kemana ?”
“Kali-kali aja kapten ngajak aku kencan, maaf sekarang aku lagi gak mood.”
Aku hanya mendengus mendengar perkataannya, ditambah lagi senyuman bergulanya, kurasa ia habis meminum pemanis buatan tadi pagi.
****
Author Pov.
Karin merebahkan tubuhnya ke atas kasur, baru pukul 07.00 malam tapi kantuk sudah menguasainya, beberapa kali ia menguap sampai air matanya ikutan keluar. ia mencoba melupakan tanda yang dilihatnya tadi, goresan tinta yang sudah lama sekali tak pernah dilihatnya, hampir belasan tahun yang lalu.
“Bisa saja aku salahkan, cuma mirip, itu cuma mirip.” Karin terus bergumam menyakinkan hatinya yang gundah sampai pikirannya melayang-layang, tapi tiba-tiba dari luar terdengar sayup-sayup ketukan pintu.
“Ish siapa lagi sih, gak tahu ya orang lagi ngantuk.” Dengan malas Karin bangun dari tidurnya.
Rambutnya yang acak-acakan menyambut kedatangan dua pria tampan yang berdiri dimuka pintunya,
“Eh, dokter Dio, masuk-masuk, ada apa malam-malam ?” Karin merapikan rambut dengan tangannya lalu mengelungnya ke atas.
“Katanya kamu lagi sakit ?“
“Sakit ? kata siapa ?” tanya Karin sembari melirik pria berkaos putih yang berdiri di sebelah Dio.
Pria itu hanya memasukan tangannya ke saku celananya sambil berdehem sejenak,
“Silahkan duduk komandan,” ucap Karin dengan nada dibuat lembut, padahal dalam hatinya ia mengutuk kesal, bagaimana pria ini terus mengganggu kesenangannya.
Mereka bertiga duduk melantai dengan alas karpet berbulu, mau tak mau Karin diperiksa oleh Dio yang memang sudah membawa perlengkapannya.
“Kamu kecapean harus banyak istirahat dan minum vitamin.” Dio mengeluarkan sekotak multivitamin dan memberikannya pada Karin dan dibalas anggukan oleh gadis itu. Mereka berbincang dengan akrab sedangkan sang komandan malah asik memainkan ponselnya.
“Emangnya ada sinyal Komandan,” tanya Karin iseng sambal mengulum senyum.
“Gak”
“Lalu itu ngapain ?”
“Main game, dari pada jadi obat nyamuk.”
“Hahaha.”
--------
Matahari bersinar dengan cerahnya, Karin termangu di depan jendela ruang kerja dokter Dio, matanya dimanjakan oleh tubuh sixpack bermandikan cahaya matahari para pria-pria tegap pondasi negara.
“Nikmat mana lagi yang kau dustakan Karin, cekrek,” suara ponselnya mengabadikan moment berharga itu.
“Hei, sejak kapan kamu jadi genit begini,” ucap Dio sambil mengusap mata Karin yang tak berkedip.
“hahaha … cuci mata dok.”
Karin beralih memandang ke arah dokter tampan di hadapannya, senyum teduh Dio selalu menjadi bius untuknya, bahkan penyemangatnya untuk menjalani hari.
“Mau bicarain apa sampai bidadari ini nemplok di ruanganku pagi-pagi begini, atau sedang mencari Garda ?”
“Ish, ngapain juga nyariin dia, gak penting banget.”“Oh ya ? ” sahut Dio sambil terkekeh bahkan pria itu menarik pipi Karin yang menggembung karena cemberut.
“Dok, Kalau kamu ketemu orang yang terluka parah tapi orang itu berbahaya, apa kamu akan menolongnya ?”
“Berbahaya ? maksudnya ?”
“Ya pembunuh atau pemberontak misalnya ?”
“Emmm... akan aku tolong.“
“Walaupun akhirnya dia akan menodongkan pistolnya padamu ?”
“Ya, dia manusia, aku juga manusia, untuk kemanusiaan Karin.”
“Hmm.”
“Bukannya kamu juga menolong preman itu, walaupun tiap hari dia mengganggumu.”
“Hmm, itu lain perkara, lagian aku juga sudah balas dendam.”
“Membedahnya tanpa bius ?”
“ Ya.”
“Hahaha.”
Dio memandangi wajah Karin yang dipenuhi rasa bimbang, sebenarnya ia ingin bertanya, tapi ia mau gadis itu yang bercerita lebih dulu padanya.
“Oh ya, kenapa kamu berhenti sekolah di kedokteran ?’ tanya Dio santai sambil menyeruput teh hitam yang tersedia di atas meja kerjanya.
“Ha ?”
“Aku tahu kamu pernah belajar ilmu kedokteran, kau pandai menginjeksi, membedah bahkan fasih dengan obat-obatan kimiawi, ku tebak kau sudah dua atau tiga tahun kuliah, iyakan ?”
“Hmm, mereka bilang aku tak bisa jadi dokter, aku berbahaya,”
Dio memandang wajah Karin yang tiba-tiba murung, seakan-akan pertanyaannya itu membuka luka lama. “Siapa …
Kalimat Dio terhenti ketika seseorang mendorong pintu ruangannya dengan tiba-tiba, dia ingin marah tapi urung karena yang masuk itu adalah Garda.
“Dokter, bisa kau periksa tanganku, kenapa jadi kebas begini ?” ucap Garda dengan mata mengerling ke arah Karin yang duduk di sana.
“Kyaaa komandan, bisa tidak kamu pakai baju dulu,” teriak Karin melihat Garda bertelanjang dada dan sudah duduk di sebelahnya.
“Hei, bukankah kamu dari tadi melihat kami latihan, kenapa reaksimu begitu amat, bukannya aku terlihat Sexy.” gumam Garda sambil menaikan dua alisnya di depan Karin.
“Iya sexy, seksi konsumsi.” ucap Karin sambil nyengir lalu meninggalkan ruangan itu sambal membanting pintu.
“Kenapa tu bocah.”
“hahaha hey jangan sering mengganggunya, nanti kamu jadi suka.”
“Siapa ? aku ? Bukannya kamu yang suka sama dia, aku belum gila sampai suka sama perempuan berbahaya seperti dia.”
“Aku pegang omonganmu komandan.”
“.......”
......
Setelah tiga hari berpikir akhirnya Karin memutuskan untuk memberikan pertolongan pada orang itu, dia sudah menyiapkan racikan obat untuk merangsang orang itu untuk sadar dari komanya.
“Ntahlah ini akan berhasil atau tidak, setidaknya aku sudah mengikuti catatan Daddy,” batinnya. “Tet..tet…tet…” Karin segera mengambil tasnya setelah mendengar klakson mobil Garda, dengan cepat gadis itu menggunakan masker dan pakaian serba tertutup.
“Apa ini gak berlebihan, gak panas ?” tanya Garda saat Karin menaiki jeepnya.
“Jangan bawel.”
Garda hanya tersenyum sekilas lalu melajukan mobilnya, akhirnya mereka sampai dan tak ada yang berbeda dari rumah kayu itu, tetap sepi . Tanpa basa basi Karin lalu mencoba memeriksa pria itu yang kini kondisinya tampak semakin memburuk, badannya membiru wajahnya pucat pasi dan nadinya melemah.
“Kenapa ?” tanya Garda melihat Karin yang terdiam sejenak.
“Lukanya membusuk,” ujar gadis itu pelan sambil mulai membersihkan luka itu, dengan telaten Karin memberikan obat lalu menjahit bagian yang robek.
Tiba-tiba tubuh pria itu kejang, membuat mereka yang ada di sana kaget, bahkan Karin sempat termundur. Dengan cepat Garda menahan tubuh kekar itu agar tidak jatuh dari tempat tidur.
“Tuhan, bantu Aku, Bismillah …” ucap gadis itu sambil menyuntikan obat pada lengan berotot pria itu. Untunglah beberapa saat keadaan menjadi stabil bahkan saat Karin memeriksa nadinya, denyutnya sudah kembali normal.
“Tolong masak ramuan ini dengan dua gelas air lalu jadikan segelas untuk diminumkan, untuk pertama pasti akan dimuntahkan tapi ulang setiap jam makan,” ucap Karin pada ibu tua.
Tak ada sesuatu yang aneh saat mereka beranjak pulang, namun setelah berjalan melewati gubuk tua, tiba-tiba sekelompok orang bertopeng menodongkan senjata pada keduanya.
“Tetap dibelakangku, aku akan melindungimu.” //// bersambung
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 8Karin dan Garda saling pandang ketika senjata laras panjang itu mengarah pada mereka, Karin berjalan pelan mengambil posisi di belakang Garda sambil mengangkat kedua tangannya.“Apa secepat ini mereka menemukanku. TIDAK, aku tidak boleh lemah, ini tidak akan berakhir begitu saja, ayo bertahan Karin.” Gadis itu mencoba menyemangati dirinya walau tubuhnya terus bergetar hebat. Ia sudah menduga keputusannya ini beresiko maka dari itu ia sudah menghubungi Agatha untuk menjemputnya besok, tapi nyatanya orang-orang itu bergerak lebih dulu.Garda melemparkan senapannya ke arah pria berpakaian serba hitam itu,otaknya terus berpikir bagaimana bisa lolos dari empat orang bersenjata ini.“Apa mau kalian ?” tanya Garda masih dengan pandangan menelisik.“Gadis itu, serahkan dia pada kami.““Dia hanya gadis biasa, untuk apa
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 9Karin PoVSetelah sekian lama akhirnya aku bisa keluar dari rumah sakit, rasanya merdeka karena tak harus mencicipi masakan yang rasanya hambar dengan tangan tertusuk jarum, itu menyiksa.Aku di kota sekarang, setelah kejadian itu esoknya kak Hyu langsung memindahkanku ke rumah sakit, untuk keamanan tukasnya dan tentunya untuk perawatan lebih intensif bagi calon bayi kami.Apa ? Calon bayi ? Hmm terdengar membahagiakan, akhirnya aku bisa memberikan kabar bahagia ini untuk Agatha dan Hyuga tapi nyatanya tak semudah itu, takkan ada yang bisa tidur nyenyak malam ini, karena berita kedatangan ayah jenderal .“Lalu kapan pesawatnya sampai ?” ucapku dengan mulut penuh, entah kenapa rasa roti srikaya ini jadi berkali lipat enaknya dibanding semua makanan yang kucicipi hari ini.“Besok pagi, lalu gimana ini Karin, kayaknya papa baka
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 10“Plaak..” Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Hyuga, Agatha langsung berteriak histeris dan menghampiri suaminya itu. Air mata yang tertahan dari tadi akhirnya tumpah, ia tertunduk bersimpuh dibawah kaki ayahnya.“Bukan salah Hyuga , papa ... aku… aku yang memintanya melakukan itu,” ucap Agatha sambil terisak, tak ada yang berani buka suara, semuanya diam dalam kebisuan masing-masing. Wajah marah itu beralih pada Agatha.“Bila kau meminta dia untuk mencabut nyawa adikmu ini, apa ia akan melakukannya juga, kemana akal sehatnya ? ” teriak Jenderal kesal.“Papa maaf,” tangis Agatha semakin menjadi.Karin yang sedari tadi terdiam menghampiri ayahnya, tubuh pria tua itu sampai bergetar karena menahan amarah.“Kalau ada yang bisa disalahkan atas semua ini, maka ini salah Karin aya
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 11Garda PoVRasanya ikut menemani bapak dan ibu ke acara aqiqahan cucu pak Jenderal tidak buruk juga, walaupun ibu satu ini tak hentinya mengenalkanku pada koleganya yang memiliki anak gadis, tapi tanpa kusangka aku bisa melihat wanita itu disini.Rasanya dugaanku benar, karena aku merasa tak asing dengan menantu pak jenderal , itu pria yang sama yang kulihat bersama Karin di desa waktu itu.“Wah ... ternyata benaran kamu, bahkan dari radius tiga meter aku dapat mengenali gadis bodoh ini,” sapaku pada Karin yang duduk sendiri di taman belakang, agaknya kehadiranku mengejutkannya karena mata sipitnya langsung mempelototiku.“Wah Kapten ternyata, makin cakep saja sekarang,” ucapnya dengan senyum bergulanya itu.“Jangan menggodaku, itu tak kan berpengaruh.”Entah kenapa senyuman yang sem
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 12Karin tersenyum melihat wajah Garda yang masih terlihat kesal, dia lupa kalau tadi minta dibelikan makanan "Padahal tadikan maksudnya cuma becanda, eh dibawain beneran,” batin Karin.”Beneran ni gak mau makan ?” tanya Karin dengan mulut penuh.“Gak, sudah kenyang.”“Oh, makan apa ? makan hati ya, hahaha.”Garda diam tak menghiraukan celotehan Karin, ia lebih fokus melihat berita di TV sambil menyeruput teh hangat yang diseduhnya sendiri. Terkadang matanya melirik ke arah perempuan yang masih sibuk dengan sepiring kwetiaw panas dan semangkuk bakso tanpa mi.“Beneran itu mau dihabisin sendiri ?”“Ya habisnya pak kapten gak mau makan, kan mubajir kalau dibuang.”“Gak usah dihabisin kalau gak mampu, nanti perut kamu sakit.”“Cie, perhatian bange
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 13Matahari sudah tampak meninggi ketika Karin menggeliatkan tubuhnya, kedua matanya terasa masih lengket minta dimanjakan di atas tempat tidur. Suara ketukan pintu yang mendayu-dayu seakan tak mampu memerintah otaknya untuk segera bangun.“Siapa sih, pagi-pagi begini,” dengan malas akhirnya ia terpaksa beranjak dari tempat tidur karena pintunya terus diketuk dari luar.“Ya Ampun pak kapten ini masih pagi, ngapain ...” Kalimat Karin terhenti ketika pintunya terbuka, ia hampir menutup pintunya kembali jika saja Hyuga tak mendorongnya dari luar.“Maaf mengecewakanmu,” ucap Hyuga dengan ekspresi tak senang karena Karin mengira dirinya Garda. Karin tersenyum walau itu tampak dipaksakan, sebenarnya gadis itu enggan menyuruhnya masuk tapi Hyuga sudah masuk duluan tanpa permisi.“Duduk dulu, aku mau mandi sebentar,&rdqu
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 14Wajah Karin mendadak cemberut saat tahu ayahnya menjadikan Garda sebagai pengawal pribadinya, ia merasa ayahnya terlalu berlebihan belum lagi sekarang ia harus tinggal di apartemen Rendra.Karin mengendap-endap menjauh dari keramaian pesta padahal tadinya ia menikmati pesta ulang tahun sepupunya itu tapi seketika moodnya hancur berantakan.“Aduh , kok jadi begini sih, aku kan bukan anak presiden, kenapa harus pakai pengawal pribadi. Ayah terlalu berlebihan,” gerutu Karin sambil duduk di depan kolam renang. Ia memercikan air ke tengah kolam sambil menenggelamkan kakinya, dinginnya air sedikit banyak menyejukan hatinya.“Pelan-pelan sayang.”“Tahan sebentar sayang, kamu cantik sekali malam ini.”“Akh...akh...”Karin memicingkan matanya, telinganya seperti radar yang sedang mencari asal suara
Terjerat Pesona Anak MafiaChapter 15Garda PoVSudah tiga hari setelah kejadian ‘itu’ Karin masih dingin padaku, jangankan bicara ditanya saja kadang tak menjawab. Bibirku pun masih bengkak, selain terkena pukulan preman jalanan yang entah dari mana asalnya itu, Karin juga menggigit bibirku.Kadang aku mengutuk diriku sendiri, kenapa aku tiba-tiba ingin menciumnya malam itu, bukan ingin tapi memang sudah kulakukan dan itu sangat mendebarkan. Bibirnya terasa hangat dan lembut.“Jahat.” Cuma kata itu yang dilontarkannya padaku sebelum menutup pintu malam itu. Kata yang cukup membuatku tersadar bahwa yang kuperbuat itu salah. Hanya dengan alasan terkesima, aku menciumnya, tanpa status, tanpa kejelasan bahkan tanpa alasan.Aku salah, lalu bagaimana caraku meminta maaf, dia itu wanita yang masih mempunyai ikatan dengan pria lain. Betapa