Share

Berjuang

Terjerat Pesona Anak Mafia

Chapter 8

Karin dan Garda saling pandang ketika senjata laras panjang itu mengarah pada mereka, Karin berjalan pelan mengambil posisi di belakang Garda sambil mengangkat kedua tangannya.

“Apa secepat ini mereka menemukanku. TIDAK, aku tidak boleh lemah, ini tidak akan berakhir begitu saja, ayo bertahan Karin.” Gadis itu mencoba menyemangati dirinya walau tubuhnya terus bergetar hebat. Ia sudah menduga keputusannya ini beresiko maka dari itu ia sudah menghubungi Agatha untuk menjemputnya besok, tapi nyatanya orang-orang itu bergerak lebih dulu.

Garda melemparkan senapannya ke arah pria berpakaian serba hitam itu,otaknya terus berpikir bagaimana bisa lolos dari empat orang bersenjata ini.

“Apa mau kalian ?” tanya Garda masih dengan pandangan menelisik.

“Gadis itu, serahkan dia pada kami.“

“Dia hanya gadis biasa, untuk apa kalian menyenderanya.”

“Kami butuh penyaluran kapten, hahahaha.” ucap seseorang yang bertubuh pendek tapi kekar membuat  Garda mendecih kesal.  Ia sempat menoleh ke belakang, melihat Karin yang tertunduk gemetaran. Memang salahnya melibatkan Karin dalam situasi berbahaya ini.

“Coba kau buka maskernya bro, ia tampak menggemaskan, hahaha,” ucap pria bertubuh kekar lain pada rekannya. Mendengar itu Karin semakin ketakutan, ia merapatkan tubuhnya ke punggung Garda. Sementara seorang pria mulai mencoba maju mendekatinya.

“Jangan macam-macam,” teriak Garda.

Secepat kilat tendangan Garda mengenai tangan pria yang maju tadi, senapannya jatuh ke tanah dan langsung disambar oleh sang Kapten.

“Jangan macam-macam kapten, kami akan menembakmu.”

“DUAR,” Sebuah tembakan melesat  dan mengenai bahu kiri Garda, darah segar bercucuran membasahi tanah tempatnya berpijak,

“Heem, segitu saja kemampuan menembakmu ? “ ucap Garda sembari maju lalu melepaskan pukulannya tepat ke wajah pria yang menembaknya. “Buag … bag ... bug … bag.”

Baku hantam terjadi, empat lawan satu, bahkan beberapa kali terdengar tembakan di udara, darah bercucuran entah milik siapa. Garda juga sempat melepaskan tembakan yang tepat mengenai kaki pria kekar pendek yang ingin meraih tubuh Karin.

Pria itu tersungkur sayangnya ia sempat menarik kaki Karin yang membuat gadis itu jatuh terhuyung,

“Hahaha,” tawa keras menggema di hutan semak itu, sang kapten yang sudah kehabisan tenaga terduduk dengan todongan senjata di kepalanya, wajahnya babak belur, dari bahunya darah terus mengalir dengan napas terengah melihat Karin sedang tersudut.

“Jangan, jangan dekati aku.” Pekik gadis itu, tapi bukannya mundur lelaki pincang itu terus maju dan ‘Srettt...’ ia berhasil menarik masker yang menutupi wajah Karin.

“Wah....hahaha,” lagi-lagi tawa menggema, walau tatapan tajam dialamatkan pada mereka tapi tak menutupi kecantikan gadis berparas manis itu. Wajah putihnya sangat menggoda walaupun sedang marah.

Lelaki kekar mencoba menjamah wajah mungil itu tapi belum sempat tangannya sampai, Karin memukul dan meludah wajah pria itu.

“Beraninya kau ... Plakkkk.” Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Karin, muncul darah disusut bibirnya.

“Brengsek, jangan memukulnya, kalian biadab,” teriak Garda.

“Ia layak mendapatkan itu,” bisik pria bertato, dia menarik rambut Garda ke belakang sambil terbahak.

Karin masih memegang pipinya kala pria kasar bertingkah lagi, dengan sangarnya pria itu menginjak tangan kiri Karin yang bertumpu di tanah, jerit Karin menggema, pria itu baru berhenti hingga terdengar suara “Kreek” dari jari yang ditekan dengan boots miliknya.

Karin menatap nanar, matanya membulat besar seakan ingin membunuh, tangannya sakit, namun hatinya lebih pilu, dia tak menyangka akan menggunakan kode ini untuk selamat.

“XXX 0001 alpa,”  ucap Karin lirih membuat pria itu terkejut. Repleks senjata di tanganya terlepas, mata pria kekar itu terbelalak  sembari melihat ke arah teman-temannya yang lain, lalu ia mundur secara teratur.

“Buang senjata dan angkat tangan kalian,” tiba-tiba terdengar suara lantang dan muncullah lima orang tentara berseragam menodongkan senjata ke arah gerombolan pria jahat itu. Dengan cepat Garda menendang pria di belakangnya dan membuat pria itu jatuh terhuyung.

Terjadi baku hantam antara pasukan dengan para pria bertopeng dan akhirnya mereka menyerah karena ketuanya berhasil diringkus duluan.

“Kariiin.” Garda mengangkat tubuh lemah itu dari tanah, tangan gadis itu masih bergetar hebat, Garda menatap wajahnya yang sudah pucat pasi menahan sakit.

“Tahan sebentar,” terlihat anggukan pelan dari Karin membuat Garda tak kuasa menahan perih dihatinya, ini salahnya membuat gadis ini terluka. Beribu penyesalan karena tak dapat melindungi makhluk lemah ini. Garda mendekap erat tubuh mungil itu, dia berlari membawa Karin menuju mobil dimana seorang anggotanya sudah siap untuk mengemudikan kendaraan itu.

“Maaf, maafkan aku,” sesalnya lagi.

****

Senja berganti malam, dingin menyeruak karena hujan tiba-tiba turun membasahi camp yang dikelilingi rimbunnya hutan belantara. Dingin malam ini, mengalahkan kibasan kipas angin yang biasa dinyalakan full untuk mengusur hawa panas dan nyamuk. Garda tak memperdulikan lukanya yang baru selesai dijahit oleh Dio, pikirannya masih tertuju pada Karin yang sedang di rawat di ruang yang tak jauh dari sana.

“Bagaimana keadaannya ?”

“Ada beberapa bagian jarinya yang patah dan ...”

“Dan ?”

“Sepertinya anak itu mempunya trauma mendalam, kurasa kondisi psikisnya lebih mengkhawatirkan daripada luka fisiknya, terlebih Karin sedang hamil saat ini.”

“Hamil ? dia ....”

“Kalau perkiraanku tidak salah mungkin sekitar 2 atau 3 minggu.”

Garda menghembus napas kasar, bagaimana bisa terjadi, bahkan untuk melindungi seorang wanita saja ia tak mampu. Garda mengepal tangannya kuat, hatinya sakit sekali mungkin karena perasaan bersalah dan penyataan Dio barusan.

 “Dimana dia sekarang ?”

“Dikamar sebelah ruanganku, tapi sebaiknya kau tak kesana.”

Garda tak memperdulikan perkataan sang dokter bahkan sebelum kalimat itu selesai, ia sudah beranjak dari sana. Secepat kilat ia ingin menemui Karin untuk minta maaf dan memperjelas sesuatu. Namun langkah terhenti di depan ruangan yang terbuka sedikit pintunya, tiba-tiba kakinya terasa berat untuk masuk, saat melihat ada pria lain duduk di sana sambil memegang tangan Karin.

****

Karin membuka matanya, awalnya ia terkejut ketika melihat siapa yang duduk sambil memegang tangannya, namun seketika terbesit rasa lega di hatinya. ”Terima kasih Tuhan, semuanya berakhir,” gumamnya dalam hati.

Senyum Karin mengembang sambil membalas genggaman Hyu yang duduk di sampingnya, pria itu sedikit terkejut karena sedari tadi ia hanya tertunduk sambil berdoa.

“Eh, sudah sadar ?”

“Emm, kapan kak Hyu datang?”

“Sejam yang lalu, masih sakit ?”

“Iyaaa, tangan yang ini gak bisa gerak,” tutur Karin sambil melirik ke tangan kirinya yang berbalut perban.

Hyu mencium tangan Karin yang digenggamnya,”Sementara pakai yang ini dulu ya,” ucapnya lirih sambil memasukan jarinya disela-sela jemari tangan kanan Karin.

Karin menutup matanya, sepintas teringat kejadian yang menimpanya sore tadi dan ia yakin jari-jarinya patah. Entah kenapa perasaannya jadi tak menentu, tak lama terdengar isakan tangis dari bibirnya.

“Karin... kamu kenapa ?” tanya Hyu yang sedikit panik karena Karin tiba-tiba menangis

“Hmm...” Gadis itu hanya menggeleng tapi air matanya tetap keluar.

“Lalu kenapa menangis ?” tanya Hyu semakin bingung,

“Itu... “

“Itu apa ?” Hyu mencoba menenangkan gadis itu, ia membelai rambut Karin sambil menyeka air matanya.

“Itu … kalau nanti mau buang air, ngebersihinnya gimana ?huuhuhu.”

“ Ha ? hahaha”

“Kenapa ketawa ?”

“Gak kok,”

“Itu apa ?’

“Nggak.” ///// bersambung

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status