Home / Romansa / Terjerat Pesona CEO Kesepian / Bab 3. Prahara Rumah Tangga

Share

Bab 3. Prahara Rumah Tangga

Author: Aries grils
last update Last Updated: 2025-04-14 10:56:01

"Anda Tuan Albert?" Suara itu terdengar pelan, nyaris tenggelam dalam riuh rendah lobby gedung perkantoran mewah. Stefani, dengan gerakan penuh harap, bangkit perlahan setelah memungut berkasnya. Jantungnya berdentam kencang seakan hendak meledak, jemarinya mencengkeram erat berkas-berkas dan brosur villa yang telah ia persiapkan dengan begitu hati-hati.

Nama yang baru saja terlontar dari bibirnya membuat dahi Albert berkerut halus. Lelaki itu, tegap dengan setelan jas kelabu yang sempurna, menghentikan langkahnya. Sepasang matanya yang tajam dan berwibawa kini menelusuri sosok gadis muda yang berdiri gugup di hadapannya. Satu alis tebalnya terangkat, mengukir tanda tanya yang jelas di wajah maskulinnya.

"Maaf mengganggu, Tuan Albert," ucap Stefani, suaranya bergetar tapi penuh tekad. "Saya Stefani, perwakilan dari High Property. Saya mendengar Anda sedang mencari villa untuk kado pernikahan." Matanya berkilau, penuh permohonan, seolah seluruh hidupnya bergantung pada jawaban pria itu.

Boby, asisten Albert yang selalu siaga, melangkah maju dengan wajah keras. "Kurang ajar! Tuan Albert tidak punya waktu untuk omong kosongmu!" sergahnya dengan nada tinggi, matanya menyala hendak mengusir Stefani.

Namun, dengan satu gerakan halus, Albert mengangkat tangannya. Isyarat sederhana itu cukup untuk menghentikan Boby di tempat. Tatapan Albert beralih kembali kepada Stefani, menembus kegelisahan yang membungkus gadis itu. "Kamu ingin menawarkan villa?" ucapnya akhirnya. Suaranya lembut tapi berkarakter, dalam dan mantap, suara seorang pria yang terbiasa memberi perintah, bukan menerima.

Stefani mengangguk cepat, wajahnya tegang namun tatapannya tak goyah. Ia tahu, ini adalah kesempatan yang tidak datang dua kali.

Albert menghela napas, sekilas melirik ke arloji mewah di pergelangan tangannya. Waktu adalah kemewahan baginya, terlalu berharga untuk dibuang sia-sia. "Hari ini waktu saya sangat terbatas," katanya, suaranya tegas namun tidak dingin, "tapi jika kamu bisa mengatur pertemuan esok hari, itu akan sempurna. Saya memang sedang mencari villa terbaik untuk istri saya."

Seolah mendengar pintu surga terbuka, wajah Stefani yang semula pucat mendadak berseri. Senyum lebar merekah di bibirnya, sinar harapan melompat keluar dari matanya yang berbinar. "Terima kasih banyak, Tuan Albert," ucapnya penuh antusias. "Saya akan siapkan semuanya dan kembali besok!"

Albert memberi anggukan singkat, namun penuh arti, lalu melangkah pergi dengan langkah lebar yang memancarkan wibawa. Suara pintu lift yang menutup seperti menyegel janji pertemuan esok hari.

Stefani melangkah keluar dari gedung megah itu dengan langkah ringan. Kegembiraan yang membuncah dalam dadanya membuat dunia terasa lebih terang. Terima kasih, Tuhan, bisiknya dalam hati, akhirnya nasib membawaku bertemu Tuan Albert. Sebuah semangat baru mengalir dalam darahnya, membakar tekadnya untuk sukses di dunia properti yang keras ini.

Sementara itu, di sisi lain, Boby tak bisa menyembunyikan keraguannya. "Anda yakin ingin mempercayakan pencarian villa pada gadis semuda itu, Tuan?" tanyanya hati-hati. Boby sudah lama menjadi tangan kanan Albert, setia, tajam, dan penuh pengertian. Ia tahu betul, banyak gadis muda yang mencoba mendekati majikannya dengan niat tersembunyi.

"Jika Tuan memang menginginkan yang terbaik, biarkan saya yang mengurusnya untuk Nyonya Stela," Boby menawarkan dengan nada rendah, hampir seperti memohon.

Albert menjatuhkan tubuhnya di kursi empuk di ruang kantornya. Kursi itu bagaikan takhta yang melambangkan kejayaan Williams Corp, perusahaan otomotif raksasa yang ia pimpin hingga merajai pasar. Nama Albert Williams dikenal luas, menjadi ikon kesuksesan dan kekuasaan yang sulit ditandingi. Di usianya yang menginjak 40 tahun, ia punya segalanya, kekayaan melimpah, reputasi yang tak ternoda, dan seorang istri cantik, Stela, mantan model ternama yang kini telah pensiun.

"Tidak usah, Bob. Kali ini biar aku yang urus sendiri. Ini hari spesial untukku dan Stela. Mungkin bantuan gadis itu bisa mengurangi kebingunganku," ucap Albert, nada suaranya halus namun tak bisa dibantah.

Boby menarik napas panjang. "Ta... tapi, Tuan—"

Albert memotong dengan tatapan teduh namun tegas. "Aku tahu kekhawatiranmu, Bob. Tapi aku sudah terbiasa menghadapi wanita yang mencoba menggoda. Percayalah, aku tak semudah itu terjebak." Sebuah tawa ringan lolos dari bibirnya, meski wajahnya tetap serius.

Boby hanya bisa mengangguk, menyembunyikan keresahan di dadanya. "Segera aturkan pertemuan dengan gadis itu. Waktu kita tidak banyak, peringatan pernikahan sebentar lagi," tegas Albert.

---

Sore itu, jarum jam menunjuk angka lima ketika Albert tiba di rumah megahnya. Para asisten rumah tangga menyambutnya dengan senyum sopan, namun kemewahan di sekelilingnya tak mampu mengusir rasa sepi yang menggelayut. Albert menatap sekeliling ruangan, hiasan kristal, lantai marmer berkilau, lampu gantung mewah, namun semua itu terasa hampa tanpa suara tawa dan kehangatan keluarga yang ia impikan.

"Di mana Nyonya?" tanyanya sambil menyerahkan tas kerja.

"Nyonya baru saja naik, Tuan. Baru selesai berolahraga," jawab salah satu asisten dengan hormat.

Albert menaiki tangga dengan langkah cepat, simpul dasi dilepaskannya dengan gerakan kasar, napasnya berat. Pintu kamar dibuka perlahan, dan di sanalah Stela, anggun dengan piyama tipis yang memeluk lekuk tubuhnya. Kecantikannya tetap memukau, meskipun tatapannya tampak lelah dan dingin. Ia sibuk dengan ponselnya, namun segera menyembunyikannya di balik selimut saat mendengar suara pintu.

Tanpa peringatan, Albert mengunci pintu dengan bunyi keras, membuat Stela terlonjak kaget. "Kamu mengejutkan aku, Al," ucapnya dengan nada jenuh.

Albert tak menjawab. Dorongan rindu yang ia pendam selama bertahun-tahun membuatnya mendekat dengan langkah mantap. Ia meraih istrinya, mencium bibirnya dengan penuh gairah, seolah hendak menghapus jarak yang terus di ciptakan oleh istrinya itu. Napasnya memburu, dadanya berdebar kencang, kerinduan bercampur frustrasi.

Namun Stela terkejut, matanya melebar. Dengan refleks, ia mendorong Albert dengan tangan gemetar. "Kamu gila, Al? Apa kamu mau membunuhku?" suaranya melengking, memecah kesunyian kamar.

Albert terdiam, wajahnya terperangah. "Aku suamimu, Stela. Aku merindukanmu. Apa salahku menginginkan hakku?" suaranya parau, penuh kesedihan yang ia sembunyikan di balik nada frustrasi.

Stela mendecak kesal, menghela napas berat. "Kita bukan lagi remaja, Albert. Kamu cuma memikirkan hasratmu sendiri. Tidak tahu diri!" ucapnya tajam. Dengan langkah cepat ia turun dari ranjang, meninggalkan kamar tanpa menoleh sedikit pun.

Albert terduduk di pinggir ranjang, wajahnya muram, pandangannya terpaku pada foto pernikahan yang tergantung di dinding. Senyum bahagia dalam foto itu terasa seperti bayang-bayang masa lalu yang jauh. Mengapa semua terasa dingin sekarang? batinnya lirih. Napas panjang terlepas dari bibirnya, mencerminkan kesepian yang menyesakkan dada.

Cinta Albert pada Stela tak pernah luntur, tapi kehangatan itu terasa kian sulit dijangkau. Di tengah segala kemewahan, ia merasa semakin kesepian, seolah rumah megah itu hanyalah istana kosong.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Pesona CEO Kesepian   Bab 7 CEO Kesepian

    Albert menarik napas dalam, memutar gelas di tangannya sebelum akhirnya menatap Andrew.“Stela semakin menuntut banyak hal,” gumamnya lirih. “Kali ini dia mendesak soal villa. Seolah semua yang kulakukan tidak pernah cukup.”Andrew terkekeh kecil, menyandarkan tubuh di sofa empuk. “Kamu yang memilih menikah dengannya, bro. Jangan mengeluh kalau sekarang kamu terjebak dalam drama ratu kecil itu.”Albert hanya mendengus, menenggak minuman yang dituangkan Andrew tanpa berpikir panjang. Rasanya membakar tenggorokannya, cocok dengan amarah yang mendidih di dadanya.“Kenapa kamu bisa tahan hidup begitu, Al? Selalu main aman, selalu menuruti semu maunya istrimu,” Andrew mengangkat gelasnya dengan senyum sinis. “Kadang kamu perlu keluar jalur sedikit, rasakan dunia luar. Tidak semua hal harus lurus dan rapi.”Albert menoleh tajam. "Aku bukan kamu, Andrew!”Andrew hanya mengedikkan bahu. “Santai saja, bro. Hidup ini terlalu pendek untuk dihabiskan dengan wajah masam. Lepaskan sedikit bebanmu m

  • Terjerat Pesona CEO Kesepian   Bab 6 Bibir Itu...

    Rasa kesepian dan hasrat yang ditekan selama hampir dua tahun terakhir menghantam Albert tanpa ampun. Lima belas tahun pernikahan, ia selalu menjaga kesetiaannya. Tidak sekali pun ia tergoda, meski banyak perempuan yang mendekat, menawarkan senyum menggoda dan peluang selingkuh yang begitu mudah untuk diambil. Namun malam ini… entah mengapa, suasananya berbeda. Tatapan Albert dan Stefani saling bertemu, seolah ada arus listrik yang mengalir di udara. Jantung Albert berdegup lebih kencang daripada biasanya, menekan dadanya hingga terasa sesak. Ia menelan ludah, mencoba melawan godaan yang muncul begitu kuat saat matanya tertumbuk pada bibir Stefani yang berwarna merah muda, tampak lembut dan berkilau di bawah cahaya lampu kamar villa yang remang. Bibir itu terasa seperti mengajaknya mendekat, seperti berbisik tanpa suara. Albert mencondongkan tubuhnya perlahan, seolah tubuhnya bergerak tanpa perintah. Napasnya hangat, menguap di antara jarak yang kian menipis. Di hadapannya, Stefan

  • Terjerat Pesona CEO Kesepian   Bab 5. Memendam Hasrat

    "Bagaimana, sudah dapat villa yang kamu janjikan?"Pertanyaan Stela menyambut kepulangan Albert sore itu dengan nada mendesak, memecah keheningan rumah yang mewah namun terasa dingin. Senyum Albert yang biasanya mampu mencairkan suasana kali ini tampak hambar. Ia melangkah perlahan mendekati istrinya, mencoba meredam ketegangan dengan gestur lembut, mendaratkan kecupan ringan di pelipis wanita yang hampir dua dekade ini menemaninya."Aku akan mengeceknya besok," ujar Albert datar, berusaha menenangkan. Namun, belum sempat tangannya menyentuh bahu Stela, wanita itu tiba-tiba menghindar. Gerakan spontan yang seolah menjadi tamparan tak kasat mata bagi Albert. Stela menutup hidungnya rapat, langkahnya mundur menjauh."Kenapa?" tanya Albert, keningnya berkerut, suara penasaran itu diselimuti nada terluka."Kamu bau, Al. Aku mual dengan bau tubuhmu."Kalimat itu meluncur dari bibir Stela tanpa sedikit pun ragu. Sorot jijik jelas terpampang di matanya, seolah udara di sekitarnya terkontamin

  • Terjerat Pesona CEO Kesepian   Bab 4. Sikap Waspada

    Matahari pagi menembus sela-sela dedaunan, memantulkan cahaya yang seolah ingin membakar kulit Stefani. Namun, panas mentari itu tak ada artinya dibandingkan bara harapan yang berkobar di dalam dadanya. Hari ini bukan hari biasa, ini adalah hari penentuan, hari di mana ia akan membuktikan kepada dunia, dan terutama kepada dirinya sendiri, bahwa ia layak mendapatkan sesuatu yang lebih besar.Dengan uang pinjaman dari Pak Daniel, Stefani telah menjelma menjadi pribadi baru. Sepasang sepatu mengilap menghiasi kakinya, sementara busana elegan membalut tubuhnya, persis seperti yang disarankan Pak Daniel. Tiap helai kain terasa seperti menambah kepercayaan dirinya, melindungi, sekaligus menegaskan tekadnya.Di depan cermin kecil yang menempel di dinding rumah kontrakannya yang suram, Stefani memeriksa dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Jemarinya sempat bergetar saat merapikan ujung roknya, namun senyum tipis segera terbit di bibirnya. “Semoga ini awal dari sesuatu yang baru… sesua

  • Terjerat Pesona CEO Kesepian   Bab 3. Prahara Rumah Tangga

    "Anda Tuan Albert?" Suara itu terdengar pelan, nyaris tenggelam dalam riuh rendah lobby gedung perkantoran mewah. Stefani, dengan gerakan penuh harap, bangkit perlahan setelah memungut berkasnya. Jantungnya berdentam kencang seakan hendak meledak, jemarinya mencengkeram erat berkas-berkas dan brosur villa yang telah ia persiapkan dengan begitu hati-hati. Nama yang baru saja terlontar dari bibirnya membuat dahi Albert berkerut halus. Lelaki itu, tegap dengan setelan jas kelabu yang sempurna, menghentikan langkahnya. Sepasang matanya yang tajam dan berwibawa kini menelusuri sosok gadis muda yang berdiri gugup di hadapannya. Satu alis tebalnya terangkat, mengukir tanda tanya yang jelas di wajah maskulinnya. "Maaf mengganggu, Tuan Albert," ucap Stefani, suaranya bergetar tapi penuh tekad. "Saya Stefani, perwakilan dari High Property. Saya mendengar Anda sedang mencari villa untuk kado pernikahan." Matanya berkilau, penuh permohonan, seolah seluruh hidupnya bergantung pada jawaban pria

  • Terjerat Pesona CEO Kesepian   Bab 2. Pertemuan Tak Terduga

    Stefani kembali merasakan pil pahit kekecewaan. Harapan yang baru saja ia bangun runtuh seketika, bagai istana pasir diterjang gelombang. Nama di kartu yang ia genggam erat kini hanya terasa seperti tinta mati di atas kertas, tak lebih. “Maaf, Tuan Albert sedang tidak bisa diganggu.” Kalimat itu menggema di telinganya berulang kali, seperti tamparan dingin yang menyisakan perih berdenyut. Setiap kata menusuk, menyudutkannya ke pojok kecemasan yang kian menggelembung. Tak berdaya berbuat banyak, Stefani pulang ke kamar sempitnya, benteng terakhir dari segala kegagalan. Tasnya mendarat kasar di kasur tua yang menjadi saksi bisu perjuangan seorang gadis muda di tengah kerasnya kota. Dengan tubuh lemah, ia terbaring menatap langit-langit yang retak dan bolong di beberapa bagian, seolah berharap ada jawaban dari setiap celah yang menganga. “Ya Tuhan, sampai kapan kesulitan ini akan berakhir?” bisiknya lirih, bibirnya bergetar. Bayangan wajah Pak Daniel dan kata-kata tajamnya kembal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status