Share

Bab 36 Diambang Dilema

Penulis: Aries grils
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-25 22:24:39

Stefani duduk dengan gelisah di dalam taksi, kedua tangannya saling menggenggam erat di pangkuan. Nafasnya terasa sesak, seakan ruang kabin sempit itu menutup jalan keluar bagi semua kecemasan yang berdesakan dalam dadanya. Sejak pagi tadi perutnya mual, bukan karena sakit, melainkan karena pikiran-pikiran yang terus berkecamuk, seolah ada suara-suara yang berdebat tanpa henti di kepalanya.

Jarum jam menunjuk ke angka dua belas lebih empat puluh lima. Lima belas menit lagi ia akan bertemu Albert, seseorang yang membuat hatinya bergetar sekaligus memunculkan rasa bersalah yang tak terkira.

“Bagaimana kalau dia marah? Bagaimana kalau dia benar-benar menganggapku murahan?” gumamnya pelan, hampir tak terdengar. Ia lalu menunduk, menatap tas kecil di pangkuannya. Dari sela resleting yang terbuka, botol kecil berisi obat itu tampak berkilau diterpa cahaya matahari.

Tangannya bergetar ketika menyentuh benda itu. Stefani menggenggamnya, lalu buru-buru menarik kembali tangannya seakan bo
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terjerat Pesona CEO Kesepian   Bab 45 Aku Menyukaimu Stefani

    Tidur di kamar berukuran tiga kali empat meter persegi sebenarnya bukan hal baru bagi Stefani. Ia sudah terbiasa hidup sederhana, berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain, hanya dengan satu kasur tipis, kipas angin tua, dan meja kecil di sudut ruangan. Namun entah kenapa malam ini terasa berbeda. Udara seolah menyesakkan, dan matanya sama sekali tak mau terpejam. Gadis itu menggulingkan tubuhnya ke kanan, lalu ke kiri, berulang-ulang. Pikiran yang semestinya sudah ia tenangkan malah kembali berisik, penuh bayangan masa lalu yang enggan hilang. “Huh…” desahnya pelan. “Kadang aku mikir… aku bukan anak ibu.” Ucapan itu meluncur begitu saja dari bibirnya, tapi kemudian sunyi kembali menyelimuti kamar mungil itu. Stefani menatap langit-langit kamar hotel itu yang mulai kusam, matanya berkaca-kaca tanpa sadar. Ia mengingat wajah ibunya yang selalu datar, jarang menunjukkan kasih sayang bahkan saat dirinya sakit. Kadang justru ucapan-ucapan tajam sang ibu yang membuat hatinya semak

  • Terjerat Pesona CEO Kesepian   Bab 44 Kemana Kamu Pergi, Stefani?

    "Lebih baik aku menemui Stefani.." Albert berjalan turun seraya mengancingkan satu persatu kancing kemejanya. Pria itu masuk kedalam mobil dan menginjak pedal gasnya dengan kasar, nafasnya masih memburu. Pintu pagar terbuka setelah Albert menekan klakson. Tampak Stela masih duduk di depan pagar rumah mewah itu, matanya sembab, wajahnya penuh air mata. Saat melihat mobil Albert keluar dari garasi, wanita itu sontak berdiri dan berusaha mengejar, namun Albert sama sekali tak menoleh. Ia sudah kehilangan rasa peduli pada wanita itu. Mobil hitam milik Albert melaju cepat menembus jalanan malam. Lampu kota memantul di kaca depannya, sementara pikirannya terus melayang pada satu nama, Stefani. Entah kenapa, di saat seperti ini, hanya wajah gadis itu yang terlintas di pikirannya. Wajah lembut yang selalu mampu menenangkan hatinya di tengah badai amarah. Beberapa menit kemudian, mobil Albert masuk ke area basement apartemen. Ia mematikan mesin, keluar, dan menutup pintu dengan gerakan te

  • Terjerat Pesona CEO Kesepian   Bab 43 Beri Aku Kesempatan

    “Saya antar ke mana, Mbak?”Pertanyaan itu memecah lamunan panjang Stefani. Suara sopir taksi yang parau karena usia membuat gadis itu tersentak kecil. Ia menoleh, pandangannya masih kosong menatap keluar jendela. Malam sudah turun sepenuhnya; lampu-lampu kota berpendar redup di jalanan yang basah oleh sisa gerimis.“Emm…” bibirnya bergetar kecil. Ia menunduk, berpikir keras. Ia benar-benar bingung hendak ke mana malam ini. Tidak ada rumah untuk pulang, tidak ada tempat yang bisa ia sebut “aman”.Akhirnya, setelah beberapa detik hening, ia menjawab pelan, “Hotel Melati saja, Pak…”Sopir tua itu mengangguk tanpa banyak bicara. Mobil melaju menembus jalanan yang mulai sepi, hanya sesekali terdengar deru kendaraan lain yang lewat. Stefani bersandar di jok belakang, menatap keluar jendela. Bayangan lampu jalan memantul di kaca, menyoroti wajahnya yang pucat dan mata yang mulai sayu.Sisa uangnya tidak banyak. Ia tahu, malam ini ia hanya bisa mencari penginapan murah untuk sekadar menenang

  • Terjerat Pesona CEO Kesepian   Bab 42 Aku Pergi

    Pandangan semua orang di kantor tertuju pada Stefani ketika ia melangkah masuk melewati lobi utama. Bisik-bisik kecil terdengar di setiap sudut ruangan, beberapa bahkan terang-terangan menatapnya dari balik layar komputer. Beberapa karyawan pura-pura sibuk, namun pandangan mereka mengikuti setiap langkah Stefani yang tampak berusaha tetap tenang. Ia tahu alasan mereka menatap seperti itu. Berita tentang Pak Danil sudah tersebar luas. Semua orang pasti sudah menonton siaran langsung yang disebarkan para pemburu berita. Semua itu menjadi tontonan hangat siang ini. Dan sayangnya, nama Stefani ikut terseret. Meski hatinya berdebar, Stefani berusaha menegakkan punggungnya. Ia tak ingin terlihat rapuh. Tumit sepatunya beradu pelan dengan lantai marmer, menciptakan ritme tegas yang justru menegaskan ketegarannya. Tanpa menoleh sedikit pun, ia berjalan lurus ke arah lift dan menekan tombol ke lantai delapan, lantai tempat ruang kerjanya berada. Begitu pintu lift menutup, Stefani menghembus

  • Terjerat Pesona CEO Kesepian   Bab 41 Permintaan Maaf

    Sampai di dalam lift, suasana terasa sunyi. Hanya suara dengung mesin dan detik waktu yang seperti bergerak lebih lambat dari biasanya. Stefani yang sedari tadi digandeng Albert perlahan melepaskan genggaman tangannya. Telapak tangannya masih terasa hangat, tapi juga bergetar ringan karena gugup. Gerakannya itu begitu pelan, namun cukup untuk membuat Albert menoleh. Tatapan mereka bertemu sejenak sebelum sama-sama berpaling, seolah keduanya sadar ada batas tipis antara mereka yang tidak seharusnya dilanggar. Hening kembali mendominasi. Lampu di dalam lift berpendar lembut, memantulkan bayangan wajah mereka berdua di dinding logam mengilap. Dari pantulan itu, Stefani bisa melihat rahang Albert yang menegang, napasnya berat, dan pandangan matanya lurus menatap ke depan, kosong namun dalam. “Maaf, Stefani…” suara berat itu memecah kesunyian, tenang tapi sarat emosi yang sulit dijelaskan. Stefani menoleh cepat, keningnya berkerut heran. “Maaf… untuk apa, Pak?” tanyanya pelan, sua

  • Terjerat Pesona CEO Kesepian   Bab 40 Flashback

    “A… Apa? Kamu gila, Dan!” Suara Stela pecah, hampir melengking. Tubuhnya seketika melemas, lututnya tak lagi mampu menopang. Ia terduduk di lantai, wajahnya penuh kepanikan dan air mata. Seluruh harga diri yang tadi masih coba dipertahankan, kini lenyap tanpa sisa. Hidupnya terasa tak lagi punya harapan. Dengan tubuh bergetar, ia kembali merangkak dan merangkul kaki Albert. Air matanya menetes di sepatu mahal yang dikenakan pria itu. “Tolong beri aku kesempatan, Al… bagaimanapun kita sudah bersama selama 15 tahun. Uang itu… tidak seberapa, kan? Jadi tolong maafkan aku, ya…” rengek Stela, suaranya parau, lirih, penuh ketakutan. Albert menunduk sedikit, menghela napas panjang dan berat. Dadanya naik turun, menahan amarah yang membakar. Ia tidak sanggup menatap wajah Stela. Baginya, wajah itu kini hanya mengingatkan pada pengkhianatan yang menusuk jantungnya dalam-dalam. Selama 15 tahun, ia mencintai wanita itu, membangun keluarga, menjaga komitmen. Namun kini, semua yang ia berikan h

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status