Bab 10Serena hilang bagai di telan bumi, Aldi membayar orang untuk memeriksa semua penerbangan dari Singapura, selama satu minggu terakhir, tidak peduli berapa uang yang harus keluar.Bagi Aldi Serena harus segera di temukan."Pak Aldi, tidak ada nama Serena Pricilia, di daftar penerbangan manapun," lapor pria yang di bayar Aldi. Urat wajah Aldi langsung tegang, tanpa menunggu pria itu bicara, ia telah melemparkan ponselnya ke dinding hingga terburai menjadi beberapa serpihan."Aldi, sabar! Serena pasti akan ditemukan!" Arman yang ada di dekatnya terkejut, namun segera menghibur meski dirinya juga sangat khawatir terhadap keponakannya itu."Ini semua salahku, seharusnya aku tinggalkan saja pekerjaan." Aldi menyalahkan dirinya juga, "apa setidak ingin itu Serena kembali padaku?"Satu titik air mata jatuh. Ya, serapuh itu Aldi sampai-sampai tidak peduli Arman melihat tangisnya."Di, hanya ada satu jalan untuk menemukan Serena," kata Arman, teringat tentang satu nama. Aldi menoleh pa
Bab 11Hampir satu minggu lamanya Billy mencari keberadaan Serena, baru hari ini dia dapat petunjuk. Billy sedang bersiap sambil di temani mamanya."Sudah cerai kok malah kabur? Harusnya kan senang mau dilamar," komentar Dewi, ibunya, "kapan lagi dapat suami seperti kamu, udah mapan, nerimo lagi.""Serena pergi pasti ada alasannya, Ma," sahut Billy sambil memasukkan beberapa bajunya ke dalam cover."Memangnya sudah pasti dia di Bandung?" Dewi ingin memastikan, takut Billy akan lelah mencari Serena, ini saja sudah hampir seminggu nggak ke kantor."Iya, Ma. Serena naik pesawat ke Jakarta, terus lanjut naik bus. Billy hanya mencari alamatnya saja. Doain ya!" ucap Billy seraya menyentuh kedua bahu wanita yang mengenakan hijab itu."Nggak diminta juga, mama terus doain kok, meskipun banyak lagi yang mau sama kamu, tapi pilihanmu kan tetap Serena.""Mama!" tegur Billy saat mamanya ingin memulai. Seperti itulah ibunya, jika di tanya jawabnya setuju, tapi di belakang sering menggerutu. "I
Bab 12Serena berangkat pukul sembilan pagi, sebelum itu dia mengantar Ranu ke sekolah. Untuk pekerjaan rumah, Hilda yang menghandlenya."Hil, mbak pulangnya agak lama, pintunya di kunci aja ya, mbak bawa kunci serep satu," ucap Serena yang sedang mematut dirinya di depan cermin. Hari ini dia memakai celana jeans sepanjang betis, di padu dengan baju kaos berwarna merah, tidak sempit ataupun terlalu longgar. Rambut Serena di ikat tinggi, bagi yang tidak mengenalnya pasti mengira dia masih gadis. Tubuh mungil serta kulit bersih menjadikan Serena terlihat lebih muda dari usianya yang sudah hampir tiga puluh. "Lemburnya hampir tiap malam, Mbak?""Iya, kali ini ada yang booking untuk acara keluarga." Serena merapikan lipstick yang sedikit melewati garis bibir.Hilda duduk di atas ranjang, masih memegang pakaian kotor yang hendak di cuci, "Mbak, yakin kerja di restauran itu?"Serena membalik tubuhnya lalu mengeryit, "Buktinya udah mbak jalanin, Hil.""Tapi, Mbak lelah loh, pergi pagi
Bab 13"Ma-s Aldi." Serena terperangah tak menyangka dengan apa yang dilihatnya, padahal dia sudah menunggu beberapa menit sampai yakin kalau Aldi sudah pergi, tapi nyatanya pria itu berdiri di hadapannya.Tin tinBenu membunyikan klakson mobil yang sudah dibawa nya mendekat ke taman.Tanpa suara tiba-tiba Aldi mengangkut tubuh Serena lalu memanggulnya di bahu."Mas Aldi, turunkan aku!" Serena memekik seraya memukuli punggung Aldi, namun itu tidak ada rasanya sama sekali, Aldi membawa tubuh itu menuju jalan raya."Mas Aldi, turunkan aku!" pekik Serena lagi sampai Aldi memasukkannya ke dalam mobil."Mas, aku nggak mau ikut," ucap Serena sambil berusaha untuk keluar.Aldi mendorongnya semakin dalam, lalu dia masuk ke dalam mobil, "Cepat bawa ke hotel, Nu!"Benu yang sudah siap di balik kemudi langsung menjalankan mobil."Mas Aldi, aku mau turun!" ucap Serena lagi, tapi lagi-lagi Aldi tidak peduli. Lelah meminta membuat Serena akhirnya diam, namun kepalanya mulai memikirkan sesuatu.
Bab 14Aldi dan Benu sudah berdiri di depan ruang rawat anak, di mana pasien yang bernama Ranu di berada."Ben, apa ini alasan Serena tidak mau kembali padaku?" Perasaan Aldi tidak karuan saat suster mengatakan pasien bernama Ranu ada di kamar khusus anak, dan itu cukup mengganggu pikirannya saat ini. Semula ia memang sempat berfikir Ranu itu seorang pria dewasa."Bisa jadi bukan anak Serena, Bos." Benu tak ingin meng-iyakan, takut bosnya sedih.Benu yang paling tahu sebesar apa cinta Aldi terhadap Serena. Padahal Aldi memiliki segalanya, uang dan pesona sebagai pria, tentu dengan hal itu mudah saja baginya memilih wanita manapun, tetapi tidak, Aldi memilih setia menunggu Serena selama tujuh tahun ini. Bahkan sakit dikhianati Lydia tidak sebanding dengan sakit menghilangnya Serena. Benu akui Serena memang hebat dalam menyembunyikan diri selama tujuh tahun ini."Ayo masuk!" ajak Aldi setelah memantapkan hatinya, ia lalu membuka handle pintu.Hilda yang menjaga Ranu menatap ke arah
Bab 15"Mbak, aku ...." Hilda ingin menjelaskan, tapi di cegah oleh Serena dengan mengangkat tangannya. Kini ibu satu anak itu fokus ke putranya. Serena membelai kepala Ranu dengan lembut. Air matanya tak terbendung, kenapa dia baru tahu pagi ini? Serena kecewa dengan Hilda, tapi lebih kecewa pada dirinya sendiri, karena tidak bersama putranya tadi malam, dia belum sepenuhnya tahu bagaimana kronologisnya, tapi kenapa Aldi dan Benu tahu? Ada pertanyaan yang mengganjal hatinya, Serena mengambil sebelah tangan Ranu lalu menciumnya dengan lembut, "Maafin mami, sayang! Mami nggak tahu kalau Ranu di rawat." Perasaan bersalah sebagai seorang ibu itu ada, meskipun dia dalam kondisi tidak berdaya malam tadi.Inikah alasan Aldi tidak ada di kamar saat ia terbangun tadi?"Ben, Hilda, kalian keluar dulu, saya mau ngomong sama istri!" ucap Aldi memerintah.Hilda yang masih terlihat menunduk hampir saja menangis, dia takut Serena akan membencinya."Ayo!" ajak Benu. Hilda bangkit dan mereka p
Bab 16Ranu mengerjapkan matanya perlahan dan melihat maminya terlelap di sampingnya.StttAldi menempelkan jari di bibirnya sendiri sebagai kode agar Ranu tidak membangunkan Serena.Ranu duduk di bantu oleh Aldi, "Ranu mau makan?"Anak itu menggeleng, "Ranu nggak lapar, tapi haus, Om."Benu yang mendengarnya lantas mendekatkan satu botol air kemasan, Aldi menerimanya dan membuka tutup botolnya, di bantunya Ranu minum."Om, kita di mana?" Ranu bertanya, karena dia sangat asing dengan tempat ini."Kita sedang di rest area menuju ke Jakarta," jawab Aldi."Jakarta?" Anak kecil itu tampak memikirkan sesuatu, matanya berkedip dan itu membuat dirinya semakin tampak lucu. Meski pria, bulu mata Ranu persis Serena yang lumayan lentik dan panjang, rambutnya ikal dan sedikit panjang menyentuh telinganya, kulitnya putih bersih."Ranu punya uti di Jakarta, tapi mami belum pernah ajak Ranu ke sana," katanya. Ia ingat dengan Arman dan Yuni yang sering melakukan panggilan video dengan mereka."Ut
Bab 17"Takut?" tanya Serena, bukan hanya dia yang menoleh, tapi Aldi yang mendengarnya juga."Rumah ini besar sekali, Mi," jawabnya hingga membuat Serena terkekeh, sedangkan Aldi menghembuskan nafas lega, karena sempat berpikir dialah yang ditakuti oleh Ranu."Mami, kenapa ada foto besar, Mami di sini?" Serena yang sudah membawa Ranu di atas tempat tidur bertanya, dia di dalam walk in closet untuk memakai baju, sedangkan Aldi sudah keluar lebih dulu."Aku tunggu di meja makan!" Begitu tadi pesannya."I-iya, itu foto mami dulu sebelum Ranu lahir," jawab Serena. Dia keluar, karena sudah selesai, tinggal menyisir rambutnya saja.Setelahnya mereka keluar menyusul Aldi ke meja makan meski pria itu tak ada di sana. Mbok Darmi tersenyum menyambut mereka dan menarikkan kursi."Mbok, Ranu belum mandi sepertinya nanti saja kami sarapan," kata Serena.Ia pun beranjak ke kamar yang di tempati oleh Ranu, untung dia, membawa dua pasang baju, sehingga Ranu bisa berganti."Aku butuh dua orang u