Home / Romansa / Terjerat Pesona Istriku / 5 - Kenangan yang Kembali Menyala

Share

5 - Kenangan yang Kembali Menyala

Author: Sofia Saarah
last update Last Updated: 2025-06-19 11:51:50

"Tidak apa-apa, Jeeh. Kapan kamu akan pulang ke Indonesia?"

Suara Dewa terdengar santai tapi hangat di ujung telepon.

Dari seberang lautan, suara pria muda menjawab dengan nada rendah dan berkarisma, "Minggu depan aku akan pulang."

Dewa tertawa pelan. “Baiklah, anak bodoh. Mampir ke rumahku, oke?”

“Baik.”

“Aku pikir kau menikah dengan Veneza,” lanjut Jeeh tanpa ragu.

“Tidak. Sudah, lupakan.”

“Baiklah…”

“Kalau begitu, sampai jumpa.”

“Sampai jumpa.”

Jutaan mil jauhnya di pusat kota London, seorang pria tengah bersandar santai di balik kursi hitam kulit ergonomis. Ruangannya luas, dengan dinding kaca setinggi langit-langit yang menampilkan pemandangan kota yang sibuk. Interior ruang kerjanya modern, bernuansa charcoal dan krem, lengkap dengan rak buku, meja marmer gelap, dan tanaman hijau tropis di sudut ruangan.

Itulah Jeehangir Sagara Aurangzeb Hadisetyo.

Pria berdarah India-Inggris dari ibunya dan Indonesia dari ayahnya. Tinggi, tegap, dengan rahang tegas, mata tajam warna cokelat pekat, kulit bersih dan eksotis, serta tubuh proporsional hasil dari rajin nge-gym. Penampilannya memadukan aura aristokrat Eropa dan panasnya pesona Asia Selatan, visualnya bahkan melebihi sang sepupu, Dewa.

Di layar monitornya, satu jendela browser terbuka. Menampilkan halaman I*******m milik Sherine.

Tangannya menggulir mouse perlahan, menatap foto-foto Sherine yang terlihat seperti bidadari dunia nyata. Sekali-sekali ia menghela napas, seolah setiap gambar yang ditatapnya membawa sesal yang makin berat.

Ia terdiam, lalu berbisik pada dirinya sendiri, “Kamu tetap seindah dulu, bahkan lebih dari yang kuingat.”

Kenangan menyeruak. London, empat tahun lalu.

Mereka bertemu pertama kali di acara kampus. Sherine mengenakan blouse biru dan celana bahan putih, rambut panjangnya dibiarkan tergerai. Saat itu ia duduk sendiri di taman belakang fakultas, membaca catatan. Jeeh mendekat dengan alasan meminjam stabilo.

Sejak itu, mereka bersama. Tiga tahun hubungan kampus, penuh tawa, malam panjang, dan rencana-rencana masa depan.

Setelah Jeeh lulus, ia melanjutkan S2 di Inggris. Sherine menyelesaikan karier awalnya di Indonesia. Mereka menjalani LDR setahun penuh, saling kirim video call, voice note, dan paket kejutan. Tapi hubungan itu mulai retak. Waktu yang tak sinkron, zona waktu, dan ego masing-masing mulai merenggangkan jarak.

Sherine ingin kepastian.

“Menikahlah denganku, Jeeh. Empat tahun bukan waktu yang sebentar. Aku siap untuk menjadi istrimu.”

Tapi Jeeh... malah menarik diri.

“Aku gak mau menikah cuma karena waktu. Aku belum selesai mengejar diriku sendiri.”

Sherine menangis saat itu. Tapi tetap bertahan.

Namun ketika pertengkaran jadi rutinitas dan komunikasi makin hambar, Jeeh melontarkan kalimat yang memutus segalanya.

“Mungkin kita butuh waktu sendiri. Mungkin ini udah cukup. Kita akhiri saja hubungan ini.”

Seminggu kemudian, foto dirinya dengan seorang perempuan bule muncul di I*******m-nya. Mereka berdiri begitu dekat dan akrab dengan latar salju, dan caption yang berbunyi:

“Tak perlu mencari jika sudah ada yang membuat tenang.”

Itu membuat Sherine hancur. Ia memblokir semua kontak, menghapus semua foto, dan menghilang dari hidup Jeeh.

Di London, Jeeh menyesali semuanya.

Foto itu bukan tentang cinta, melainkan hanya pelarian.

Setelah kepergian Sherine, tak ada lagi kehangatan yang sama. Gadis lain datang dan pergi, tapi tidak ada yang menggantikan Sherine di ruang itu, di ruang hatinya.

Setahun setelah putus, ia pulang ke Jakarta.

Ia berdiri di depan rumah keluarga Ahlam, mengenakan jas hitam dan bunga mawar putih di tangan. Tapi ia tak pernah diberi akses masuk. Ia hanya disambut dingin oleh asisten rumah tangga mereka.

Setiap tahun, setiap kesempatan, Jeeh terus mencoba mengejar cintanya. Namun Sherine tak bergeming. Jangankan untuk menjalin kembali hubungan, sekadar menatapnya pun ia tak diberi kesempatan.

__

Suasana ruang VIP itu hangat dan hening. Dinding kayu berpadu dengan aroma teh hijau yang mengepul di antara mereka. Sherine duduk dengan tegak, menyuap potongan salmon sashimi pelan-pelan, tanpa benar-benar merasakan rasanya.

Dewa meletakkan ponsel di atas meja setelah menutup panggilan. Ia menyandarkan punggung ke kursi, memandang Sherine sambil menuangkan air putih.

“Itu Jeeh.” ucapnya tenang.

Sherine menghentikan sendok. Jari-jarinya menegang di atas mangkuk ramen. “Jeeh...?”

Suaranya lirih, tapi cukup terdengar.

Dewa mengangguk. “Iya, sepupu saya. Anak Om Arya.”

Wajah Sherine memucat sepersekian detik. Ia berusaha menelan keterkejutan itu secepat mungkin, menyeka keningnya yang tiba-tiba terasa dingin.

“Oh... begitu.” jawabnya, mencoba menjaga nada suaranya tetap netral.

Dewa tak mencurigai. “Minggu depan dia akan mampir ke rumah. Lagi ambil cuti dari kantornya.”

Sherine mengangguk pelan. Jemarinya kembali bergerak, tapi tak menyentuh apapun.

“Kamu bisa kenalan sama dia. Anak itu memang agak selengekan, tapi cerdas. Dulu bareng saya waktu kecil, dia sudah seperti adik sendiri.”

“Iya... boleh.”

Suaranya seperti bisikan. Senyumnya dipaksakan.

Namun di balik wajah tenangnya, Sherine berusaha menahan detak jantung yang mulai berpacu.

“Pasti banyak nama Jeeh di dunia ini. Pasti bukan dia. Pasti bukan… Jeehangir Sagara yang dulu menyakitiku begitu dalam…”

Tapi tubuhnya tahu lebih dulu daripada pikirannya. Nafasnya sedikit memburu. Dan untuk pertama kalinya sejak mereka duduk di meja itu, Sherine tak berani menatap suaminya.

Dewa menyadari perubahan kecil itu. Dahinya mengernyit pelan.

“Kamu kenapa?”

“Enggak... nggak apa-apa. Tadi mungkin kepanasan. Tehnya agak kuat.” jawab Sherine cepat, meneguk air putih sambil menarik napas panjang.

Dewa mengangguk, walau sorot matanya belum benar-benar lepas dari kecurigaan.

Sherine menunduk. Mangkuk di hadapannya sudah dingin. Tapi pikirannya lebih dingin dari apapun yang tersaji.

"Kalau kamu sudah selesai, kita bisa pulang sekarang?”

“Ten– tentu.”

Mereka bangkit dari kursi. Dewa membuka pintu VIP dengan satu tangan.

Namun langkahnya terhenti.

Ponsel Dewa kembali berdering.

Layar menampilkan nama yang biasanya membuat hatinya bergetar, tapi kini justru mulai terasa seperti beban. Veneza.

Dewa menarik napas dalam. Tangannya sempat ragu sebelum menyentuh layar hijau itu.

Sherine melirik sekilas, tapi cepat-cepat menunduk lagi. Hatinya menegang tanpa alasan yang jelas.

“Halo?” ucap Dewa dengan suara yang diusahakan tenang.

“Kamu tega sama aku, Dewa!!”

Suara Veneza meledak dari seberang sana. Histeris. Penuh luka.

Dewa mengepalkan rahang. Bahunya menegang. Satu tangan masuk ke saku celana, mencoba menjaga kendali.

Sherine diam. Tapi dalam diam itu, ia tahu…

Percakapan itu berkaitan dengannya.

Dan detik itu juga, satu kalimat kembali terngiang.

“Pernikahan mereka hanya formalitas.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Istriku   6 - Aku Tidak Boleh Mencintainya

    Cinta tak selalu datang dengan ketukan keras. Kadang ia hadir dalam diam, saat kau mencoba mengabaikannya. Dan itulah yang sedang di alami oleh sepasang suami istri yang telah berkomitmen untuk tidak saling jatuh cinta. Sherine melangkah keluar dari ruang VIP dengan dagu terangkat, namun hatinya terasa rapuh seperti kaca retak yang sewaktu-waktu bisa hancur hanya karena satu getaran. Tumit sepatunya beradu pelan dengan marmer dingin restoran, menciptakan gema yang seirama dengan denyut di dadanya yang mulai tak menentu. Ia tak ingin menunggu Dewa menyelesaikan telepon itu. Ia tak ingin mendengar suara wanita lain yang mungkin masih menguasai ruang terdalam hati suaminya. Dan ia... tak ingin terlihat cemburu. Namun nyatanya, dadanya nyeri. Dewa masih di dalam, berdiri bersandar di dinding ruangan VIP dengan ponsel menempel di telinga. Suara Veneza di seberang terasa seperti badai kecil yang berusaha menenggelamkan apa yang selama ini ia coba jaga tetap tenang. "Ada apa, Ven?" Suara

  • Terjerat Pesona Istriku   5 - Kenangan yang Kembali Menyala

    "Tidak apa-apa, Jeeh. Kapan kamu akan pulang ke Indonesia?"Suara Dewa terdengar santai tapi hangat di ujung telepon.Dari seberang lautan, suara pria muda menjawab dengan nada rendah dan berkarisma, "Minggu depan aku akan pulang."Dewa tertawa pelan. “Baiklah, anak bodoh. Mampir ke rumahku, oke?”“Baik.”“Aku pikir kau menikah dengan Veneza,” lanjut Jeeh tanpa ragu.“Tidak. Sudah, lupakan.”“Baiklah…”“Kalau begitu, sampai jumpa.”“Sampai jumpa.”Jutaan mil jauhnya di pusat kota London, seorang pria tengah bersandar santai di balik kursi hitam kulit ergonomis. Ruangannya luas, dengan dinding kaca setinggi langit-langit yang menampilkan pemandangan kota yang sibuk. Interior ruang kerjanya modern, bernuansa charcoal dan krem, lengkap dengan rak buku, meja marmer gelap, dan tanaman hijau tropis di sudut ruangan.Itulah Jeehangir Sagara Aurangzeb Hadisetyo.Pria berdarah India-Inggris dari ibunya dan Indonesia dari ayahnya. Tinggi, tegap, dengan rahang tegas, mata tajam warna cokelat pek

  • Terjerat Pesona Istriku   4 - Rumah yang Tak Bertuan

    Pagi belum sepenuhnya hangat, tapi dapur rumah besar itu sudah ramai oleh suara sayup-sayup.Bi Lilis, Una, dan Adji duduk di meja makan kecil di ujung dapur sambil menyeruput teh manis. Tapi bukan teh yang mereka nikmati, melainkan obrolan penuh tanda tanya yang menggantung sejak malam pertama sang majikan membawa istrinya ke rumah ini."Mas Dewa itu... sungguh beda ya. Masa pengantin baru tidurnya pisah kamar?” bisik Una sambil memotong buah.Bi Lilis mengangguk cepat. “Iya, padahal Mbak Sherine itu cantiknya... aduhai. Luar dalam.”Adji menyahut, “Saya aja yang cuma supir, kagum lihat Bu Sherine. Tapi kok bisa Mas Dewa gak tergoda?”“Kalau saya punya wajah secantik itu, pasti suami saya tidak akan keluar rumah 7 hari 7 malam” ujar Bi Lilis.“Mantanya Mas Dewa dulu, Mbak Veneza yang katanya super model itu. Perasaan gak secantik Mbak Sherine ya” timpal Una.“Jangan-jangan...” Tapi bisikan mereka terpotong suara langkah kaki.Sherine muncul dari arah tangga, mengenakan blouse putih

  • Terjerat Pesona Istriku   3 - Janji di Balik Tirai

    Langit malam menggantung kelabu, dan suara detak jam dinding terdengar makin nyaring di antara sunyi kamar. Dewa membuka mata perlahan.Cahaya remang dari lampu tidur membiaskan siluet Sherine yang tertidur di sisi ranjang, punggungnya membelakangi Dewa.Tanpa suara, Dewa bangkit. Kakinya menjejak lantai dengan hati-hati. Ia mengambil ponsel dari meja nakas, lalu melangkah ke balkon, membuka pintu kaca pelan agar tak menimbulkan suara.“Halo, Ven?” suaranya rendah, terdengar sedikit lelah.“Dewa! Dari mana saja kamu? Nomormu gak aktif dari tadi sore.”Nada suara wanita itu terdengar menuntut, namun terselip kecemasan di baliknya.Dewa menarik napas panjang. Kepalanya menunduk, tangan kirinya menggenggam pagar balkon yang dingin.“Maafkan aku… kamu tahu kan, hari ini... hari pernikahanku.”Ada hening beberapa detik.Lalu suara Veneza terdengar lebih tajam. “Dan kamu juga tahu bahwa itu hanya formalitas dua tahun. Itu janji kamu padaku. Kau ingat, kan, kenapa kau menikahi wanita itu?”D

  • Terjerat Pesona Istriku   2 - Malam yang Tak Direncanakan

    Teriakan Sherine bergema begitu nyaring, membuat Dewa langsung tersentak dari lamunannya. Tanpa pikir panjang, ia berlari ke arah pintu kamar mandi dan membuka pintunya dengan cemas.“Sherine?!” serunya panik.Begitu pintu terbuka, tubuh mungil itu langsung melesak ke dalam pelukannya. Tangannya melingkar di pinggangnya, wajahnya terbenam di dada bidang Dewa yang masih berdetak kencang sejak awal malam. Tubuhnya bergetar. Nafasnya tak teratur. Matanya ketakutan.Dewa mematung. Ia benar-benar tak siap untuk ini. Tubuh Sherine yang hanya terbalut handuk putih pendek nyaris tak menutupi pahanya membuat debar di dadanya melonjak tak beraturan.Wewangian dari kulit basah Sherine menyeruak, menciptakan badai kecil dalam pikirannya yang biasanya tenang.“Tenang… Sherine, ada apa?” gumam Dewa pelan, mencoba menyembunyikan kegugupan dalam suaranya.“A… ada kecoa…” jawab Sherine tergagap, masih menempel di tubuhnya.Dewa sempat menahan napas. “Kecoa?”“Coba saya lihat,” ucapnya, sambil perlaha

  • Terjerat Pesona Istriku   1 - Bukan Pernikahan Impian

    Kebaya putih rancangan desainer ternama itu membalut tubuhnya dengan sempurna fit, presisi, mengikuti setiap lekuk tubuhnya yang ideal, membentuk siluet feminin yang begitu menawan.Di depan cermin raksasa, Sherine berdiri dalam diam. Sorot matanya kosong. Untuk sesaat, ia seperti tidak mengenali pantulan dirinya sendiri. Wajah yang selama ini tampil sempurna di layar gawai jutaan orang, kini justru tampak asing.Mata hazel kehijauannya berkilau dalam balutan riasan sempurna. Kulitnya bersih dan bercahaya, seolah tak pernah disentuh kesedihan. Namun jauh di balik penampilan nyaris surgawi itu, hatinya tak ubahnya ruang kosong yang tak bersuara.Ia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Hari ini bukan tentang cinta.Bukan pula tentang impian pernikahan dalam dongeng masa kecil.Hari ini tentang... reputasi. Tentang rahasia yang harus dikubur dalam, dan hanya diketahui oleh dirinya, Dewa, dan Tuhan.Suara ijab kabul menggema dari balik dinding ballroom."Saya terima nika

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status