Share

Rahasia Lain

Penulis: THANISA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-05 15:19:19

Hening.

Ketegangan menggantung di udara seperti pisau yang siap menebas kapan saja. Diego Alvarez berdiri tegap di ambang pintu apartemen, tatapannya tajam menusuk langsung ke arah Leon Santiago. Tidak ada yang berbicara, tetapi setiap detik yang berlalu terasa begitu berat, membuat Elera tanpa sadar menggenggam erat koper di tangannya.

Leon tetap dalam posisi santainya, kedua tangan dimasukkan ke saku celana, tetapi Elera melihat sesuatu yang berbeda—rahangnya menegang, tatapannya lebih gelap dari biasanya.

Maya berdiri di samping Elera, menelan ludah dengan gugup sebelum akhirnya melangkah maju.

"Ayah…?"

Diego akhirnya mengalihkan pandangannya ke putrinya. Wajahnya tetap tenang, tetapi ada ketegasan dalam suaranya.

"Maya, sayang, aku akan menjelaskan nanti. Sekarang aku perlu bicara dengan Leon."

Maya mengernyit, jelas tidak puas dengan jawaban itu, tetapi akhirnya mengangguk. Tatapannya masih penuh tanda tanya, tetapi ia memilih untuk diam… untuk saat ini.

Diego kembali menatap Leon, lalu menggerakkan dagunya ke arah pintu.

"Di luar. Sekarang."

Leon tidak langsung bergerak, tetapi setelah beberapa detik, ia akhirnya berjalan melewati Diego lebih dulu, dengan langkah tenang namun pasti. Diego mengikutinya dengan langkah serupa, penuh otoritas.

Pintu tertutup.

Elera menghela napas panjang. Matanya langsung tertuju pada Maya, yang masih memandangi pintu dengan ekspresi tajam.

"Maya, ada sesuatu yang tidak kau ceritakan padaku, bukan?"

Maya berpaling, ekspresinya berubah lebih serius. "Bukan hanya aku, El. Ayah juga."

Elera semakin merasa tidak nyaman. Dia tidak suka rahasia, terutama jika itu menyangkut dirinya. Tetapi sebelum ia bisa menggali lebih dalam, pikirannya berpaling ke Leon dan Diego yang sekarang ada di luar apartemen.

~~~~~

Angin malam bertiup pelan, membawa hawa dingin yang kontras dengan ketegangan di antara dua pria yang saling berhadapan.

Leon menyandarkan punggungnya ke dinding, ekspresinya tetap datar, tetapi waspada. Sementara itu, Diego berdiri tegak dengan kedua tangan disilangkan di dada, matanya tidak lepas dari Leon.

"Kau benar-benar berani, Santiago."

Leon tidak bereaksi, hanya menunggu kelanjutan dari kata-kata itu.

"Kau membawa Elera ke dalam duniamu. Kau tahu betapa berbahayanya itu?"

Leon akhirnya berbicara, suaranya tetap rendah tetapi tegas. "Aku tidak berniat melibatkannya dalam masalahku."

Diego tertawa kecil, tetapi tidak ada humor dalam suaranya. "Oh, tapi dia sudah terlibat. Dan itu sepenuhnya salahmu."

Leon menggeleng pelan. "Dia terlibat karena dia menyelamatkanku."

Diego mengerutkan kening. "Dan kau membiarkan itu terjadi?"

Leon menatapnya tajam. "Aku tidak memiliki pilihan lain."

Keheningan kembali menggantung, hanya suara angin yang berbisik di antara mereka.

Diego akhirnya menghela napas panjang. "Apa kau tahu siapa sebenarnya Elera?"

Leon terdiam sesaat, tetapi akhirnya menjawab, "Aku tahu dia anak Rodrigo Vasquez."

Diego mengangguk. "Dan kau tahu apa artinya itu?"

Leon mengepalkan tangannya, menyadari arah pembicaraan ini.

"Sergio tidak akan membiarkannya hidup."

Diego mengangguk lagi. "Dan aku juga tidak bisa membiarkan dia hidup di bawah ancaman konstan seperti ini."

Leon menegang. "Maksudmu apa?"

Diego menatapnya tajam, penuh perhitungan. "Aku ingin dia pergi bersamaku."

Leon mengepal rahangnya. "Tidak."

"Leon. Ini bukan tawaran. Ini keputusan."

Leon melangkah lebih dekat, mata abu-abunya berkilat tajam. "Dan aku juga sudah membuat keputusanku, Tuan Alvarez."

Diego tidak bergeming. "Apa yang bisa kau tawarkan untuk menjamin keselamatannya?"

Hening.

Leon akhirnya mengembuskan napas panjang, matanya menajam. Dia tahu hanya ada satu solusi yang cukup kuat untuk menjamin keselamatan Elera di mata Diego.

Sesuatu yang sejak tadi malam sudah berputar dalam pikirannya.

Sesuatu yang akan mengikatnya dengan Elera lebih kuat daripada sekadar perlindungan biasa.

Dengan suara mantap, Leon akhirnya menjawab.

"Aku akan menikahinya."

~~~~~

Di dalam apartemen, Elera masih mondar-mandir, ekspresi wajahnya menunjukkan kekesalan yang jelas. Sementara itu, Maya duduk di sofa, menyilangkan tangan di dada, dan menatapnya dengan tajam.

"El, duduk dulu. Kau membuatku pusing."

Elera berhenti sejenak, mengembuskan napas panjang, tetapi tetap tidak duduk. "Bagaimana aku bisa tenang kalau mereka sudah berbicara selama ini di luar? Apa yang sebenarnya terjadi?"

Maya mengangkat bahu. "Harusnya aku yang bertanya itu padamu. Bagaimana kau bisa terlibat dengan pria seperti Leon Santiago? Dan lebih penting lagi…" Maya menyipitkan mata, suara penuh kecurigaan, "…bagaimana ayahku bisa tahu tentang dia?"

Elera terdiam, genggaman tangannya mengeras. "Aku tidak tahu bagaimana Om Diego mengenal Leon…"

Maya menaikkan satu alis. "Om Diego? Sejak kapan kau memanggilnya begitu? Kau selalu menyebutnya ‘Paman’."

Elera tersentak, menyadari kesalahannya, tetapi buru-buru mengabaikannya. "Bukan itu poinnya, Maya."

Maya menatapnya lekat, seakan mencoba membaca pikirannya. "Baiklah, lalu aku ulangi pertanyaanku. Bagaimana kau bisa mengenal Leon?"

Elera menggigit bibirnya, ragu-ragu, tetapi akhirnya menjawab, "Aku tidak mengenalnya sebelumnya. Aku hanya menolong seseorang yang terluka."

Maya menyilangkan kaki, matanya penuh skeptisisme. "Menolong seseorang yang terluka? Itu saja?"

Elera mengangguk, berusaha mempertahankan ekspresi tenangnya. "Ya, aku hanya seorang dokter, Maya."

Maya menghela napas panjang. "Kau memang seorang dokter, tapi aku mengenalmu lebih dari itu, El. Kau bukan tipe yang tiba-tiba menyeret dirimu ke dalam situasi yang berbahaya—kecuali jika ada sesuatu yang lebih besar dari itu."

Elera mengalihkan pandangannya, tidak ingin bertemu dengan mata tajam Maya.

Maya mendesah, bersandar ke sofa sambil memainkan ujung rambutnya, sebelum akhirnya berkata dengan suara lebih rendah, "Baiklah, kalau kau tidak mau cerita sekarang, aku tidak akan memaksamu."

Elera akhirnya menoleh, sedikit terkejut dengan respon Maya yang lebih lunak dari yang ia kira. "Maya…"

Maya mengangkat tangan untuk menghentikannya. "Tapi aku akan mencari tahu sendiri. Dan aku yakin ayahku juga menyimpan sesuatu dariku."

Elera kembali terdiam. Ia tahu Maya tidak akan berhenti sampai mendapatkan jawaban yang ia inginkan.

Dan itu… bisa jadi masalah besar.

Sementara itu, di luar apartemen…

Leon dan Diego masih berdiri berhadapan, udara di antara mereka terasa semakin berat.

Leon menatap tajam pria yang berdiri di hadapannya, sementara Diego tetap memandangnya dengan ekspresi tenang tetapi penuh otoritas.

"Apa kau yakin kau bisa menjaganya?" Diego akhirnya bertanya, suaranya terdengar seperti ujian terakhir.

Leon tidak ragu saat menjawab. "Aku tidak pernah mengatakan sesuatu yang tidak bisa kutepati."

Diego masih belum puas. "Kau tahu siapa dia. Dan kau tahu siapa ayahnya."

Leon mengangguk. "Ya, dan aku juga tahu Sergio akan mengincarnya."

Diego menajamkan tatapannya. "Itu sebabnya aku ingin dia pergi bersamaku."

Leon tersenyum tipis, tetapi penuh tantangan. "Dan itu sebabnya aku tidak akan membiarkannya pergi."

Diego tidak menjawab segera. Ia hanya menatap pria yang berdiri di hadapannya dengan sorot mata yang sulit diartikan.

Leon tahu bahwa pria ini bukan seseorang yang bisa dipermainkan. Tetapi ia juga bukan seseorang yang bisa ditundukkan dengan mudah.

Hening kembali menyelimuti mereka.

Lalu, akhirnya…

Diego menghela napas panjang, lalu berkata dengan suara lebih rendah.

"Aku akan memberimu kesempatan, Santiago."

Leon menyipitkan mata. "Maksudmu?"

Diego menatapnya lama sebelum akhirnya berkata, "Aku akan melihat bagaimana kau menangani ini. Tetapi jika kau gagal menjaga Elera, aku sendiri yang akan membawanya pergi."

Leon tidak bereaksi berlebihan, hanya mengangguk pelan. "Baik."

Diego masih menatapnya beberapa detik, lalu akhirnya berbalik dan berjalan kembali ke apartemen.

Leon tetap berdiri di tempatnya, mata abu-abunya sedikit berkilat di bawah cahaya lampu jalan.

Kesempatan, huh?

Dia tidak akan menyia-nyiakannya.

Dan sebelum semua ini berakhir…

Dia akan memastikan Elera tetap berada di sisinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Serangan Sunyi

    Pagi hari setelah malam yang tenang itu, mansion terlihat seperti biasanya—dengan cahaya matahari masuk dari kaca jendela besar, suara burung, dan aroma kopi dari dapur. Tapi di ruang kontrol kecil tersembunyi di lantai bawah tanah mansion, layar-layar CCTV menampilkan sesuatu yang membuat dahi Dante berkerut.“Ada pergerakan tak biasa di sektor timur,” ucapnya tegas, menunjuk layar di mana satu kendaraan tak dikenal muncul dua kali dalam seminggu, lalu menghilang sebelum bisa dipastikan identitasnya.Rafael berdiri di belakangnya. “Koordinat pelacakan GPS sudah kami tempelkan ke mobil itu semalam saat tim pengintai menemukan mereka parkir di pom bensin. Kita bisa tarik data lengkap hari ini.”Dante mengangguk. “Dan kita butuh tim diam-diam untuk menyusup ke pelabuhan tua malam ini. Mereka bersembunyi di tempat yang tidak asing.”Rafael hanya menjawab, “Sudah dikirim. Kita mulai dari akar.”~~~Di sisi lain kota, di gudang terlantar dekat pelabuhan, seorang pria bertubuh kurus dengan

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Rumah Hangat

    Matahari mulai merunduk ke ufuk barat saat mobil keluarga mereka melaju pelan memasuki gerbang mansion. Lampu-lampu taman mulai menyala lembut, menyambut kedatangan Leon, Elera, dan Alva yang tampak sangat antusias menceritakan semua hal yang terjadi hari ini.“Terus… terus, pas temen Alva didorong sama anak lain, Alva langsung bilang, ‘hei jangan gitu, kita harus main baik!’ tapi dia malah dorong Alva balik, Mama!” Alva mencerocos dari kursi belakang, tangannya ikut bergerak seolah sedang menceritakan adegan aksi.Leon melirik ke kaca spion dan tertawa kecil. “Anakku sudah jadi diplomat kecil ya?”“Diplomat dengan sedikit jurus dorongan, mungkin,” gumam Elera sambil mengusap kepala Alva dengan lembut. “Tapi kamu hebat, sayang. Kamu berani membela yang benar.”Saat mereka masuk rumah, suasana terasa hangat dan nyaman seperti biasa. Lampu-lampu gantung menciptakan cahaya keemasan di langit-langit, dan aroma harum dari dapur sudah tercium. Rafael dan beberapa staff sudah bersiap menyamb

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Tangan yang Menenangkan

    Suasana bangsal anak berubah ramai. Tawa dan suara riuh bocah-bocah memenuhi ruangan. Alva berada di tengah-tengah lingkaran anak-anak yang lebih besar darinya. Ia tak terlihat canggung. Justru dengan keberanian polosnya, ia menjadi penengah ketika dua anak mulai beradu argumen soal giliran bermain.“Enggak boleh rebutan gitu! Kalau kamu marah, temen kamu juga jadi sedih,” kata Alva sambil memegang lengan masing-masing anak.Anak-anak itu tampak terkejut—mereka lebih tinggi, lebih besar, tapi tetap menurut. Salah satu mengangguk malu, dan yang lain langsung minta maaf.Leon yang menyaksikan dari kejauhan hanya bisa menahan napas. Matanya tak beralih sedetik pun dari sosok kecil itu. Sekali lagi, Alva menunjukkan bahwa ia dibesarkan dengan prinsip—meskipun tubuhnya mungil, hatinya besar.Namun detik berikutnya, seorang anak laki-laki yang tampaknya sedang kesal mendorong Alva cukup keras hingga bocah itu jatuh terduduk.Leon sontak berdiri, tubuhnya refleks menegang. Sorot matanya beru

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Seperti Hari Biasa, Tapi Tidak Sepenuhnya

    Udara pagi itu cerah, dengan langit biru pucat yang bersih dan angin sejuk yang menyapa setiap dedaunan. Di halaman belakang mansion, Alva sedang bermain gelembung sabun bersama Rafael yang, meskipun berpakaian serba hitam seperti biasa, kini lebih terlihat seperti “om favorit” daripada bodyguard yang ditakuti.“Lihat, Om Rafael! Gelembungku sampai ke langit!” seru Alva sambil tertawa, mengejar gelembung-gelembung yang beterbangan.Rafael hanya tersenyum kecil. “Awas jangan sampai jatuh, Komandan.”Sementara itu, dari dalam rumah, Elera memperhatikan mereka dari balik jendela dapur sambil menyuap sesendok yogurt ke mulut. Wajahnya damai, mata masih mengantuk, tapi bibirnya melengkung dalam senyum.“Ini yang namanya hidup,” gumamnya pelan, sebelum Leon melingkarkan lengan dari belakang dan mencium bahunya.“Kamu kelihatan cantik bahkan pas belum cuci muka,” bisik Leon.Elera mendengus tertawa, “Bohongmu pagi-pagi udah aktif ya.”“Bukan bohong, itu afirmasi,” jawab Leon, menarik wajahny

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Bayangan Tak Terduga

    Hujan gerimis turun membasahi halaman depan mansion Santiago, membentuk pola-pola kecil di atas batu alam yang mengilap. Elera duduk di ruang keluarga bersama Alva, membacakan buku cerita sambil bersandar pada sofa empuk, jari-jarinya membelai rambut anak itu lembut. Leon baru saja naik ke lantai atas untuk mengganti pakaian setelah pulang dari rumah sakit cabangnya yang bermasalah.Semua tampak tenang. Terlalu tenang.Lalu…BRAK!Suara keras dari gerbang utama mengguncang seluruh rumah.Elera langsung berdiri, meraih Alva ke dalam pelukannya. Beberapa detik kemudian, Rafael dan dua bodyguard lainnya sudah berlari ke arah sumber suara. Melalui layar monitor di ruang kontrol, terlihat jelas—sebuah mobil tak dikenal dengan pelat nomor palsu menabrak gerbang depan dan berhenti begitu saja.Leon yang mendengar kegaduhan langsung turun, kini sudah berganti pakaian dan memasukkan pistol kecil ke balik pinggangnya. Matanya mencari Elera dan Alva dengan gelisah, dan sedikit lega saat melihat

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Hati yang diajari memaafkan

    Setelah situasi di ruang bermain mereda, Alva menggenggam tangan Rafael dengan semangat. “Om Rafael, yuk kita bawa mainan ini ke bangsal anak-anak! Biar mereka juga bisa main,” ujarnya penuh antusias.Rafael tersenyum hangat, menuruti permintaan si kecil itu. Bersama-sama, mereka mengangkut kotak-kotak mainan penuh strategi dan permainan perang yang sebelumnya dibawa Maya dan Kai. Ketika mereka sampai di bangsal anak-anak, Alva langsung menyebarkan mainan dengan cekatan, mengajak anak-anak yang sedang dirawat untuk bergabung bermain.“Lihat nih, mainan baru!” seru Alva sambil menunjuk ke arah para pasien kecil yang mulai tersenyum dan bersemangat.Para perawat yang mengawasi bangsal itu ikut tersenyum, melihat betapa Alva mampu membawa keceriaan di tengah ruang perawatan yang biasanya sunyi. Bahkan beberapa anak yang biasanya pemalu mulai berani bermain dan tertawa bersama.~~~Sementara itu, di rumah, Leon baru saja selesai berbicara dengan salah satu staf cabangnya yang mengabarkan

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Saat Hening di Antara Kita

    Malam itu, rumah Santiago terasa sunyi setelah tawa dan riuh Family Day menghilang. Elera dan Leon duduk berdampingan di ruang keluarga, lampu temaram menebar kehangatan di antara mereka. Mata Leon menatap dalam ke mata Elera, penuh rasa syukur dan kasih yang tak terucap.“Alva sudah tidur, akhirnya,” bisik Elera sambil tersenyum lelah.Leon mengangguk, lalu meraih tangan Elera, menggenggamnya erat. “Hari ini aku lihat kamu jadi ibu yang luar biasa. Aku… bangga padamu.”Elera merasa hangat merambat dari ujung jari sampai ke dada. Ia menyandarkan kepala pada bahu Leon, merasakan detak jantungnya yang tenang dan pasti.Tanpa kata, Leon membelai rambut Elera perlahan, lalu bibirnya menyentuh pelipisnya, lembut dan penuh cinta. Sentuhan itu mengundang getar halus di tubuh Elera, seperti percikan api kecil yang menari di antara mereka.Malam menjadi saksi bisu saat mereka saling mengungkapkan rindu yang selama ini tersembunyi di balik kesibukan dan tawa sehari-hari. Leon merangkul Elera de

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Presiden Dinosaurus dan Janji yang Tak Tergantikan

    Udara malam mulai terasa lebih sejuk ketika Elera dan Leon masih duduk di teras belakang mansion, menikmati ketenangan setelah hari yang penuh tawa. Di pangkuan Leon, Alva masih tertidur lelap, meskipun tubuh mungilnya sesekali bergerak gelisah.“Kalau bisa aku bekukan waktu,” bisik Leon pelan, “aku ingin saat ini bertahan selamanya.”Elera menoleh pelan, menatap wajah suaminya yang sedang menatap anak mereka. Wajah sang mantan raja bisnis abu-abu itu terlihat damai, nyaris polos. “Kau sudah melindungi terlalu banyak hal, Leon. Sudah saatnya kau juga menikmati hasilnya.”“Kau, Alva… kalian hasil terbaik dalam hidupku.”Belum sempat Elera membalas, suara lirih keluar dari mulut Alva yang masih terpejam.“Jangan lupakan suara rakyat… presiden dinosaurus harus kasih es krim gratis tiap hari…”Elera menahan tawa, Leon mengangkat alis sambil menahan diri agar tak tertawa terbahak. “Dia kampanye dalam mimpi?”“Sepertinya dia sedang menyusun kabinet impian,” gumam Elera geli. “Semoga Rafael

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Simfoni dalam Diam

    Langit sore perlahan memudar ke jingga keemasan saat mobil hitam mengantar Elera, Alva, dan Rafael kembali ke mansion. Alva tertidur dengan senyum di wajahnya, kepalanya bersandar pada lengan Elera, bibir mungilnya masih menggumam kata-kata tentang “operasi serangan rahasia” dan “komandan Rafael.”Elera membelai rambut putranya dengan lembut. Hari ini... terasa seperti mimpi yang dijemput paksa dari kenyataan. Jauh dari luka. Jauh dari rasa bersalah. Sejenak, dia hanyut dalam keheningan indah itu.Namun saat mereka tiba di mansion—dengan lampu-lampu taman mulai menyala perlahan—Elera melihat siluet Leon berdiri di balkon lantai atas. Matanya menatap lurus ke arah mobil mereka, tubuhnya tegak namun bayangan di wajahnya... tidak tenang.Seolah dunia lain telah mulai menagih kehadirannya kembali.~~~Leon berdiri membelakangi jendela besar, memandangi kegelapan luar. Hanya segelas bourbon yang belum tersentuh di meja kayu di depannya. Dante muncul dari lorong gelap, tanpa suara.“Dia sud

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status