Taksi yang melaju mulus menyusuri jalan lumayan kecil akhirnya berhenti. Jennifer menghela napas satu kali, lalu membuka pintu taksi dan turun. Setelah kakinya menjejal aspal yang terasa asing, tiba-tiba tubuhnya menegang.Harus ia akui, ia sangat gugup. Berjumpa dengan seseorang yang selama puluhan tahun tidak pernah bertemu memang akan membuat sekujur badanmu kaku.Sejujurnya untuk mencapai tempat ini, hanya dibutuhkan waktu dua puluh menit dari pusat kota. Namun karena tempat tinggal Jennifer sekarang berbeda, ia harus menempuh selama hampir satu jam untuk kemari.Tangan kanan Jennifer meremas secarik kertas yang berisikan sebuah alamat. Tak salah lagi, pasti ini rumahnya. Batin Jennifer.Sebelum masuk ia mengamati suasana hening dari luarnya. Rumah dengan lebar hanya 4,5 meter, namun tinggi. Jennifer bisa menebak bahwa rumah di depannya sekarang memiliki dua lantai. Terlalu besar jika dihuni untuk satu orang saja.Jennifer memberanikan diri untuk melangkah. Meskipun antara kegugup
Shada menguap dan meregangkan badan sewaktu mentari pagi menyambutnya hangat. Ia langsung melihat ke arah jendela di hadapannya yang tirainya telah disingkap oleh entah siapa. Yang jelas ketika bangun, dirinya sudah tak mendapati Malta dan Ruth di sisi tubuhnya.Kedua mata Shada mengerjap sewaktu mengalihkan pandang ke jam weker di meja di dekatnya, lantas melenguh kesekian kali semenjak semalam pindah kemari.Shada terdiam, mengumpulkan nyawa dan minat untuk bangkit dari kasur yang seakan menjeratnya. Di waktu begini seharusnya ia telah tiba di kantor mengenakan setelan blouse rapi serta mengerjakan apapun yang Demian perintahkan. Walaupun Demian, pimpinan sekaligus pacarnya—ia sudah menganggapnya sebagai kekasih, selalu memberi toleransi tugas kepadanya. Contohnya saja jika pria tersebut tahu Shada kelabakan saat mengerjakan suatu pekerjaan, maka Demian dengan sangat rendah hati membantu menyelesaikannya.Mengingat hal tersebut membuat Shada menghela napas kasar sekali lagi. Bagaima
Demian melangkah mendekat. Dengan tatapan nanar, ia memandang Shada melalui kaca jendela dengan sedih."Shada, aku mau bicara," ucapnya.Meskipun keduanya sama-sama tak bisa mendengar dengan jelas akibat terhalang oleh kaca jendela yang membuatnya kedap suara, tetapi baik Shada maupun Demian dapat mengerti melalui membaca gerak mulut mereka masing-masing.Shada menggeleng kuat-kuat. Ia meyakinkan diri sendiri bahwa ia tak mau bertemu dengan si pembunuh neneknya. Shada masih kecewa dengan sikap Demian yang tidak terus terang kepadanya. Apalagi, pikirannya mengatakan bahwa Demian selama ini mendekatinya hanya karena rasa bersalah yang dipikul oleh pria itu.Padahal teh chamomile buatan Ruth telah sukses membuatnya lebih rileks. Namun, suara serta kemunculan Demian kembali membuat sekujur tubuhnya kaku dan membeku."Shada, please… kumohon. Sepertinya ada yang salah. Kenapa kau pergi dariku?" paparnya memelas.Shada hanya membisu, menggeleng dan menatap tajam ke arah Demian. Setelahnya wa
Shada mendongak, lalu berusaha menahan sikap ibunya tersebut. "Aku rasa apa yang dikatakan Demian pasti ada benarnya.""Mari kita dengarkan penjelasan Demian sampai akhir," imbuhnya sambil terisak.Malta sedikit mendengus kesal. Perkataannya dipotong seenaknya oleh anaknya sendiri. Shada dan Malta kemudian menatap Demian lagi. Memberi kesempatan pada pria itu untuk melanjutkan ceritanya.Sejenak Demian menyelisik mimik wajah dua wanita di hadapannya. Ia sedang mencari tahu apakah Shada dan Malta bisa percaya padanya."Aku dan nenek sempat mengalami perdebatan panjang. Aku menolak, sementara nenek bersikukuh dan selalu membujukku. Apalagi waktu itu aku adalah vampir baru, jadi butuh niat serta keyakinan yang kuat untuk menolaknya. Meskipun secara batin dan mental sangat menyiksa."Demian menggeleng, lantas meraup oksigen sebanyak-banyaknya dari sekitar. Kedua matanya sudah panas akibat air mata yang mendesak keluar lagi."Kemudian, tiba-tiba hatiku merasa iba melihat kesakitan yang ter
Max berjalan cepat menuju kantin. Lebih tepatnya ia sedang mencari seseorang di sana. Barusan ia mendatangi Leo di ruangan pria tersebut, namun hasilnya nihil. Max tak mendapati Leo.Setelah beberapa karyawan memberitahu jika Leo pergi bersama Ruth, amarah Max tersulut begitu saja. Ia yang tadinya fokus mencari Leo jadi terganggu setelah mendengar nama Ruth masuk ke dalam gendang telinganya. Kenyataan bahwa Ruth menghalangi rencananya dengan mengambil CCTV, apalagi wanita itu bukan manusia. Melainkan sosok monster seperti Demian yang paling ia benci.Sesudah kedua mata birunya berhasil menangkap orang yang ia cari, maka Max bertekad kuat melangkah menghampiri mereka.Lalu tiba-tiba netranya terganggu dengan adegan Ruth yang mencium sebelah pipi Leo. Langkah Max sempat terhenti karena terkejut.Apa mereka memiliki hubungan khusus? Batinnya bertanya-tanya.Max semakin mengeratkan kepalan tangan di sisi tubuhnya. Selama ini kinerja Leo baik dan ia sangat menyukai pekerjaan pegawainya itu
"Kenapa kau ada di sini?!" Ruth menggeser tubuh menjauh, meski sekarang kedua kakinya hanya menapak pada lonjor besi yang melintang di pembatas balkon. Matanya melotot tak percaya."Sudah kubilang kan, aku mencintaimu." Ada getaran di suara pria tersebut.Buru-buru Ruth menggelengkan kepala. "Tidak! Tidak mungkin! Sekarang kau sudah tahu siapa aku sebenarnya! Menjauhlah dariku!"Leo yang ada di hadapannya justru mendesah berat. Ia menunduk singkat dan memperbaiki posisi kacamata, lantas mendongak menatap Ruth demi meyakinkan wanita itu."Lalu kenapa kalau kau vampir? Aku bahkan tidak peduli," lirihnya kemudian."Kau harusnya peduli! Aku tidak mungkin bisa bersama manusia, apalagi kau!" balas Ruth agak histeris. Maklum, ia masih terpukul dan terlewat sedih."Tidak. Kau juga belum mengenal baik aku. Mari kita hidup bersama, Ruth." Mula-mula Leo mengulurkan tangannya kepada Ruth.Ruth mengerjapkan kedua matanya cepat. Napasnya tiba-tiba sesak dan berat. Tidak, tidak mungkin semudah ini.
Shada mengerjap cepat. Kedua matanya bergerak bingung dengan kehadiran Ruth di sana. Bukan hanya itu saja, Ruth juga membawa serta Leo di rumah keluarga Elliot.Bukannya Shada lupa jika Ruth juga merupakan anggota keluarga itu. Tetapi Ruth bahkan belum bercerita kalau wanita tersebut juga kemari.Tidak, Ruth tidak salah. Shada sendiri tidak cerita bahwa dirinya akan pergi ke rumah keluarga Elliot pagi ini.Dengan mulut yang masih ternganga, Shada menunjuk Ruth dan Leo secara bergantian. "Kalian…"Ruth tergelak, kemudian maju selangkah mendekati Shada yang masih mematung. Mula-mula ia melebarkan kedua tangannya riang."Ya, kami di sini! Hahaha, maaf telah mengejutkanmu, Shada!" kikik Ruth dengan mendaratkan sebuah tepukan di bahu Shada.Shada masih terpegun. Kemaren Ruth memang mengutarakan jika Leo dan wanita itu akhirnya resmi menjalin hubungan. Namun menyaksikan mereka berada di rumah Elliot pagi ini sangat mengejutkannya.Jangan bilang jika Ruth membawa Leo kemari karena akan melanj
Sosok yang ada di dalam ruang itu termangu sesaat, kemudian melepas sebuah seringaian yang menyebalkan. Sebelah tangan sisi kanannya langsung bergerak menyembunyikan sesuatu.Namun hal tersebut tak lepas dari pantauan kedua mata awas milik Demian. "Cepat jawab! Apa yang kau rencanakan di sini?!" murkanya.Demian marah memergoki orang lain yang bukan keluarganya masuk ke dalam ruang paling rahasia di rumah ini. Dan sadarlah ia bahwa orang itu pasti sengaja mendekati Ruth untuk tujuan hari ini. Sialnya, Demian tak bisa membaca apapun dari pria di hadapannya sekarang. Bagai sebuah kotak hitam yang tertutup rapat."Kau benar-benar akan mati di sini!" geram Demian tersulut emosi.Mula-mula Leo mengangkat kedua tangannya yang sudah kosong ke atas kepala. "Eitsss, santai dulu. Kita bisa bicarakan ini secara baik-baik, bukan?" Salah satu alisnya terangkat, membuat Demian semakin kesal."Langsung bicara intinya. Apa yang sudah kau curi dari ruang ini? Cepat kembalikan atau nyawamu akan melayan