Share

6. Solusi Arya

Author: Rinai Hening
last update Last Updated: 2025-06-02 14:44:34

"Kok elo bangsat banget sih jadi laki, Ar?" pekik Ronald dengan rahang mengetat. "Ya elo tanggung jawab lah, Bego, masa mau enaknya doang? begitu hamil malah elo paksa gugurin. Otak lo jatuh dimana sih?" Ronald berkacak pinggang sambil menggelengkan kepala.

"Gue nggak akan maksa Alisha. Gue bakal ngajak dia diskusi dulu tentang ini, siapa tau dia juga setuju sama usulan gue. Apalagi kandungannya masih kecil, pasti lebih mudah digugurin." Arya menjambak rambutnya yang sedari tadi sudah acak-acakan. Entah karena terlalu banyak pikiran atau memang dia sudah tak punya jalan keluar lain sebagai pilihan.

"Astaga , elo kalau mau bikin dosa jangan ngajak-ngajak gue!!" Ronald bergidik ngeri. Dosanya sudah menumpuk cukup banyak, jadi ia benar-benar tak ingin terlibat lagi dengan dosa orang lain meskipun itu sahabat dekatnya sendiri.

"Gue nggak ngajakin elo. Gue cuma minta tolong," seru Arya hampir putus asa. "Gue cuma minta nomor HP orang yang jualan pil-pil yang kata lo itu."

“Itu sama aja gue kecipratan dosanya bego.”

“Gue yang tanggung dosanya!”

“Elo malaikat? malaikat aja ogah kali deket-deket kita, eh … elo,” sahut Ronald mencoba menolah permintaan Arya.

“Terus gue harus gimana lagi, Ron?”

“Ya tanggung jawab dong, Alisha minta nikahin ya nikahin lah.”

Andai solusinya semudah itu. Tapi Arya punya pemikiran lain, yang tak semudah itu.

“Alisha masih kuliah, Kha. Gue juga baru lulus, belum ada kerjaan tetap. Belum lagi tuntuta bokap nyokap yang harus kelarin S2 sebelum masuk ke perusahaan.”

Ronald mendekat dan menepuk pundak sahabatnya. “Banyak kok yang udah nikah meskipun masih belum kelar kuliah. Alisha pinter, dia pasti nggak akan kesulitan ngejar kuliahnya. Elo juga anak sultan yang duitnya nggak akan habis dimakan tujuh turunan tujuh tanjakan. Jangan pake alasan belum kerja segala buat ngelak dari tanggung jawab. Apa bakar tuh saham yang udah atas nama lo sejak lahir?”

“Nggak semudah itu juga, Sat! Bokap nyokap gue bakalan kena serangan jantung kalau tau gue hamilin anak gadis orang. Belum lagi gue yang bakalan dihajar habis-habisan sama dua kakak gue. Elo kayak nggak tau Mas Seno aja deh, pistol dia bisa aja mecahin kepala gue kalau berita Alisha hamil sampe kedengeran.”

“Elo takut digebukin atau takut miskin sih sebenernya?”

Memang itulah hal yang paling ditakutkan oleh Arya sebenarnya. "Dua-duanya, Ron. Kalau gue didepak sama bokap, gue jatuh miskin, terus jadi gembel, lalu siapa yang bakal biayain Alisha dan bayinya?"

"Itu bayi lo juga, Kampret!"

"Maksud gue gitu, Ron. Terus kalau gue digebukin Mas Seno atau Mas Awan sampe tinggal nama gimana? siapa juga yang bakalan ngurus Alisha dan bayinya? Jadi menurut gue, udah paling bener kalau digugurin aja sebelum merugikan banyak pihak. Belum lagi nama besar bokap gue yang jadi taruhannya," seru Arya mulai mendoktrin Ronald dengan kalimat-kalimatnya.

"Nggak nyangka elo setega itu sama cewek." Ronald tersenyum miris. Tapi memang kalau dipikir-pikir, reputasi keluarga Dwisastro pasti akan hancur lebur jika nanti penerusnya malah ketahuan menghamili seorang gadis dan enggan bertanggung jawab seperti ini.

"Gue speechless ngadepin manusia modelan kayak elo, Ar." Masih menggeleng pelan, Ronald akhirnya mengelurkan ponsel dari saku jaketnya. Lalu menarikan jemarinya sesaat untuk mencari sebuah nama di kontak yang tersimpan di gawai tersebut.

Mendadak saja Ronald dihinggapi penyesalan pernah bercerita pada teman-temannya perihal penyewa di apartmentnya yang ternyata berjualan obat-obatan herbal yang belum memiliki ijin resmi. Hal tersebut ia ketahui karena Johan sendiri yang memberitahunya tentang betapa banyak gadis muda dan pasangannya yang mendatanginya untuk membeli obat penggugur kandungan.

"Thanks," jawab arya tanpa perlu repot menoleh, karena ia sedang sibuk menyimpan nomor baru ke dalam ponselnya.

"Elo gila, Arya!"

"Gue bakalan jadi beneran gila lagi kalau ngaku udah hamilin Alisha di depan keluarga gue, Kha."

***

"Sha, mata kamu kok bengkak gitu sih? nangis?" Marissa keheranan begitu melihat ada yang berbeda di wajah Alisha.

"Eh, masa sih bengkak?"Alisha yang sebelumnya menunduk langsung mengusap kedua mata dan pipinya yang memang masih sembab akibat tangisannya semalam. "Nggak ah, Kak. Efek begadangin tugas aja semalam nih, bejibun banget," lanjutnya lagi setelah menemukan alasan.

"Emang masih banyak aja tugasnya?" Marissa sedikit keheranan, karena mahasiswa sepandai Alisha tak biasanya mengeluh karena tugas kuliah seperti ini.

"Banyak banget, Kak. Tau tuh, dosen baru tegaan bener kalau kasih tugas nggak kira-kira," Alisha meringis salah tingkah mendengar kebohongan yang keluar dari mulutnya sendiri.

"Masa sih?"

Alisha mengangguk mantap. "Eh, Kakak ada apa? tumbenan ke kamar aku pagi-pagi, mana udah rapi banget gini."

"Aku udah mulai pelatihan hari ini, jadi emang berangkat pagi. Mau ngasih tau juga kalau aku bakalan nginep di mess mereka sampe dua minggu ke depan," jawab Marissa dengan wajah berbinar.

Marissa memang baru saja lolos bekerja di salah satu perusahaan BUMN, dan mulai hari ini ia akan mengikuti pelatihan hingga beberapa hari ke depan.

"Nggak masalah kan kamu sendirian dulu?"

Alisha berdecak sekilas. "Kakak apaan deh, kayak yang aku takut sama demit aja."

"Ya kali aja, Sha."

"Nggak akan lah, palingan juga demitnya yang takut sama duluan aku, Kak," serunya tergelak kecil. "Kak Marissa nggak perlu khawatir."

"Ke kamu sih nggak khawatir, Sha. Khawatirnya malah ke Arya aja," Marissa menepuk pundak Alisha sembari terkekeh. "Khawatirnya kalau dia makin rajin ke sini nyamperin kamu yang lagi sendirian, kamu ati-ati aja kalau berduaan sama dia. Takutnya kalian khilaf," gelak tawa Marissa lembali meledak.

Alisha sontak menunduk dalam. Ia dan Arya memang pernah khilaf, dan hasilnya benar-benar di luar prediksi mereka. “Nggak akan, Kak.”

‘Jangan sampai terulang lagi,’ lanjut Alisha dalam hati.

Dering ponsel milik Marissa menjeda obrolan mereka berdua.  “Eh, bentar, Sha. Ini si Rakha nelpon. Pasti udah di bawah,” seru Marissa mengedipkan sebelah mata.

“Iya, Sayang … oke-oke, aku udah siap kok ini. Oh ke bawah aja, oke, otw…” Marissa beralih berbincang dengan ponsel yang masih menempel di telinganya.

“Sha, aku ke bawah duluan ya. Rakha udah jemput tapi nggak bisa naik.” Marissa gegas bangkit lantas berjalan keluar dari kamar Alisha. “Kamu ada kuliah kan hari ini?”

Alisha hanya menganggukkan kepala tanpa mengeluarkan suara. Gadis itu mengekor di belakang Marissa sambil memperhatikan teman satu apartmennya itu yang hendak berangkat.

“Buruan siap-siap, kata Rakha barusan dia lihat mobil Arya belok ke basement. Pasti mau nganter kamu ke kampus,” sambung Marissa masih sibuk dengan barang bawaanya. Tak banyak memang, hanya koper berukuran sedang dan satu tas ransel kecil yang sudah menggantung di punggungnya.

“Mas Arya?”

“Iya, Arya pacar kamu. Arya siapa lagi emang kalau bukan si manja itu.”

“Tapi kuliahkku masih siang, Kak—” belum sempat Alisha menuntaskan kalimatnya. Sosok yang baru saja disebut Marissa sudah ada di depan pintu apartment bersamaan dengan Marissa yang hendak keluar.

“Naaah, ini dia orang yang barusan diomongin ternyata udah dateng. Masuk aja lo, Ar, gue cabut duluan ya!” pekik Marissa tersenyum lebar saat melihat sosok Arya. Tak berniat berbasa-basi lama, Marissa segera berlalu dan tak menoleh lagi pada Arya maupun Alisha.

Arya menggeleng pelan seolah Marissa adalah makhluk kasat mata yang tak terlihat olehnya. “Sha, siap-siap gih, kita ke kampus, sekalian aku mau lanjut ngomongin rencana kita yang kemarin.”

“Tapi bukannya kita janjian siang ke kamp—”

“Sekarang aja, Sha. Lebih cepat lebih baik,” potong Arya enggan mendengar penolakan. “Kamu pengen segera dapet solusi tentang masalah kehamilanmu ini kan?”

Alisha spontan mengangguk bak robot.

“Ayo buruan, mumpung aku udah dapet barangnya.”

Kening Alisha mengernyit seketika. “Barang?”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Pria Masa Lalu   63. Mana Mungkin?

    Arya terperanjat bukan kepalang ketika baru saja tiba di rumah sepulang dari kantor harus berpapasan dengan sang mama yang juga baru keluar dari mobil. Dengan langkah cepat perempuan yang telah melahirkannya itu mendekati Arya. Tanpa senyum, tanpa sapa, karena yang terlihat hanya raut wajah kusut penuh tanda tanya saat perempuan berdarah Jepang itu berjalan cepat ke arahnya."Nyokap lo lagi di Jakarta, Ya?" Arya tak sendiri, pria di samping yang barusan mengajukan pertanyaan adalah Ronald. Sahabat baik yang kini juga menjadi partnernya menjalankan bisnis."Iya, baru selasa kemaren nyampe. Besok bokap juga dateng, ada meeting rutin pemegang saham besok lusa.""Sungkem dulu deh gue, siapa tau jadi dicomblangin sama keponakannya yang dari Jepang itu," seru Ronald hanya membuat Arya geleng-geleng kepala. Sudah paham bagaimana kedekatan sang mama dengan teman-temannya, Arya membiarkan saja saat Ronald berjalan cepat untuk menyambut Hanami."Tante Hana ke Jakarta dadakan ya? tau gitu bisa a

  • Terjerat Pria Masa Lalu   62. Belum MOve On

    "Mas Danesh kenapa jawab Bu Hana kayak gitu sih? abu-abu banget tau!" omel Alisha sambil mengaduk isi tasnya untuk menemukan kunci rumahnya."Emang sengaja gitu," kekeh Danesh tak peduli dengan wajah Alisha yang mulai manyun.Alisha menoleh sekilas lantas memutar bola matanya ke atas. "Biar apa coba?"“Ya biar mereka sedikit menyesal lah, karena anaknya udah pernah menyia-nyiakan kamu.”Senyum Danesh belum sepenuhnya menghilang dari wajah tampannya, terlihat sekali kalau pria itu menikmati bagaimana raut wajah Hanami beberapa menit yang lalu saat ia dengan entengnya menjawab.‘Kami belum menikah kok, Tante. Doakan secepatnya…’ Lengkap dengan senyum lebar saat Danesh gesit meraih pergelangan tangan Alisha agar perempuan cantik itu segera masuk dan tak mengelak kalimatnya terlalu cepat.“Iish … kan aku udah bilang, aku sudah berdamai dengan masa lalu, Mas. Kata psikiaterku nggak baik memelihara rasa sakit hati dan dendam terlalu lama.”Berpulangnya Magika yang secara tiba-tiba bisa dibi

  • Terjerat Pria Masa Lalu   61. Prasangka

    “Maaf ya kalau kedatangan saya yang mendadak bikin kamu kaget,” seru Hanami menepuk punggung tangan Alisha yang ada di atas meja makan.“Saya memang berencana ke Jakarta, tapi jadwalnya sengaja dimajukan karena Arya, hmm...”“Karena Arya sudah mengetahui tentang meninggalnya Magika satu tahun yang lalu?” potong Alisha begitu paham akan maksud kedatangan Hanami menemuinya seperti ini.Hanami yang mendengar kalimat Alisha sontak terdiam lantas menggeleng pelan. Bibirnya terbuka hendak mengutarakan sesuatu, namun kembali bungkam saat Alisha lagi-lagi mendahuluinya.“Nggak apa-apa, Bu." Alisha meremas kedua tangannya di atas meja. "Toh waktu itu memang saya sengaja nggak ngasih tau ke Bu Hana ataupun Arya," sambungnya lagi masih tertunduk.Hanami kembali mengusap punggung tangan Alisha. Mencoba memahami kecamuk hati perempuan muda di depannya ini. Ia juga tidak menyalahkan Alisha sepenuhnya karena tak memberinya kabar tentang berpulangnya Magika.Hanami justru tahu hal tersebut dari Riri,

  • Terjerat Pria Masa Lalu   60. Tamu

    Alisha sedang menekuri pekerjaannya ketika seseorang mendadak memanggil namanya sambil mengetuk meja dengan gerakan pelan. Begitu Alisha mengangkat kepala, ternyata sudah ada Adam, salah satu office boy di Less Giant."Iya kenapa, Dam?" tanya Alisha setelah menatap pemuda itu lekat."Ada yang nyari Mbak Alisha di depan. Sekarang lagi ngobrol sama Pak Yasir, makanya saya disuruh Bapak manggil Mbak Alisha ke sini.""Nyari saya?" pria bernama Adam itu mengangguk. "Siapa?"Sejak bekerja dan hidup mandiri di ibukota, sangat jarang Alisha mendapat kunjungan tamu yang bertandang ke kantornya langsung. Dulu sekali, Angga pernah mampir ke kantornya di jam kerja, itupun karena Alisha kehilangan kunci motor sehingga sang kakak susah payah membawakan kunci cadangan untuknya. Atau yang paling sering adalah Maya, sahabat terdekatnya sejak masa kuliah dulu, karena memang sahabatnya itu menjalin kasih dengan putra kedua Pak Yasir, pemilik Less Giant."Ibu-ibu gitu deh, Mbak. Ibunya Mbak Alisha mungki

  • Terjerat Pria Masa Lalu   59. Menuntut Jawab

    Tadi siang, Alisha sempat berpamitan akan mengunjungi makam putrinya dengan seorang teman. Namun Faris lupa tak menanyakan siapa teman yang dimaksud. Karena setahu Faris, putrinya hanya memiliki segelintir sahabat dekat yang akan ia ajak ke makam sang putri."Kamu tahu Alisha pergi dengan siapa? kok lama ya?" sambil menelengkan kepala ke arah depan, Faris akhirnya bertanya pada pria di sebelahnya yang sedang menggulir file di tablet."Lho, Alisha belum bilang sama Pak Faris dia ke makam Magika sama siapa?" Danesh menghentikan gerak jemarinya demi menatap lurus pada lawan bicaranya.Ia dan Faris baru saja tiba dari yayasan yang tahun lalu didirikan oleh ayah Alisha. Sekedar memeriksa bangunan baru yang sedang dalam proses pembangunan. Berhubung biro arsitek milik Danesh adalah pengembangnya, tentu saja pria itu ikut mengawasi jalannya pembangunan sampai selesai."Belum, memangnya siapa? bukan Maya kan? atau temen kantornya?" Faris kembali bertanya.Danesh menghembuskan napas singkat. "

  • Terjerat Pria Masa Lalu   58. Kenangan Pahit

    "Cantik."Bayi perempuannya sangat menggemaskan dengan sepasang bola mata yang berbinar terang, pun pipi tembamnya yang kemerahan sangat mirip dengan Alisha. Namun kedua alis tebalnya bisa dibilang begitu menyerupai milik Arya."Begitu aku bawa pulang ke sini, Magika sangat sehat, Ya. Dokter yang rutin kami kunjungi juga juga mengatakan hal yang sama."Arya menyimak semua yang dikatakan Alisha meski jemarinya masih sibuk menggulir layar ponsel yang menampilkan foto-foto Magika. Semuanya menakjubkan bagi Arya. Meski di saat yang bersamaan ia merasakan kehilangan yang begitu menyiksa. Tak bisa membersamai tumbuh kembang sang putri saja membuat Arya merana. Apalagi sekarang ia dipukul kenyataan bahwa Magika tinggal kenangan."Sampai di satu malam mengerikan itu ... Magika mendadak panas tinggi sampai mengalami kejang. Aku dan Mas Angga sudah membawanya lari ke UGD seperti orang kesetanan." Alisha menyandarkan kepalanya sembari memejam. Kenangan buruk itu enggan ia ingat, namun selalu saj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status