MasukBab ini agak panjang ya gaess, jadi sengaja aku bagi 2 part, a&b
"Mas Yoshi masih lama ya?" tanya Alisha begitu ia sudah sampai di rumahnya.Telinga Arya mendadak gatal saat mendengar sebutan ‘Mas’ dari Alisha untuk ajudan. Mengendikkan bahu malas, pria yang masih betah bertahan di ruang tamu Alisha itu berlagak tak mengetahui keberadaan Yoshi. Padahal tanpa diketahui, Arya sendiri yang sengaja memerintahkan Yoshi untuk mengulur waktu agar ia bisa berduaan dengan Alisha sedikit lebih lama."Kenapa? kamu udah ngantuk ya?" Arya balik bertanya setelah ia memeriksa jam tangan yang sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam.Alisha menggeleng menutupi kenyataan bahwa ia memang sudah mengantuk. "Aku biasa lembur kelarin gambar. Kamu yang seharusnya cepet pulang, berduaan di rumah cewek yang tinggal sendirian nggak baik, Ya. Tetangga aku julidnya luar biasa asal kamu tahu," seru Alisha melirik ke arah pintu dan pagar yang sengaja ia buka lebar.Arya membasahi bibirnya sambil menahan senyum. Mana ada tetangga sok peduli seperti itu di ibukota yang pe
Rezeki itu bisa datang dalam bentuk apa saja, begitu katanya. Tapi bagi Arya, musibah yang menegangkan bahkan berujung menyakitkan baginya, ternyata adalah perwujudan rezeki untuknya. Luka terbuka di lengan sebelah kiri yang mengeluarkan banyak darah bukanlah apa-apa. Karena sudah ada penawar utamanya yang bernama Alisha.Arya tak merasakan sakit sama sekali, apalagi ketika matanya menangkap sorot khawatir dari wajah sayu Alisha. Perempuan yang sejak tadi menatap cemas tindakan demi tindakan yang dilakukan oleh dokter jaga di salah satu klinik 24 jam dekat lokasi kejadian. Sayatan pisau tajam sepanjang tujuh centi itu harus mendapatkan jahitan karena ternyata lukanya cukup dalam.Alih-alih meringis menahan sakit, wajah Arya justru terlihat cerah ceria karena sedari tadi sibuk menyembunyikan senyum di bibirnya. Alisha masih begitu peduli dan mengkhawatirkan dirinya sebesar ini, jadi boleh saja kan kalau Arya berbesar kepala dengan berharap perasaannya tak bertepuk sebelah tangan?"Kamu
Arya mengacak rambutnya untuk kesekian kali. Membiarkan mahkota hitamnya yang biasa tersisir rapi, kini harus acak-acakan bak sarang burung lama tak ditempati. Semua karena Alisha, perempuan cantik itu kembali bisa menjungkirbalikkan hatinya tak menentu. Bukan dulu, bukan sekarang, ibu dari putrinya itu tetap saja menjadi magnet yang sanggup membuatnya nyaris gila karena dilanda asmara.“Apa susahnya sih, Sha nerima tawaran aku? aku cuma mau nemenin kamu sampai selesai gambar. Nggak lebih.” Arya mengatakannya dengan wajah memelas.“Aku nggak bisa konsen gambar kalau ada orang di sekitar aku, Ya. Jadi mending kamu pulang aja deh.” Alisha tak sepenuhnya berbohong, pikirannya memang sedang sulit berkonsentrasi sejak Arya mengutarakan rasa cemburunya pada Danesh beberapa waktu lalu. Tahu sendiri kan artinya cemburu?“Aku tunggu di depan kalau gitu?”Alisha memutar bola matanya malas. “Keras kepala! sana deh pulang aja,” serunya kembali mengusir.“Kalau aku balik duluan, kamu nanti pulangn
Hampir lima belas menit berlalu, sejak Alisha berdiri menyandarkan bahu di daun pintu rumah kontrakannya. Bukan tanpa alasan, karena ia sedang tercenung sambil mengamati seseorang yang berdiri di balik pagar rumahnya yang memang tak terlalu tinggi.Arya Rivan Dwisastro, sudah beberapa menit pula pria itu berdiri di depan pagar dan memanggil namanya dengan suara lantang. Begitu Alisha membuka pintu, barulah Arya berhenti memanggilnya."Ada apa?" Alisha akhirnya melangkah mendekati pagar namun tak langsung ia buka pintu berbahan besi itu.Arya tak langsung menjawab, pria itu justru terlihat celingukan sambil mengamati tempat tinggal Alisha yang nampak sepi. Tak ada siapa pun selain mantan kekasihnya itu. Bahkan sosok Danesh yang dikatakan ibunya tadi tak ada jejaknya sama sekali. Jadi Arya sedikit lega karena perkataan Hanami tak terbukti nyata."Ya? Ada apa? mendadak banget ke sini?" ulang Alisha membuat Arya terkesiap."Kamu sendirian kan?"Pertanyaan Arya membuat kening Alisha berker
Arya terperanjat bukan kepalang ketika baru saja tiba di rumah sepulang dari kantor harus berpapasan dengan sang mama yang juga baru keluar dari mobil. Dengan langkah cepat perempuan yang telah melahirkannya itu mendekati Arya. Tanpa senyum, tanpa sapa, karena yang terlihat hanya raut wajah kusut penuh tanda tanya saat perempuan berdarah Jepang itu berjalan cepat ke arahnya."Nyokap lo lagi di Jakarta, Ya?" Arya tak sendiri, pria di samping yang barusan mengajukan pertanyaan adalah Ronald. Sahabat baik yang kini juga menjadi partnernya menjalankan bisnis."Iya, baru selasa kemaren nyampe. Besok bokap juga dateng, ada meeting rutin pemegang saham besok lusa.""Sungkem dulu deh gue, siapa tau jadi dicomblangin sama keponakannya yang dari Jepang itu," seru Ronald hanya membuat Arya geleng-geleng kepala. Sudah paham bagaimana kedekatan sang mama dengan teman-temannya, Arya membiarkan saja saat Ronald berjalan cepat untuk menyambut Hanami."Tante Hana ke Jakarta dadakan ya? tau gitu bisa a
"Mas Danesh kenapa jawab Bu Hana kayak gitu sih? abu-abu banget tau!" omel Alisha sambil mengaduk isi tasnya untuk menemukan kunci rumahnya."Emang sengaja gitu," kekeh Danesh tak peduli dengan wajah Alisha yang mulai manyun.Alisha menoleh sekilas lantas memutar bola matanya ke atas. "Biar apa coba?"“Ya biar mereka sedikit menyesal lah, karena anaknya udah pernah menyia-nyiakan kamu.”Senyum Danesh belum sepenuhnya menghilang dari wajah tampannya, terlihat sekali kalau pria itu menikmati bagaimana raut wajah Hanami beberapa menit yang lalu saat ia dengan entengnya menjawab.‘Kami belum menikah kok, Tante. Doakan secepatnya…’ Lengkap dengan senyum lebar saat Danesh gesit meraih pergelangan tangan Alisha agar perempuan cantik itu segera masuk dan tak mengelak kalimatnya terlalu cepat.“Iish … kan aku udah bilang, aku sudah berdamai dengan masa lalu, Mas. Kata psikiaterku nggak baik memelihara rasa sakit hati dan dendam terlalu lama.”Berpulangnya Magika yang secara tiba-tiba bisa dibi







