LOGINArya dan Alisha adalah sepasang anak muda yang sedang dimabuk asmara. Keduanya terlanjur jatuh dalam lembah dosa karena kesalahan satu malam yang membawa mereka dalam penyesalan setelahnya. Alisha hamil di usia belia, padahal kuliah saja belum ia selesaikan dengan baik. Alisha dilanda bimbang, apalagi ketika ia menagih janji Arya untuk bertanggung jawab dengan menikahinya, justru mendapat saran sesat agar ia menggugurkan saja kandungannya. Tentu saja Alisha enggan menambah dosa dengan membunuh janin tak bersalah dalam rahimnya. Sedangkan Arya dilanda ketakutan akan masa depan. Sepasang kekasih itu berpisah karena kesalahpahaman. Sampai di satu titik, semesta kembali mempertemukan keduanya setelah puluhan purnama tak bersua. Alisha masih gamang, sedangkan Arya mati-matian mendekat untuk menebus waktu yang terbuang. Akankah keduanya kembali bersatu? atau takdir kembali membuat mereka berseteru?
View More"Bukan tanggung jawab seperti ini yang kamu tawarkan waktu itu, Mas. Bukan!" Pecah sudah air mata Alisha setelah melemparkan dua butir pil yang diserahkan Arya padanya.
"Lalu tanggung jawab yang kayak gimana lagi, Sha? uang, mobil, perhiasan, sampai biaya kuliah full sudah kamu tolak mentah-mentah."
Arya mondar mandir di tempatnya berdiri. Di lantai paling atas fakultas MIPA, tempat yang biasanya ia pakai untuk menunggu Alisha menyelesaikan kelas perkuliahannya. Pemuda itu sadar apa yang sedang dikhawatirkannya saat ini. Ia juga sadar dosa apa yang tengah ia hindari setengah mati. Dosa memalukan yang akan ia ingat mungkin sampai nyawanya terangkat dari jasad.
"Bukan pil penambah dosa seperti ini yang kamu janjikan malam itu, Mas. Kamu menjanjikan tanggung jawab berupa pernikahan! Kamu lupa?"
Malam itu, Alisha tak seharusnya percaya dengan kata-kata manis yang keluar dari mulut buaya. Arya Rivan ... semapan dan setampan apapun dia, ternyata tetap saja sama berengseknya dengan pria lain pemuja nafsu di luar sana.
"Malam itu ak- aku ... aku nggak sadar, Sha. Aku ngaco, khilaf! kita cuma terbawa suasana kan? kita ngelakuin itu karena suka sama suka kan? jadi ini... bayi itu... seharusnya dia nggak ada!"
Plak!!!
Ini pertama kalinya Alisha merasakan telapak tangannya perih karena menampar Arya. Biasanya, telapak tangan mulusnya ia gunakan untuk mengusap sayang pipi kekasihnya itu. Biasanya, telapak tangannya hanya ia gunakan untuk membalas genggaman tangan dari Arya yang mengaku tergila-gila padanya.
"Bangsatt kamu, Mas! Bangsattt!!?" maki Ailsha dengan wajah basah penuh air mata. Entah kemana perginya tutur kata lembut nan santun yang selama ini ia jaga.
Perempuan muda itu lantas terduduk lemas sambil memeluk lutut. Menumpahkan tangis penyesalan atas kesalahan besar yang sudah ia perbuat beberapa waktu lalu. Kesalahan fatal yang seharusnya bisa ia hindari, namun apa daya, belum apa-apa ia sudah mengaku kalah dengan rayuan Arya, kekasihnya tercinta.
“Sha, aku butuh waktu, Sha. Butuh waktu! Lagipula, aku belum siap dengan komitmen pernikahan, kita belum siap. Kita berdua terlalu muda, Sha. Aku mau lanjutin S2 dulu, kamu juga masih belum lulus kuliah."
Ailsha memang beberapa tingkat di bawah Arya. Begitu Arya dinyatakan lulus dan baru saja melaksanakan wisuda dua bulan silam, Alisha justru sedang sibuk-sibuknya mengerjakan tugas kuliah untuk naik ke semester tujuh.
"Tapi bayi dalam perutku ini nggak bisa mengulur waktu lagi, Mas. Dia akan terus tumbuh dan membesar." Masih terisak, Ailsha menunjuk perutnya yang masih rata.
"Ya makanya, kamu minum pil yang tadi aku kasih, biar dia nggak tumbuh dan semakin membesar!"
Arya sadar kalimatnya terdengar sangat berengsek dan tak berperikemanusiaan, tapi ia tak punya pilihan lain. Bulan depan ia akan terbang ke New York untuk melanjutkan S2 di NYU, kampus impiannya. Keputusan yang memang Arya pilih untuk mempersiapkan diri karena nantinya ia akan menjadi penerus Galeea, perusahaan konstruksi terkemuka yang menjadi bisnis utama keluarganya.
"Mas, kamu sadar apa yang kamu bilang barusan?" Alisha menguatkan diri bangkit dan berhadapan dengan Arya yang nampak panik.
"Dia cuma kesalahan kecil kita, Alisha. Kita nggak harus berdebat panjang soal ini kalau kamu mau ikuti saranku. Kita ... kita, kita nggak butuh anak itu sekarang, Sha. Aku juga nggak yakin keluarga kita bakal nerima kehamilan ini dengan tangan terbuka."
Hati Alisha kembali tertikam! Kalimat Arya berhasil meremukkannya lagi.
Ini benar-benar bukan Arya yang ia kenal sejak satu tahun lalu. Arya yang ia kenal bukan pria jahat dan lari dari tanggung jawab seperti ini. Sosok di depannya ini pasti bukan Arya, karena Arya Rivan yang biasanya tak akan sejahat ini memperlalukan dirinya.
"'Cuma' kata kamu, Mas?" lirih Alisha sudah tak punya daya untuk mendebat.
"Sha, please... " seru Arya membujuk kekasih hatinya. "Sekali ini aja, Sha. Aku janji ini akan jadi yang terakhir kalinya. Ikuti saran aku ya? demi kita berdua." Arya menangkup kedua pipi Alisha yang masih banjir air mata. Melihat gadis kesayangan tergugu seperti ini membuat hatinya ikut sakit merasakan pilu. Namun tetap saja, Arya belum bisa mengabulkan permintaan Alisha yang satu itu.
"Setelah dosa kita yang kemarin? kamu mau jadi pembunuh juga, Mas!? bukan main kamu, Mas?" Alisha menggeleng tak percaya dengan keteguhan Arya mempertahankan inginnya.
"Menikah bukan satu-satunya jalan keluar, Alisha. Orang tua kita pasti kecewa luar biasa kalau kita menikah mendadak karena kesalahan satu malam seperti ini." Suara Arya bergetar sedih.
Menikahi Alisha memang menjadi salah satu mimpinya. Tapi bukan sekarang. Masih ada mimpi lain yang ingin ia kejar. Menyelesaikan study lanjutan dan menjadi kebanggakan ayahnya misalnya. Belum lagi ia ingin menunggu Alisha selesai dengan kuliah dan membangun mimpinya juga.
"Tolong, Sha." Arya berjalan mendekat lalu meremas kedua telapak gangan Alisha. "Pil... pil itu satu-satunya jalan keluar saat ini. Cuma butuh hitungan detik untuk kamu minum, sakitnya nggak akan terlalu lama."
Alisha kehabisan kata-kata. Seharusnya ia bisa memperkirakan reaksi Arya yang seperti ini. Pangeran kesayangan dari keluarga kaya raya Dwisastro, manalah mungkin semudah itu mengiyakan pernikahan usia muda. Tak mungkin.
"Sha?"
"Berhenti di sana! jangan sentuh!" teriak Alisha begitu Arya mencoba meraih tangannya.
"Maafin aku, Sha. Maaf."
Maaf ya? entah maaf yang ditujukan pada siapa maksud Arya. Pada Alisha atau pada bayi dalam kandungannya.
"Kayaknya kamu bener, Mas," seru Alisha dengan suara sangat pelan. "Orang tua dan keluarga besar kita pasti kecewa luar biasa kalau tau keadaan kita yang memalukan ini. Aku nggak mau mempermalukan mereka dengan aib seperti ini."
Arya menghela napas panjang. Dadanya mendadak lega mendengar jawaban Alisha. Itu artinya kekasihnya ini bersedia mengugurkan kandungan itu kan? Aib seperti itu memang harus dimusnahkan, iya kan?
"Sha... "
Alisha kembali mundur saat Arya mendekat. Gadis itu cepat-cepat menghapus air mata lalu berbalik dan berlarian kecil untuk mengambil pil sialan yang tadi ia lemparkan di sebelah tangga.
"Kamu bener, Mas. Mungkin dengan benda ini, kedua orang tua kita tak perlu menanggung malu karena kesalahan ini."
Tak perlu menunggu respon Arya, karena setelah mengatakan itu Alisha langsung berlari menjauh. Menguatkan langkah kaki agar tak goyah dan kembali menoleh pada Arya yang berlaku tak adil padanya.
Alisha pikir apa yang dikatakan Arya tak sepenuhnya salah, memang tak seharusnya orang tua atau keluarga besar mereka menanggung malu akibat ulahnya yang nista. Aib yang ia bawa memang harus segera dilenyapkan, tapi bukan dengan menghilangkan nyawa bayi tak berdosa di dalam perutnya ini. Melainkan dirinya sendiri yang harus mengalah pergi.
"Sha, lo mau ke mana? Shaa!!" Itu suara Maya saat berpapasan dengannya, sahabat Alisha yang menjadi sahabat Alisha yang menjadi teman berbagi apartmen selama ini.
"Sha!!" teriak Maya lagi tetap tak mendapat jawaban. Alisha sengaja mengabaikan panggilan dan sapa ramah dari teman-teman kuliahnya yang baru saja keluar dari fakultas.
Alisha sengaja menulikan telinga, mengabaikan panggilan dan sapa ramah dari teman-teman kuliahnya yang baru saja keluar dari fakultas. Ia hanya fokus pada satu tujuan, jembatan penyeberangan yang baru saja rampung dibangun di depan kampusnya. Jembatan panjang yang berdiri kokoh melintasi dua ruas jalan utama itu masih sepi.
Jadi, kalau pun ia melompat dari sana saat ini, pasti tak akan ada yang mencegah kan? Keputusan yang ia ambil dalam hitungan menit itu sudah bulat. Aib itu harus benar-benar dilenyapkan dari muka bumi. Bukan hanya jabang bayi dalam rahim yang ia bawa, tapi ... beserta juga dengan dirinya.
***
Arya kembali datang ke rumah Alisha. Alisha tahu saat mengintip dari balik jendela, ia melihat Arya masih berdiri di dekat pagar sambil menenteng helm di tangan kanannya. Sepertinya benar, apa yang dikatakan Hanami beberapa minggu lalu tentang Arya yang kini tak lagi menerima fasilitas mewah dari kedua orang tuanya. Buktinya saat ini pria itu hanya menggunakan motor biasa yang dipinjam dari Yoshi, mantan ajudannya.“Bi, ayah udah berangkat?” tanya Alisha setelah memastikan Magika tertidur lelap di tengah tempat tidur luas miliknya.“Sudah, Mbak. Baru saja berangkat dijemput sama Pak Alam.”Alisha cukup bersyukur karena sejak sang ayah menemaninya di Surabaya, pria paruh baya tersebut tak sampai merasa bosan karena menemukan ‘teman baru’ yakni Alam dan Danesh. Seperti hari ini ketika Faris mengutarakan niatnya untuk membeli sebidang tanah di Surabaya Barat milik kolega Alam. Faris yang memiliki banyak tanah untuk dimanfaat sebagai lahan basah tentu saja menyambut baik tawaran tersebut.
Alisha menatap lurus ke depan, di mana jari-jemarinya saling bertaut satu sama lain demi menyembunyikan kegugupan dalam hatinya. Padahal ini bukanlah pertemuan yang pertama, tapi entah kenapa, hari ini hatinya dilanda bimbang. Terlebih lagi saat menatap tatapan sendu dan berkaca-kaca dari sosok perempuan paruh baya yang kini ada di hadapannya.“Setidaknya saya sangat berterima kasih karena tiga hari ini kamu memberi ijin untuk melihat Magika secara langsung, Sha.” Ucapan tulus Hanami kembali mengalun di telinga Alisha.Alisha tak menjawab, namun dari senyum tipis dan anggukan pelan kepalanya, Hanami tahu kalau perempuan muda di depannya sudah jauh lebih tenang daripada terakhir kali mereka berdua bertemu.“Hmm … kamu mau langsung bawa Magika ke pulang ke Banten?” Hanami kembali yang memulai percakapan karena Alisha lebih banyak diam.“Sementara ini masih di Surabaya, Bu. Nunggu sampai Magika siap diajak bepergian jauh, nunggu ijin dari dokternya juga,” jawab Alisha tanpa membalas tata
"Dokter Indira," sapa Senopati terlebih dahulu. Pria jangkung dengan kemeja biru tua itu melebarkan senyum ramah.Berbanding terbalik dengan Iin yang susah payah memaksakan senyum. Dengan tangan kiri ia meraih pergelangan tangan Alisha dan menarik perempuan itu agar berjalan di belakangnya saja bukan malah sejajar. Alisha yang tak tahu maksud Iin hanya mengerutkan kening. Alisha sama sekali tak mengenali Senopati yabg notabene adalah kakak kandung Arya."Apa sih, Ka—" Kalimat Alisha tak terlalu terdengar karena disela oleh Senopati."Selesai visite, Dok?" lanjut Senopati mengulurkan tangan kanan hendak menjabat. Sepasang matanya sempat melirik sekilas ke arah perempuan muda yang ada di sebelah Iin."Iya, Pak. Baru selesai ini," jawab Iin mendadak kikuk saat membalas uluran tangan Senopati. Padahal sebelumnya ia tak pernah merasa sewas-was ini. Apalagi dirinya juga menjadi dokter anak yang menangani bayi Senopati saat baru lahir minggu lalu. Bayi cantik berjenis kelamin perempuan yang
Kemarin, ketika Arya mendatangi rumah yang ditempati Alisha dan ayahnya, perempuan yang baru saja berubah status menjadi ibu itu menolak untuk bertemu. Hatinya belum siap. Sebagai gantinya, ia meminta tolong sang ayah untuk menemui Arya di ruang tamu. Sementara Alisha gegas bersembunyi ke kamarnya di lantai atas setelah Iin dan suaminya berpamitan."Bertanggung jawab kata kamu?" Alisha masih ingat betul kalimat tegas yang keluar dari mulut Faris saat mencecar Arya yang duduk bersimpuh di depannya."Om, saya ... benar-benar mencintai Alisha," jawab Arya sayup-sayup terdengar."Cinta? tau apa kamu tentang cinta? menjaga kehormatan Alisha saja tidak bisa!!" pekik Faris semakin menaikkan nada bicaranya.Sesekali Alisha mengintip dari lantai atas, dan saat itu juga ia melihat amarah yang selama ini menumpuk di benak ayahnya seketika tumpah ruah. Bisa jadi, ketika di rumah sakit Faris tak bisa leluasa meluapkan emosi karena tahu ia tengah berada di ruang publik. Jauh berbeda ketika ia hanya
"Jangan mengutukku karena selalu aku repotin ya, Kak," seru Alisha di sela-sela sarapan bersama Iin yang pagi ini mampir ke rumah minimalis nan asri yang disewa Faris untuk ia tempati."Heh, ngomongmu makin aneh aja, Sha. Mana mungkin Bu Dokter kalem kayak aku bisa mengutuk seseorang," balas Iin dengan candaan lalu lanjut menyuap bubur Manado yang disajikan asisten rumah tangga Alisha."Habisnya ... sejak kenal aku, Kak Iin selalu aku buat repot deh." Alisha cemberut sambil mengaduk bubur di depannya."Kalau kamu repotin dengan malaikat secantik Magika sih, aku nggak masalah, Sha. Aku malah mau nyodorin diri jadi suka relawan." Iin masih terkekeh sendiri dengan kalimatnya sendiri."Aku cuma percaya sama, Kakak. Lagipula kayaknya ... Tuhan sengaja deh ngenalin aku ke Kak Iin yang notabene dokter anak biar bisa mempercayakan Magika." Alisha kembali menunduk setelah menyuap sesendok bubur."Nggak usah sok mellow deh, mana yang tadi katanya mau jadi cewek strong? mau jadi mahmud tak terka
"Sus, pasien yang ada di kamar ini pindah ke mana ya?" tanya Arya saat menghadang salah seorang perawat yang melintas di depan kamar VIP yang sebelumnya ditempati oleh Alisha."Oh, Bu Alisha?" Perawat itu menegaskan lagi.Arya sontak mengangguk mantap. "Iya, Alisha Gauri yang baru saja melahirkan.""Sudah pulang sejak tadi pagi, Pak.""Hah?" Arya melongo sesaat untuk mencerna jawaban dari perempuan dengan name tag Linda tersebut. "Pulang ke Banten?" lanjutnya belum puas dengan anggukan perawat itu."Hmm... kami kurang tahu, Pak, tapi yang jelas sudah sejak tadi pagi Bu Alisha dibawa pulang oleh keluarganya.""Lalu bayinya? bukankah masih di NICU?" cecar Arya begitu ingat dengan Magika, malaikat kecilnya."Betul, Pak. Tapi siang ini dipindahkan ke rumah sakit lain yang fasilitasnya lebih memadai. Karena kondisi bayi Bu Alisha butuh perawatan intensif terkait kelainan jantung bawaan yang dideritanya."Deg!"Ap- APA?! Maksudn—" tanpa sadar Arya mencekal lengan perawat tersebut sampai per






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments