MasukArya berjalan mondar mandir di dalam kamar besarnya. Bukan tanpa sebab, kilas bayangan saat Alisha menangis histeris tadi sore masih begitu nyata di kepalanya. Apa yang menjadi kekhawatiran Alisha ternyata benar-benar terjadi dan menyiksa batin mereka. Alisha hamil, itu faktanya. Menghela napas berulang kali, nyatanya tak membuat Arya tenang. Sebaliknya ia merasa berada gelisah bagai berdiri di tepian jurang.
Dering ponsel yang menjerit di atas tempat tidur menyadarkan lamunan Arya.
"Iya, Sha. Kenapa? kamu nggak kenapa-napa kan?" tanya pria itu tanpa bersusah payah mengucap salam.
"Aku nggak apa-apa, Mas. Hmmm ... Mas Arya gimana? udah ngomong sama keluarga Mas Arya tentang, hmm... tentang kehamilan ini." Suara Alisha terdengar lenih kecil karena gasis itu sengaja berbisik.
"Belum, Sha. Mama lagi ke tempat Mas Seno lagi kangen sama mantunya. Papa juga belum pulang deh kayaknya, masih sepi banget di rumah, cuma ada Mas Awan," seru Arya sambil sesekali mengusap tengkuk.
Memang kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah, tapi kalaupun mereka ada, sebenarnya Arya sendiri yang tak yakin apa ia sanggup berterus terang pada kedua orang tuanya tentang berita besar yang ia bawa. Menghamili anak orang termasuk berita besar kan? berita besar yang memalukan.
"Ta- tapi, Mas beneran akan bilang tentang kehamilan ini kan? Mas akan tanggung jawab kan?" ulang Alisha entah untuk yang ke berapa kalinya hari ini.
"Tentu saja aku akan tanggung jawab, Sha. Kamu jangan khawatir." Arya tak sanggup membayangkan wajah sedih kekasihnya jika ia ingkar pada kalimatnya sendiri. "Sabar sebentar ya, Sha. Nanti aku kabari, ini mama barusan nyampe deh kayaknya."
"Hmm, oke. Kalau Mas Arya sudah ngomong ke keluarga Mas, nanti … hmm, nanti temani aku ngomong jujur ke Ayah sama Mas Angga juga," respon Alisha terdengar ragu. Bagaimana tidak ragu, gadis itu pasti sudah membayangkan akan semurka apa ayah dan kakak laki-lakinya.
"Iya, Sha. Besok aku kabari, ya. Love you, good night," pungkas Arya lantas mematikan panggilan.
Bukan tanpa sebab, lantaran ia mendengar derap langkah yang bergerak semakin dekat dengan pintu kamarnya. Itu pasti Hanami, atau bisa juga Irawan, kakak keduanya.
"Dek?" Suara Hanami membuat putra bungsunya menoleh seketika.
"Kata Yoshi kamu nyariin mama? tumbenan sih? kamu kurang sehat?" Perempuan paruh baya itu langsung menyerbu masuk ke dalam. kamar Arya tanpa bertanya dulu. Lantas kemudian meletakkan punggung tangannya ke permukaan kening sang putra demi untuk memeriksa suhu tubuh Arya tetap pada angka normal seperti biasa.
"Kamu nggak demam tuh?"
"Aku emang nggak demam, Ma. Aku nggak sakit kok," jawab Arya mencoba melengkungkan senyum terbaiknya. Senyum terbaik yang selalu ia beri pada pemilik cinta pertamanya ini.
"Duh, bikin panik cemas aja deh, kamu ini, Dek."
Andai Hanami tahu apa yang sudah dilakukan Arya pada Alisha, pasti perempuan ini tak hanya dilanda panik. Tapi juga bisa saja pingsan di tempatnya.
"Mama dari mana?" Arya menangkap pergelangan tangan sang ibu lantas ia giring agar ikut duduk di sofa panjang dekat jendela kamarnya.
"Dari rumah Mas Seno, Dek. Anya hamil, Dek... hamil!" Wajah Hanami yang tadinya cemas kini berubah sangat cerah. Pun kedua tangannya yang refleks bertepuk tanda beliau sedang tak bisa menyembunyikan rasa bahagia.
"Mama seneng banget, akhirnya mau punya cucu pertama dari Mas Seno."
'Andai Mama tau kalau bakalan dapat cucu lain dari Alisha,' pikir Arya dengan wajah sedikit menegang. Berita kehamilan Anya seharusnya jadi berita bahagia juga untuknya, tapi entah kenapa kabar itu justru membuatnya berdebar karena teringat akan isak tangis Alisha.
"Kemarin aja tuh sih Anya nggak percaya sama tebakan mama kalau dia lagi hamil." Arya masih setia mendengarkan tak ingin memutus antusias sang ibu tentang harapannya akan hadirnya seorang cucu. "Ternyata beneran hamil kan, malah kata dokter udah masuk 11 minggu."
‘Sebelas minggu ya, hanya selisih sedikit dengan kehamilan Alisha.’
Benak Arya kembali tertuju pada kekasihnya. Kemarin, ia dan Alisha sengaja membeli beberapa alat uji kehamilan. Salah satunya alat uji yang menunjukkan angka usia kehamilan yang terjadi. Lantas ketika Alisha mencobanya, test pack tersebut menunjukkan angka tujuh. Itu artinya, usia kehamilan Alisha tujuh minggu kan?
"Heh, malah bengong... kamu nggak happy apa mau jadi om-om, Dek?" seru Hanami sembari menepuk paha Arya.
Arya menggeleng cepat untuk mengusir pikiran yang selalu menghantuinya. "Eh, aku happy, Ma. Pasti ikut happy dong kalau keluarga kita makin rame. Anak Mas Seno pasti cakep, lha wong Mbak Anya kayak model gitu cantiknya."
Alisha juga sangat cantik. Jadi, kemungkinan besar anak yang dilahirkannya akan sangat cantik atau tampan seperti dirinya atau ibunya.
Astaga... kepala Arya benar-benar ingin meledak rasanya. Karena sedikit-sedikit selalu terngiang-ngiang dosanya dengan sang kekasih. Ditambah lagi kenyataan kalau ia pun sebentar lagi akan jadi seorang ayah di usianya yang terbilang muda.
"Woo ... pasti dong, cucu-cucu mama nanti pasti pada cakep semua. Anak mama aja cakep semua, apalagi kamu, Dek." Hanami mencubit gemas pipi putra bungsunya.
"Emang mama mau aku kasih cucu sekarang?" tanya Arya dibalut kekehan canda.
Hanami sontak mendelik lalu memukuli lengan putranya. "Hushh...!! Kamu itu kalau becanda jangan kebangetan gitu, Arya! Kalau omonganmu dijabah malaikat gimana? kamu nikah aja belum sok-sok'an mau ngasih cucu ke mama? dosa besar hamilin anak gadis orang!! Amit-amit, Dek, nggak ridho mama, pokoknya nggak ridho. Jangan sampe anak-anak mama kurang ajar kayak gitu! Bisa mati jantungan mama sama papa. Emangnya kamu tega!"
Deg!!
Kepala Arya bak berputar cepat lalu dihantamkan pada pilar beton berkali-kali. Belum mengetahui kenyataan yang ia sembunyikan saja, Hanami sudah mengemukakan sumpah serapahnya yang membuat Arya bergidik ngeri. Lantas bagaimana jika sang mama sampai tahu dosa besar yang sudah terlanjur terjadi? bisakah Arya meminta gila saja?
"Astaga Mama!!!" potong Arya dengan suara sedikit bergetar. "Jangan ngomong mati-mati gitu ah, serem!" Arya menggelengkan kepala cepat. Ingin membuang jauh-jauh bayangan kedua orang tuanya yang terkapar tak berdaya karena perbuatan bejat yang ia lakukan.
"Kamu juga jangan ngomong aneh-aneh makanya, Dek. Becandanya jangan ngawur!" Hanami menangkup kedua pipi Arya lalu menggerakkannya ke kanan dan kiri. "Sekarang kamu fokus sama S2 aja ya, buruan tobat kalau sekarang masih gonta ganti pacar!"
"Mamaa... " potong Arya lagi mengernyit tak terima. "Aku nggak pernah gonta ganti pacar kok, aku udah nggak labil kayak dulu lagi. Mama dapet info ngaco dari siapa sih?"
Sejak bertemu dan menjalin kasih dengan Alisha, memang banyak terjadi perubahan pada Arya. Salah satunya memang tak pernah lagi berganti-ganti kekasih seperti sebelumnya.
"Kata Ghidan dulu!"
"Itu kan dulu banget, Ma. Sekarang mah aku setia sama satu orang aja kok," arya mengerucutkan bibirnya masih kesal dengan Ghidan yang dulu selalu melaporkan apa saja pada sang mama.
"Emangnya siapa pacar kamu yang sekarang? yang Sasa Sasa itu bukan? Yoshi nggak pernah laporan lagi sih, jadinya mama nggak tau pacar kamu yang sekarang siapa?" Hanami gantian mencebik saat mencoba mengorek informasi dari putranya langsung.
Arya mendebas napas lega. Setidaknya pengawalnya yang sekarang bisa tutup mulut meskipun didesak oleh Hanami secara langsung. "Nanti aku kenalin, Ma," jawab Arya tersenyum getir. Entah kapan ia berani memperkenalkan Alisha sebagai kekasihnya. Sekaligus … ibu dari calon anaknya.
"Kapan, keburu berangkat ke New York kamu, Dek. Emang dia mau ditinggal? jangan-jangan cuma pacaran beberapa bulan kayak mantan-mantanmu dulu."
"Duh, Ma... Mama ngomong kayak gitu seolah-olah mantanku berderet kayak Mas Seno aja deh," dengkus Arya sebal.
Hanami tergelak kecil saat memukul pelan lengan putranya. "Udah ah, mbulet ngomong sama kamu, Dek. Pokoknya jangan sampe main-main sama perasaan cewek dulu lah kalau belum bisa serius. Beresin dulu tuh kuliah S2-nya jangan sampe molor kayak kemarin. Terus, pelan-pelan gantiin posisi Papa di Galeea. Mapanin dulu semuanya, baru deh mikirin cewek yang bener buat masa depan."
Arya tak bisa berkata-kata. Petuah dan pesan panjang dari sang mama kembali menyadarkannya kalau ia memang tak bisa bergerak kemana-mana selain melanjutkan rencana yang sudah tersusun lama. Bukan rencana tentang menikahi Alisha karena terlanjur berbadan dua. Namun rencana semula di mana ia harus menyelesaikan tanggung jawab di dalam keluarga, yang mana artinya … mau tak mau Arya harus mengubur dalam-dalam dosa besar yang sudah ia perbuat dengan Alisha. Harus.
***
Arya terperanjat bukan kepalang ketika baru saja tiba di rumah sepulang dari kantor harus berpapasan dengan sang mama yang juga baru keluar dari mobil. Dengan langkah cepat perempuan yang telah melahirkannya itu mendekati Arya. Tanpa senyum, tanpa sapa, karena yang terlihat hanya raut wajah kusut penuh tanda tanya saat perempuan berdarah Jepang itu berjalan cepat ke arahnya."Nyokap lo lagi di Jakarta, Ya?" Arya tak sendiri, pria di samping yang barusan mengajukan pertanyaan adalah Ronald. Sahabat baik yang kini juga menjadi partnernya menjalankan bisnis."Iya, baru selasa kemaren nyampe. Besok bokap juga dateng, ada meeting rutin pemegang saham besok lusa.""Sungkem dulu deh gue, siapa tau jadi dicomblangin sama keponakannya yang dari Jepang itu," seru Ronald hanya membuat Arya geleng-geleng kepala. Sudah paham bagaimana kedekatan sang mama dengan teman-temannya, Arya membiarkan saja saat Ronald berjalan cepat untuk menyambut Hanami."Tante Hana ke Jakarta dadakan ya? tau gitu bisa a
"Mas Danesh kenapa jawab Bu Hana kayak gitu sih? abu-abu banget tau!" omel Alisha sambil mengaduk isi tasnya untuk menemukan kunci rumahnya."Emang sengaja gitu," kekeh Danesh tak peduli dengan wajah Alisha yang mulai manyun.Alisha menoleh sekilas lantas memutar bola matanya ke atas. "Biar apa coba?"“Ya biar mereka sedikit menyesal lah, karena anaknya udah pernah menyia-nyiakan kamu.”Senyum Danesh belum sepenuhnya menghilang dari wajah tampannya, terlihat sekali kalau pria itu menikmati bagaimana raut wajah Hanami beberapa menit yang lalu saat ia dengan entengnya menjawab.‘Kami belum menikah kok, Tante. Doakan secepatnya…’ Lengkap dengan senyum lebar saat Danesh gesit meraih pergelangan tangan Alisha agar perempuan cantik itu segera masuk dan tak mengelak kalimatnya terlalu cepat.“Iish … kan aku udah bilang, aku sudah berdamai dengan masa lalu, Mas. Kata psikiaterku nggak baik memelihara rasa sakit hati dan dendam terlalu lama.”Berpulangnya Magika yang secara tiba-tiba bisa dibi
“Maaf ya kalau kedatangan saya yang mendadak bikin kamu kaget,” seru Hanami menepuk punggung tangan Alisha yang ada di atas meja makan.“Saya memang berencana ke Jakarta, tapi jadwalnya sengaja dimajukan karena Arya, hmm...”“Karena Arya sudah mengetahui tentang meninggalnya Magika satu tahun yang lalu?” potong Alisha begitu paham akan maksud kedatangan Hanami menemuinya seperti ini.Hanami yang mendengar kalimat Alisha sontak terdiam lantas menggeleng pelan. Bibirnya terbuka hendak mengutarakan sesuatu, namun kembali bungkam saat Alisha lagi-lagi mendahuluinya.“Nggak apa-apa, Bu." Alisha meremas kedua tangannya di atas meja. "Toh waktu itu memang saya sengaja nggak ngasih tau ke Bu Hana ataupun Arya," sambungnya lagi masih tertunduk.Hanami kembali mengusap punggung tangan Alisha. Mencoba memahami kecamuk hati perempuan muda di depannya ini. Ia juga tidak menyalahkan Alisha sepenuhnya karena tak memberinya kabar tentang berpulangnya Magika.Hanami justru tahu hal tersebut dari Riri,
Alisha sedang menekuri pekerjaannya ketika seseorang mendadak memanggil namanya sambil mengetuk meja dengan gerakan pelan. Begitu Alisha mengangkat kepala, ternyata sudah ada Adam, salah satu office boy di Less Giant."Iya kenapa, Dam?" tanya Alisha setelah menatap pemuda itu lekat."Ada yang nyari Mbak Alisha di depan. Sekarang lagi ngobrol sama Pak Yasir, makanya saya disuruh Bapak manggil Mbak Alisha ke sini.""Nyari saya?" pria bernama Adam itu mengangguk. "Siapa?"Sejak bekerja dan hidup mandiri di ibukota, sangat jarang Alisha mendapat kunjungan tamu yang bertandang ke kantornya langsung. Dulu sekali, Angga pernah mampir ke kantornya di jam kerja, itupun karena Alisha kehilangan kunci motor sehingga sang kakak susah payah membawakan kunci cadangan untuknya. Atau yang paling sering adalah Maya, sahabat terdekatnya sejak masa kuliah dulu, karena memang sahabatnya itu menjalin kasih dengan putra kedua Pak Yasir, pemilik Less Giant."Ibu-ibu gitu deh, Mbak. Ibunya Mbak Alisha mungki
Tadi siang, Alisha sempat berpamitan akan mengunjungi makam putrinya dengan seorang teman. Namun Faris lupa tak menanyakan siapa teman yang dimaksud. Karena setahu Faris, putrinya hanya memiliki segelintir sahabat dekat yang akan ia ajak ke makam sang putri."Kamu tahu Alisha pergi dengan siapa? kok lama ya?" sambil menelengkan kepala ke arah depan, Faris akhirnya bertanya pada pria di sebelahnya yang sedang menggulir file di tablet."Lho, Alisha belum bilang sama Pak Faris dia ke makam Magika sama siapa?" Danesh menghentikan gerak jemarinya demi menatap lurus pada lawan bicaranya.Ia dan Faris baru saja tiba dari yayasan yang tahun lalu didirikan oleh ayah Alisha. Sekedar memeriksa bangunan baru yang sedang dalam proses pembangunan. Berhubung biro arsitek milik Danesh adalah pengembangnya, tentu saja pria itu ikut mengawasi jalannya pembangunan sampai selesai."Belum, memangnya siapa? bukan Maya kan? atau temen kantornya?" Faris kembali bertanya.Danesh menghembuskan napas singkat. "
"Cantik."Bayi perempuannya sangat menggemaskan dengan sepasang bola mata yang berbinar terang, pun pipi tembamnya yang kemerahan sangat mirip dengan Alisha. Namun kedua alis tebalnya bisa dibilang begitu menyerupai milik Arya."Begitu aku bawa pulang ke sini, Magika sangat sehat, Ya. Dokter yang rutin kami kunjungi juga juga mengatakan hal yang sama."Arya menyimak semua yang dikatakan Alisha meski jemarinya masih sibuk menggulir layar ponsel yang menampilkan foto-foto Magika. Semuanya menakjubkan bagi Arya. Meski di saat yang bersamaan ia merasakan kehilangan yang begitu menyiksa. Tak bisa membersamai tumbuh kembang sang putri saja membuat Arya merana. Apalagi sekarang ia dipukul kenyataan bahwa Magika tinggal kenangan."Sampai di satu malam mengerikan itu ... Magika mendadak panas tinggi sampai mengalami kejang. Aku dan Mas Angga sudah membawanya lari ke UGD seperti orang kesetanan." Alisha menyandarkan kepalanya sembari memejam. Kenangan buruk itu enggan ia ingat, namun selalu saj






![Penyesalan Tuan CEO [Mantan Kekasihku]](https://acfs1.goodnovel.com/dist/src/assets/images/book/43949cad-default_cover.png)
