Share

Part 4 ~

Penulis: seblakcoet
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-19 13:00:53

[Besok masuk siang. Kenapa, Ga?] -Raka-

Jemari Rangga bergetar kala mengetik balasan pesan untuk kakaknya. Pesan yang sudah ia ketik cukup panjang, kembali ia hapus karena ragu.

"Gimana cara ngomongnya ya?" Batin Rangga menggigit bibir bawahnya.

Saat Rangga tengah berpikir, Raka kembali mengirimkan pesan.

[Ada apa sih? Cepetan ngomong jangan bikin penasaran!] -Raka-

Tanpa pikir panjang, akhirnya Rangga mengajak kakaknya untuk bertemu besok.

.

Keesokan harinya sikap Anna masih saja dingin pada Rangga. Rangga yang merasa bersalah pun memeluk istrinya yang sedang mencuci piring.

"Maafin aku, sayang." Bisik Rangga menyembunyikan wajahnya di leher Anna, Anna pun menghentikan gerakannya.

"Maaf karena udah bikin kamu ada disituasi kayak gini. Maaf karena aku gak bisa apa-apa lagi. Maaf karena aku udah ngorbanin kamu buat mengatasi masalah kita." Ucap Rangga tercekat, tanpa mengubah posisi mereka.

Anna melepaskan pelukan Rangga dan berbalik menatap wajah suaminya yang sudah merah karena menangis. Hatinya terenyuh melihat air mata suaminya yang menetes. Baru kali ini Anna melihat suaminya menangis.

"Aku udah maafin kamu, Mas. Maafin aku juga karena selama ini belum bisa ngasih kamu keturunan." Lirih Anna mengusap air mata Rangga.

"Nggak, sayang. Ini bukan salah kamu. Mungkin ini emang ujian kita. Aku gak mau kehilangan kamu, tolong jangan pernah pergi dari hidup aku." Ucap Rangga merasa bersalah.

"Aku juga gak mau kehilangan kamu, Mas." Balas Anna kemudian memeluk Rangga dan dibalas olehnya.

.

Tepat pukul dua belas siang, Raka menemui Rangga di sebuah cafe yang sudah dijanjikan. Raka sangat penasaran hal penting apa yang ingin Rangga bicarakan. Sepuluh menit sudah ia menunggu, akhirnya Rangga pun datang dengan sedikit berlari.

"Maaf Mas tadi agak macet. Mas udah dari tadi?" Sapa Rangga seraya duduk di hadapan kakaknya.

"Baru. Kamu mau ngomong apa sih? Kayaknya penting banget?" Todong Raka tak sabar.

Rangga yang belum siap kemudian mengalihkan pembicaraan. Ia menyuruh kakaknya untuk memesan makanan dan mereka akan makan lebih dulu. Ia beralasan agar bisa mengobrol dengan fokus.

"Jadi kamu mau ngomong apa?" Desak Raka saat mereka selesai makan.

"Mmm..., jadi gini, Mas..., Mas Raka inget kan ancaman ibu minggu lalu?" Tanya Rangga menatap Raka untuk melihat responnya.

"Iya, terus?" Jawab Raka menyelidik.

"Aku udah gak tau lagi harus usaha kayak gimana, Mas. Pikiran aku udah buntu. Mas tau kan gimana sayangnya aku sama Anna? Aku gak mau pisah sama Anna, Mas. Mas juga tau kan gimana keukeuhnya ibu kalo udah ada kemauan? Aku mau minta tolong sama Mas Raka." Lanjut Rangga menarik simpati kakaknya.

"Minta tolong apa?" Tanya Raka mulai merasa tak enak hati.

"Tolong..., itu..., emm...," Rangga sangat gugup hingga tak sanggup mengeluarkan kata-kata.

Raka menatap adiknya yang mengeluarkan gelagat aneh. Tidak seperti Rangga yang biasanya.

Dengan ragu, Rangga pun menceritakan tujuannya secara hati-hati pada Raka.

"LO UDAH GILA?" Bentak Raka menatap adiknya dengan tajam, membuat Rangga seketika malu karena semua mata tertuju pada mereka.

"Please, Mas. Sekali ini aja, Aku sama Anna bakal tutupin semua ini dari Mbak Aul sama ibu. Cukup kita bertiga aja yang tau." Pinta Rangga memelas, ia sudah tak perduli dengan tatapan heran orang-orang sekeliling mereka.

"Gak usah pikirin omongan ibu, ibu gak berhak nyuruh kita cerai sama istri kita. Surga emang di telapak kaki ibu dan kita harus patuh sama ibu, tapi bukan berarti lo sampe hilang akal kayak gitu. Jangan berbuat gila, Ga!" Ucap Raka acuh tak acuh lalu kemudian pergi meninggalkan adiknya yang terlihat putus asa.

Malam harinya setelah Anna tidur, Rangga termenung memikirkan dengan cara apa lagi ia harus membujuk kakaknya. Ia belum memberitahu Anna tentang pertemuannya dengan sang kakak siang tadi. Khawatir Anna akan ragu dan berubah pikiran.

Di rumah Bu Rahma...

"Astaghfirullah..., sadar dong adek, bangun." Isak Aulia menggenggam erat tangan mungil putra bungsunya.

"Kita bawa ke rumah sakit aja." Ucap Raka sembari menyambar kunci motornya.

"Tapi uang dari mana, Mas?" Tanya Aulia masih menangis.

"Itu urusan belakangan, yang penting Bian selamat." Jawab Raka mengangkat tubuh mungil Bian lalu menyuruh sang istri agar menggendongnya.

Sejak maghrib, Bian mengalami muntah-muntah dan buang air besar, tubuhnya sangat panas. Tepat pukul tujuh malam, tubuh Bian tiba-tiba kejang sebanyak tiga kali.

Saat hendak membuka pintu depan, tiba-tiba Bu Rahma tergesa-gesa menghampiri mereka.

"Mau kemana kalian? Ini loh ibu udah bikinin air perasan daun saga, sini Biannya biar cepet sembuh!" Perintah Bu Rahma menarik tangan Aulia hendak merebut cucunya.

Aulia menahan tangis lalu melirik suaminya agar menolak perintah ibunya. Untungnya Raka peka dan sepemikiran dengan istrinya.

"Kita mau bawa Bian ke rumah sakit, Bu. Bian masih tiga bulan, belum boleh dikasih asupan lain selain ASI. Raka berangkat dulu ya, Bu." Ucap Raka menarik tangan Aulia agar menghiraukan ibunya.

"Dikasih tau sama orangtua malah ngeyel! Ibu ini sudah berpengalaman, Raka! Buat apa kamu bawa anakmu ke rumah sakit? Kayak punya duit aja! Bawa sini biar ibu yang obatin! RAKA!" Teriak Bu Rahma kesal hendak menyusul Raka, namun putra sulung dan anak istrinya sudah melaju dengan motor bebeknya.

"Dasar anak mantu kurang ajar! Lebih percaya dokter daripada ibu sendiri! Dokter itu cuma mau meras kalian doang! Nanti anakmu mati ditangan dokter baru tau rasa! Lagian sejak kapan bayi nggak boleh dikasih asupan lain selain ASI? Kamu sama adikmu juga dulu ibu kasih pisang dari baru lahir!" Oceh Bu Rahma kemudian membanting gelas berisi ramuan yang sudah ia racik untuk cucunya, namun ditolak anaknya.

Sesampainya di rumah sakit, Raka langsung membawa putra bungsunya ke IGD. Dokter dan dua orang perawat langsung menangani Bian. Berulang kali tangan mungil itu ditusuk jarum infus, namun tak ada satupun yang berhasil masuk. Setelah beberapa kali percobaan, akhirnya tangan Bian pun bisa menerima jarum itu.

Setelah selesai ditangani dokter, Bian pun sudah boleh dipindahkan ke ruang rawat. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, dokter mengatakan bahwa Bian mengalami dehidrasi. Namun besok harus dilakukan pemeriksaan lanjutan karena menurut dokter ada yang janggal dengan kondisi bayi malang itu.

Sementara Aulia menunggu putranya di ruang IGD, Raka menuju lobi rumah sakit untuk mengurus administrasi dan ruang rawat untuk Bian.

"Kira-kira biayanya berapa ya, Pak?" Tanya Raka pada staff rumah sakit.

"Saya tidak bisa memprediksi, Bapak. Tapi kalo sakit ringan dan rawat inap saja, biasanya tiga sampai lima belas juta untuk tiga hari. Tergantung kelas ruangan yang bapak pilih." Jawab petugas itu dengan ramah.

Makjleb

'Duit dari mana segitu?' Batin Raka, tubuhnya terasa lemas mendengar nominal yang disebutkan petugas.

Dengan sangat terpaksa, Raka pun memilih kelas III, karena hanya ruangan itu yang biayanya paling rendah.

Saat tengah malam, Raka teringat dengan tawaran adiknya.

'Apa aku terima tawaran Rangga, ya? Tapi ini sangat melenceng. Tapi gimana bayar biaya rumah sakit Bian? Kalo jual motor, paling cuma laku dua juta. Mana ada orang mau beli motor yang pajaknya udah mati delapan tahun. Minjem ke koperasi pabrik juga nggak mungkin, hutangku masih banyak.' Batin Raka frustasi.

Setelah berpikir dan menimbang, akhirnya Raka memutuskan untuk menghubungi Rangga. Raka berbasa-basi dan memberitahukan kondisi Bian. Namun anehnya Rangga terdengar santai, padahal biasanya ia akan panik jika salah satu keponakannya sakit.

"Ga, tawaranmu tadi siang..., masih berlaku nggak?" Tanya Raka ragu sekaligus malu.

"Soal ancaman ibu? Memangnya Mas Raka mau?" Tanya Rangga balik.

Raka menarik napas panjang dan membuangnya dengan kasar. Semoga ia tak salah mengambil langkah.

"Ya, aku mau. Demi Bian." Jawab Raka mantap.

"Oke, aku bakal tanggung semua biaya rumah sakit Bian, berapapun. Tapi Mas harus janji, Mas harus ikutin semua kemauan aku. Kalo nggak...,"

.

.

.

To be continue ~

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 6 ~

    Eksekusi pun dimulai.Raka berjalan mendekati sepasang suami istri itu. Wajah Anna memerah menahan malu karena bagian tubuh yang sangat ia jaga dilihat lelaki lain selain suaminya.Anna duduk dibagian ujung ranjang sebelah kiri, sembari bersandar ditubuh suaminya. Ia merapatkan kakinya kala Raka berdiri dihadapannya, tanda sudah siap menjalankan tugasnya."Bentar, Mas." Tolak Anna saat Raka hendak mendekatkan miliknya pada milik Anna, membuat Raka menghentikan niatnya."Kenapa sayang? Sebentar doang kok." Desak Rangga memeluk tubuh Anna yang bersandar padanya.Dengan sedikit paksaan dibalut rayuan, Anna pun tak bisa menghindar lagi.Rangga menyuruh kakaknya meneruskan rencana mereka, lebih tepatnya rencana Rangga.Raka meneguk salivanya menahan gejolak aneh dalam dirinya. Sesegera mungkin ia menuntaskan tugasnya. Anna meringis karena menahan perih di area intimnya, disusul rasa hangat memenuhi bagian itu."Udah." Ucap Raka menarik miliknya kemudian bergegas keluar dari kamar.Anna aga

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 5 ~

    Rangga menjeda ucapannya, membuat hati Raka berdebar tak karuan. "Kalo nggak kenapa?" Tanya Raka tak sabar. "Kalo nggak, Mas akan tau akibatnya." Jawab Rangga dingin. Setelah selesai berbincang via telepon dengan adiknya, Raka kembali termenung memikirkan kerumitan dalam hidupnya. Semenjak ayah mereka meninggal, Raka yang saat itu masih duduk di bangku SMA terpaksa menjadi tulang punggung keluarga, membiayai ibu dan adik satu-satunya. Ia bekerja menjadi kuli panggul di pasar setelah pulang sekolah. Ekonomi mereka mulai membaik saat Rangga sudah lulus SMA. Saat itu Raka pun sudah bekerja di sebuah delaer mobil. Melihat Rangga yang bingung tak kunjung mendapatkan pekerjaan, Raka berinisiatif memasukan adiknya ke tempatnya bekerja. Rangga diterima sebagai staff karena kemampuannya dibidang komputer cukup mumpuni, sedangkan Raka sebagai mekanik. Saat Raka dan Aulia baru tiga bulan me

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 4 ~

    [Besok masuk siang. Kenapa, Ga?] -Raka- Jemari Rangga bergetar kala mengetik balasan pesan untuk kakaknya. Pesan yang sudah ia ketik cukup panjang, kembali ia hapus karena ragu. "Gimana cara ngomongnya ya?" Batin Rangga menggigit bibir bawahnya. Saat Rangga tengah berpikir, Raka kembali mengirimkan pesan. [Ada apa sih? Cepetan ngomong jangan bikin penasaran!] -Raka- Tanpa pikir panjang, akhirnya Rangga mengajak kakaknya untuk bertemu besok. . Keesokan harinya sikap Anna masih saja dingin pada Rangga. Rangga yang merasa bersalah pun memeluk istrinya yang sedang mencuci piring. "Maafin aku, sayang." Bisik Rangga menyembunyikan wajahnya di leher Anna, Anna pun menghentikan gerakannya. "Maaf karena udah bikin kamu ada disituasi kayak gini. Maaf karena aku gak bisa apa-apa lagi. Maaf karena aku udah ngorbanin kamu buat mengatasi masalah kita."

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 3 ~

    Sejak percakapan mereka malam itu, hubungan Anna dan Rangga menjadi renggang, lebih tepatnya Anna lah yang menghindar dari suaminya. Ia tak habis pikir dengan ide gila sang suami. Suami macam apa yang menyuruh istrinya dinikmati oleh laki-laki lain? Sekali pun itu kakak iparnya, tetap saja rasanya tak pantas jika suaminya menyuruhnya untuk melakukan hal itu. "Sayang? Kamu masih marah sama aku?" Tanya Rangga seraya duduk di samping istrinya yang sedang sarapan."Sarapan kamu udah aku siapin, aku berangkat duluan soalnya hari ini banyak pesanan yang harus dikirim." Jawab Anna tak menanggapi pertanyaan Rangga.Ya, selain menjadi ibu rumah tangga, Anna juga memiliki bisnis online shop yang lumayan menghasilkan. Hitung-hitung mengisi waktu luang, karena di rumah saja pun rasanya sangat membosankan.Anna meneguk segelas air lalu bangkit dari duduknya. Sebelum ia benar-benar melangkah, Rangga menahan pergelangan tangan Anna, membuat Anna mau tak mau berhenti."Udah tiga hari kamu diemin aku

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 2 ~

    "Hasilnya normal ya, Bunda. Sel telurnya masya Allah bagus-bagus, udah siap dibuahi. Jangan terlalu stress, jaga pola hidup sehat, makan makanan yang bergizi dan yang paling penting, doanya lebih dikencengin lagi." Terang Dokter Nadia menjelaskan dengan lembut dan tenang, senyum ramahnya tak pernah luntur dari bibirnya."Alhamdulillah. Terima kasih ya, Dok. Semoga saya bisa secepatnya punya momongan." Balas Anna sembari tersenyum, namun menahan getir dihatinya.Ini adalah ke sekian kalinya Anna mendatangi dokter obgyn. Tak terhitung berapa banyak dokter yang ia dan suaminya kunjungi, sejak tahun pertama pernikahannya. Tak jarang pula Anna pergi berkonsultasi seorang diri saat suaminya sedang bekerja, sepertti saat ini.Sepulang dari dokter, Anna terus melamun memikirkan nasibnya yang tak kunjung hamil. Selama melakukan pemeriksaan, dokter selalu mengatakan bahwa ia dan suaminya tidak bermasalah. Tapi mengapa rasanya sulit sekali untuk memiliki momongan? Begitulah yang selalu terbesit

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 1 ~

    "Gemes banget sih!" Ucap seorang wanita cantik yang sedang menciumi keponakannya."Makanya cepet punya anak, biar gak ngunyel-ngunyel anak orang terus! Nikah udah 5 tahun kok gak hamil-hamil, si Siti aja baru nikah 2 bulan langsung isi. Kaka Iparmu juga udah punya dua anak, masa kamu kalah sih, Na!" Celetuk wanita paruh baya yang menatap sinis pada menantunya.Sontak hati Anna berdenyut nyeri mendengar ucapan mertuanya. Setiap kali ia dan suaminya berkunjung ke rumah ini, selalu kata-kata pedas yang terjun bebas dari mulut ibu kandung suaminya."Kita kan lagi usaha, Bu. Ibu jangan ngomong gitu terus dong, yang ada Anna makin tertekan kalo terus-terusan ibu desak kayak gini. Anak itu kan anugerah dari Allah, bukan kita yang menentukan." Sela Rangga membela Anna, sembari duduk disamping istrinya."Usaha? Usaha apa? Mau sampe kapan kamu gak punya anak, Ga? Umur kamu itu udah 30 tahun, keburu mati gak punya anak! Siapa nanti yang doain kamu di alam kubur?" Bentak Bu Rahma dengan suara men

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status