Share

Part 6 ~

Author: seblakcoet
last update Last Updated: 2025-10-03 15:42:55

Eksekusi pun dimulai.

Raka berjalan mendekati sepasang suami istri itu. Wajah Anna memerah menahan malu karena bagian tubuh yang sangat ia jaga dilihat lelaki lain selain suaminya.

Anna duduk dibagian ujung ranjang sebelah kiri, sembari bersandar ditubuh suaminya. Ia merapatkan kakinya kala Raka berdiri dihadapannya, tanda sudah siap menjalankan tugasnya.

"Bentar, Mas." Tolak Anna saat Raka hendak mendekatkan miliknya pada milik Anna, membuat Raka menghentikan niatnya.

"Kenapa sayang? Sebentar doang kok." Desak Rangga memeluk tubuh Anna yang bersandar padanya.

Dengan sedikit paksaan dibalut rayuan, Anna pun tak bisa menghindar lagi.

Rangga menyuruh kakaknya meneruskan rencana mereka, lebih tepatnya rencana Rangga.

Raka meneguk salivanya menahan gejolak aneh dalam dirinya. Sesegera mungkin ia menuntaskan tugasnya. Anna meringis karena menahan perih di area intimnya, disusul rasa hangat memenuhi bagian itu.

"Udah." Ucap Raka menarik miliknya kemudian bergegas keluar dari kamar.

Anna agak shock karena semuanya berjalan dengan sangat cepat, tapi sekarang ia merasa lega. Sedangkan Rangga menahan sakit dihatinya melihat adegan yang baru saja terjadi.

'Maaf sayang, aku terpaksa melakukan semua ini demi keutuhan rumah tangga kita.' Batin Rangga terbesit rasa sesal yang mendalam.

Setelah menenangkan Anna, Rangga pun menyusul kakaknya ke ruang tamu.

"Makasih, Mas. Semoga cara ini berhasil." Ucap Rangga duduk di depan Raka yang sedang menghisap sebatang rokok.

"Kenapa harus gue yang hamilin istri lo? Apa jangan-jangan...," mata Raka menyipit tajam ke arah adiknya, ada rasa curiga yang mengganjal dihatinya. Ia merasa ada hal besar yang disembunyikan oleh adiknya.

"Mas jangan mikir aneh-aneh, kalo aku bisa bikin Anna hamil, aku gak akan minta tolong sama Mas Raka. Maksud aku..., selama ini aku sama Anna udah berusaha semaksimal mungkin, udah gak terhitung berapa ratus juta yang kita keluarin demi bisa punya anak, tapi kenyataannya kita belum dipercaya buat itu. Aku minta tolong Mas Raka karena cuma Mas Raka satu-satunya kakakku, terlebih anak-anak Mas Raka ada miripnya kan sama aku? Seandainya ibu gak ngancem kayak gini, mungkin aku gak akan ngelakuin ide gila ini. Mas pikir aku rela liat istriku disentuh laki-laki lain sekalipun itu kakakku? Aku terpaksa, Mas. Aku harap mas bisa ngerti." Sela Rangga kesal karena Raka terus mencurigainya sejak awal.

Raka menarik napas panjang dan membuangnya dengan kasar.

"Ya udah, tugasku udah selesai 'kan? Aku balik ke rumah sakit dulu. Takutnya Aulia curiga kalo aku kelamaan." Pamit Raka bangkit kemudian meninggalkan rumah adiknya.

Sepanjang perjalanan, Raka memikirkan sesuatu yang terus melekat di otaknya.

"Kok bisa, ya?" Gumam Raka sembari menggelengkan kepalanya.

Sesampainya di rumah sakit, ia dipanggil suster dengan raut panik dan napas tersenggal.

"Pak cepat, Pak! Istri sama orangtua bapak bertengkar di ruang rawat!" Ucap suster itu menarik lengan Raka, seperti ibu yang memergoki anak remajanya merokok.

Raka panik dan langsung berlari meninggalkan suster yang membungkuk karena lelah.

"Ibu pikir aku nggak capek tiap hari dicaci maki dikatain istri pembawa sial? Memangnya ibu istri sehebat apa pantas ngatain aku kayak gitu? Kalo ibu istri yang hebat, harusnya ibu yang nafkahin anak-anak ibu sewaktu bapak meninggal, bukan Mas Raka! Ibu macam apa yang jadiin anaknya yang masih kecil jadi tulang punggung? Ibu pikir ibu hebat? Nggak bu! Justru ibu itu ibu yang jahat! Ibu yang gak tau diri! Anakku itu urusanku, bukan urusan ibu!" Aulia berteriak tak terkontrol sembari menunjuk-nunjuk wajah mertuanya.

"Liat aja nanti bu, ibu akan menyesal udah nyakitin hati aku! Aku akan buktiin kalo aku bisa menghasilkan uang! Dan ibu akan aku jadikan babu di rumah ibu sendiri!" Lanjutnya dengan emosi yang masih berkobar.

Raka tercengang melihat istrinya yang selama ini selalu lemah lembut bersikap arogan. Sedangkan Bu Rahma ditarik keluar oleh beberapa orang yang sedang menunggu pasien, sebelum ia hendak membalas perkataan menantunya.

Dua orang wanita dewasa yang sedari tadi menahan Aulia, kemudian melepaskan Aulia kala Raka berjalan mendekatinya.

"Apa? Kamu mau marah juga sama aku? Silahkan, Mas! Aku udah gak peduli sama kalian!" Ucap Aulia sembari menangis sesenggukan.

Tanpa mengucapkan apapun, Raka memeluk istrinya dengan erat. Ia paham, pasti ibunya berulah lagi dengan mengatakan hal-hal menyakitkan pada istrinya. Aulia yang sedang lelah fisik dan batinpun meluapkan isi hatinya hingga meledak-ledak.

"Maaf ya Pak, Bu sudah mengganggu waktu istirahatnya." Ucap Raka pada tiga pasien lain yang sedang terbaring dan ditemani oleh keluarganya

Tiga hari kemudian, Bian sudah diperbolehkan pulang dengan catatan harus dilanjutkan dengan berobat jalan. Semenjak kejadian hari itu, sikap Aulia menjadi dingin pada Raka. Ia menjadi irit bicara dan enggan diajak berdiskusi.

"Gimana kalo kita ngontrak?" Bujuk Raka merebahkan tubuhnya disamping istrinya, namun Aulia membalikan tubuhnya membelakangi Raka.

"Kamu atur aja, Mas. Kan kamu yang punya uang." Balas Aulia acuh.

Belum sempat Raka berbicara lagi, Aulia bangkit menggendong Bian yang terbangun. Ia merasa lelah fisik dan batin. Tak tahu hendak mengadu pada siapa.

Orangtuanya sudah lama meninggal, sedangkan ia hanya anak tunggal dan tak tahu siapa saja keluarganya. Kedua orangtuanya sama-sama merantau di kota ini, sejak ia lahir hingga dewasa, ia tak pernah dikenalkan apalagi diajak menemui keluarga orangtuanya. Hal itulah yang membuat Aulia menjadi sebatang kara.

Sebulan berlalu, sikap Aulia masih saja dingin. Ia bahkan enggan disentuh jika Raka meminta haknya dengan alasan lelah.

Tepat pukul empat sore, Aulia datang dengan kedua anaknya. Raka bersidekap menatap tajam ke arah Aulia.

"Ayah! Iki abis jajan dong, liat deh banyak 'kan?" Ucap Fikri, putra sulung mereka yang berusia tujuh tahun.

"Banyak banget? Dibeliin siapa?" Tanya Raka mengusap kepala putranya sembari tersenyum.

"Dibeliin bunda dong, Yah! Iki masuk dulu ya, Yah. Eksrimnya takut keburu cair." Jawab Fikri kemudian masuk kedalam rumah.

"Dari mana aja kamu? Fikri jajan banyak gitu uang dari mana?" Selidik Raka menatap istrinya dengan heran.

"Uang aku. Aku sekarang kerja, Mas. Aku capek dihina ibu kamu terus." Ucap Aulia hendak masuk, namun ditahan oleh Raka.

"Kerja apa? Bian baru sebulan keluar dari rumah sakit dan kamu setiap hari di rumah aja kan? Jawab jujur, Aulia!" Tanya Raka penuh selidik.

"Jaman udah canggih, Mas. Main HP aja udah bisa dapet uang banyak. Udah ah aku capek gak mau debat sama kamu." Jawab Aulia acuh tak acuh sembari meninggalkan suaminya.

"Istrimu kesambet setan apa sih, Ka? Semenjak pulang dari rumah sakit kok jadi aneh? Amit-amit kamu punya istri begitu! Sebaiknya kamu ceraikan aja istrimu yang gak tau diri itu! Itu dapet duit dari mana coba? jangan-jangan jadi pelacur lagi!" Sinis Bu Rahma mengompori Raka.

.

.

.

To be continue ~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Epilog — Empat tahun telah berlalu.

    Waktu berjalan tanpa suara, menghapus sedikit demi sedikit bekas luka yang dulu terasa mustahil sembuh. Rumah bercat putih gading di pinggir kota itu kini tampak hangat. Di halamannya, suara tawa anak-anak berpadu dengan aroma kopi dan roti pandan yang keluar dari dapur kecil di teras. Papan kayu bertuliskan “Kopi Kybi – Homemade & Family Taste” bergoyang lembut tertiup angin sore. Itulah tempat baru yang dibangun Raka dan Aulia. Sebuah usaha kecil yang menjadi simbol rekonsiliasi — bukan hanya antara suami dan istri, tapi juga antara mereka dan masa lalu. Aulia menata toples-toples berisi kue kering buatan tangannya. Pipi dan tubuhnya kini berisi, matanya lembut, jauh dari pandangan dingin dan kelelahan dulu. Ia tersenyum ketika Raka datang membawa sekeranjang bahan belanjaan dari pasar. “Capek, Mas?” tanyanya sambil membantu menurunkan barang. “Lumayan,” jawab Raka sambil tertawa kecil. “Tapi seneng lihat kamu semangat terus. Kopinya laku keras ya hari ini?” “Alhamdulillah.”

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 37 Ending

    Matahari sore menembus tirai ruang tamu rumah kecil itu, menebar cahaya keemasan yang lembut. Suara tawa anak-anak terdengar dari halaman depan — Iki sedang mengejar adiknya yang baru belajar jalan, sementara Bu Rahma duduk di kursi rotan, menonton sambil tersenyum.Sudah hampir setahun sejak malam kelam itu. Luka di tubuh Aulia sudah lama sembuh, tapi luka di hatinya baru benar-benar reda beberapa bulan terakhir. Kini, ia bisa tertawa lagi, meski kadang masih ada gurat getir di ujung matanya. Namun senyum yang ia miliki sekarang bukan senyum palsu — itu senyum seseorang yang telah berdamai dengan masa lalunya.Raka keluar dari dapur sambil membawa dua gelas jus jambu. Ia duduk di sebelah istrinya. “Capek?” tanyanya lembut.Aulia menggeleng, “Nggak. Aku suka lihat mereka main kayak gitu. Rasanya… damai.”Raka ikut tersenyum. “Aku juga.”Sejenak keduanya terdiam, menikmati pemandangan sederhana yang dulu tak mereka hargai. Dulu rumah ini terasa sempit, pengap oleh amarah dan saling cur

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 36 Membuka lembaran baru

    Sisa Luka dan Awal yang Baru.Hari-hari setelah kejadian di hotel itu berjalan pelan, seperti waktu sengaja memperlambat langkahnya agar semua luka punya kesempatan untuk bernapas. Rumah Bu Rahma yang dulu dipenuhi teriakan dan amarah kini lebih sering sunyi. Hanya suara tangis Bian di malam hari, atau tawa kecil Iki saat menonton kartun di ruang tamu, yang memecah kesunyian itu.Aulia masih dalam masa pemulihan. Tubuhnya penuh memar, jiwanya lebih parah lagi. Ia jarang bicara. Setiap kali seseorang menyentuh pundaknya dari belakang, tubuhnya langsung menegang, matanya memejam seolah masih berada di kamar hotel itu. Raka melihat semua itu dengan hati remuk, merasa bersalah, merasa gagal. Tapi kali ini ia tidak menyerah seperti dulu. Ia memilih tetap di sisi Aulia, meski kadang hanya dalam diam.Bu Rahma setiap hari selalu membantu. Ia menyiapkan makanan, mencuci pakaian, menemani cucunya bermain. Kadang ia duduk di ruang tamu bersama Raka, keduanya berbicara pelan agar Aulia yang sed

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 35 Ketakutan

    Hari-hari setelah kepergian Anna berjalan dengan lambat dan dingin. Rumah yang dulu riuh oleh suara Fikri dan tawa kecil Bian kini terasa seperti ruang kosong.Raka duduk di meja makan setiap pagi hanya menatap piringnya tanpa selera. Aulia sibuk mengurus anak-anak, tapi wajahnya selalu tanpa ekspresi.“Mas nggak berangkat kerja?” tanya Aulia satu pagi.Raka mengangguk pelan. “Berangkat, sebentar lagi.”Aulia mendengus. “Kalau masih kepikiran perempuan itu, mending terus terang aja. Aku capek pura-pura nggak lihat.”Raka menatap istrinya lelah. “Aku cuma capek, Bun.”“Capek? Aku juga capek, Mas. Tapi bedanya, aku nggak pernah mikirin orang lain waktu capek,” balas Aulia tajam sebelum masuk kamar dan menutup pintu.Raka memijat pelipisnya. Sejak Anna pergi, hidupnya seperti kehilangan arah. Ia pernah mencoba mengirim pesan — tapi pesannya tak pernah terkirim. Nomornya diblokir. Ia bahkan memberanikan diri datang ke rumah Anna seminggu kemudian, hanya untuk mendapati papan ‘DIJUAL’ sud

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 34 Pamit dan datang

    Keputusan yang Mengikat LukaTiga hari sudah berlalu sejak kejadian di rumah sakit, tapi bayangan Aulia yang menatapnya dingin di lorong itu masih terus mengganggu pikiran Anna. Tatapan tanpa sapa, tanpa pengakuan, seolah ia hanyalah angin lalu yang tak berarti.Malam itu, setelah menidurkan bayinya, Anna duduk di teras rumah dengan selimut tipis menutupi bahunya. Angin lembut membawa aroma tanah basah. Di meja kecil di sampingnya, secangkir teh sudah dingin. Ia menatapnya kosong, sebelum akhirnya menekan nama Raka di layar ponselnya.Panggilan berdering cukup lama sebelum suara itu muncul di seberang sana.“Halo, Na?” suara Raka terdengar pelan, lelah.Anna menelan ludah. “Mas Raka, aku mau tanya sesuatu… soal Mbak Aul.”Raka terdiam sejenak. “Kenapa?”“Aku ketemu dia di rumah sakit, waktu aku mau pulang. Dia sama laki-laki. Aku coba sapa, tapi dia malah marah dan buang muka.” Nada suara Anna bergetar. “Aku jadi makin ngerasa bersalah, Mas. Waktu lihat Mbak Aul kayak gitu, rasanya s

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 33 Rahasia Aulia

    Raka duduk di ruang tamu, menatap jam dinding yang berdetak lambat. Sudah hampir pukul dua belas malam, tapi Aulia belum juga kembali.Anak-anaknya sudah menangis berbarengan sejak tadi, sementara Bu Rahma mondar-mandir di ruang tengah sambil menggendong Bian yang terus rewel mencari ibunya.“Raka… coba telpon lagi, Nak. Mungkin kali ini diangkat,” suara Bu Rahma serak, matanya sembab karena tangis yang tak berhenti sejak pertengkaran anak dan menantunya.Raka mengusap wajahnya kasar. “Udah, Bu. Udah sepuluh kali. Tapi nomornya nggak aktif.”Nada suaranya berat, campuran antara marah dan khawatir. Ia tak tahu lagi harus bagaimana.Fikri, anak sulungnya tiba-tiba menatap ayahnya dengan mata penuh air.“Itu salah Ayah! Bunda pergi gara-gara Ayah! Kenapa Ayah marahin Bunda? Kenapa Ayah biarin Bunda keluar sendiri!” Teriak Fikri sembari menangis.Ucapan polos itu menghantam dada Raka seperti batu besar. Ia terdiam, tidak bisa membalas.Bu Rahma memeluk Fikri, berusaha menenangkannya. “Jan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status