“Orang-orang apa, Bu?” desak Uzy yang semakin tak sabar.
Tiba-tiba Ibu menangis. Hati Uzy serasa diremas karena merasa bersalah. Ia telah membuat ibunya bersedih. Sudut mata Uzty melirik Lilis, sebagai kode bahwa ia meminta penjelasan.
Akan tetapi, Lilis malah asyik memandangi kuku-kuku jari tangannya. Sesekali, ia mencongkel kotoran yang terselip diantara kuku dengan kuku jari kelingking. Dari gaya Lilis saja Uzy sudah tahu bahwa adiknya itu sengaja berpura-pura tak melihat kode yang diberikannya.
Uzy mendesah. Ia mengambil sebelah tangan Ibu lalu menggenggam erat-erat. Matanya menatap Ibu penuh kesungguhan.
“Bu, maafkan Uzy yang telah berkata keras pada Ibu,” ujar Uzy lembut.
Ibu mengusap air di sudut mata dengan punggung tangannya yang bebas, lalu membelai tangan Uzy yang menggenggam tangannya yang lain dengan tangan tersebut.
&ldqu
Apa ya yang ingin Lilis rahasiakan dari Uzy?
“Ehe ... Aku nggak enak ngomongnya,” kata Lilis seraya cengengesan.“Apa karena ada Ibu? Anggap saja Ibu nggak ada,” seloroh Ibu.Lilis tertawa-tawa. Namun setelah itu ia tetap bungkam.“Punya apa sih, Lis? Mas jadi penasaran, nih,” desak Uzy tak sabar.Lilis memilin-milin rambutnya yang panjang sebahu. Matanya berkelana ke langit-langit kamar, seolah sedang mempertimbangkan ucapan Uzy.“Paling juga punya pacar,” celetuk Ibu mengagetkan.“Haaa ... Kok Ibu bisa tahu?” Mata Lilis terbelalak sempurna. Mulutnya juga ikut menganga. Ekspresi wajahnya sangat lucu dan imut di mata Uzy.“Betul, kan,” cetus Ibu seraya tersenyum.“Dari mana Ibu tahu, sih. Kan Ibu nggak pernah antar dan jemput aku sekolah,” desak Lilis penasaran.
Uzy pulang menggunakan bus antarkota. Berangkat pukul empat sore, ia tiba di rumah Paman Ali menjelang maghrib, pada pukul setengah enam. Kedatangannya disambut gembira oleh Paman Ali dan istri pamannya. Bahkan, Bibi memasakkan menu istimewa kesukaan Uzy, udang asam manis. Uzy makan bersama keluarga Paman Ali, termasuk bersama Zeo.“Makan yang banyak, biar kamu pinter dan cepet lulus,” ujar Bibi sambil menambahkan lauk udang ke piring Uzy.“Iya, Bi. Terima kasih.” Uzy menjawab takzim.“Bagaimana keadaan ibumu?” tanya Paman Ali.Uzy menceritakan penyakit dan kondisi terkini dari keadaan ibunya secara ringkas. Paman Ali juga menanyakan kabar Lilis. Uzy pun menceritakan perkembangan Lilis adiknya. Usai makan, Uzy pamit ke kamarnya untuk beristirahat.Uzy yang merasa gerah langsung memutuskan untuk mandi. Azan Maghrib berkumandang dari kejauhan, bertepatan dengan kaki Uzy yang melangkah keluar dari kamar mandi. Uzy langsung menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim.Usai shalat, Uzy
Uzy melamun di perpustakaan saat mengerjakan makalah buat Rani. Sebelah tangannya bertopang di dagu, sementara tatap matanya nanar ke arah dinding perpustakaan yang kusam dan berdebu. Dalam kondisi itulah Milo menemukan Uzy di salah satu sudut perpustakaan.Uzy tidak melihat saat Milo datang mengendap-endap dari belakang dan menyapanya dengan cara tak biasa.“Hei! Serius banget, Zy? Lagi ngapain, nih?” sapa Milo seraya menepuk meja di depan Uzy, sampai Uzy terlonjak kaget karena bunyi tepukan di meja cukup keras.“Hah, ngangetin aku aja kamu, Mil! Aku lagi ngerjakan makalah buat Rani, nih. Lumayan dapat uang lelah.” Uzy menjawab sambil merendahkan suara, takut isi percakapan mereka didengarkan oleh petugas perpustakaan.Tanpa sepengetahuan Uzy, ada sepasang telinga yang mendengar pembicaraan antara dirinya dan Milo. Sosok itu tidak terlihat oleh Uzy karena berada di balik lemari buku yang ada di samping Uzy.“Kamu cari tambahan uang saku lagi? Bukannya kamu sudah kerja sama Masku? Apa
Keesokan harinya, kebetulan Uzy tidak ada kuliah pagi. Ia memutuskan untuk pergi ke mal yang ditunjukkan oleh Milo kemarin untuk melamar pekerjaan.Uzyberjalan dengan langkah mantap menuju mal yang hanya berjarak 500 meter dari kampus mereka. Pusat perbelanjaan yang menurut Milo sedang membuka lowongan pekerjaan paruh waktu. Toko yang Milo maksud berada di lantai 2. dalam waktu singkat, Uzy sudah sampai di depan toko yang ia cari. Ia memasuki area toko “Sikil” dengan perasaan gugup namun juga penuh semangat. Di dalam toko, suasana terdengar riuh dengan suara-suara pelanggan yang sibuk berbelanja.Uzymenghampiri meja informasi yang berada di bagian depan toko.“Permisi, saya ingin menanyakan tentang lowongan pekerjaan yang tersedia di sini.” Uzy tersenyum sopan.Wanita cantik bermake-up tebal mendongak, lalu menebar senyum ramah. “Tentu, ada beberapa lowongan
Hanya si pemuda yang membalas sapaan Uzy. “Silakan.”Uzy duduk di sebelah pemuda itu. “Terima kasih. Mas, melamar kerja di sini juga kan, ya?” kata Uzy berbasa-basi.“Iya, Mas. Mas juga?” balas si pemuda dengan basa-basi yang sama. Padahal sudah jelas mereka semua berada di tempat itu karena alasan yang sama.“Iya, Mas. Semoga kita diterima.” Uzy mengakhiri basa-basi basi di antara mereka berdua.Tak lama kemudian, muncul Dody dari balik pintu tertutup yang bertuliskan “Hanya Untuk Karyawan” di depannya. Wajahnya cerah. Senyum terkembang di bibir Dody.“Silakan masuk, semua.” Dody memanggil.Seketika, empat pelamar yang duduk di bangku bangkit. Mereka seperti berlomba untuk masuk lebih dulu ke dalam ruangan yang pintunya telah dibuka lebar oleh Dody. Setelah se
Si gadis cantik bak sosialita menghentikan langkah, mengibaskan rambut hitam panjang berkilau melewati bahu indahnya, lalu melirik ke arah toko dengan dahi berkerut, menilai toko sepatu di depannya. “Oh, ya? Apa spesialnya koleksi sepatu di toko ini?”Uzy mengambil brosur dan menunjukkan beberapa gambar sepatu yang telah ia pelajari secara singkat sebelumnya. “Kami menawarkan berbagai merek ternama dan desain terkini yang pasti akan memikat perhatian kakak. Bukan hanya itu, kami juga memberikan diskon spesial untuk pembelian hari ini. Selain mendapatkan sepatu berkualitas, Kakak juga bisa mendapatkan penawaran menarik!”Si gadis cantik melirik brosur di tangan Uzy. “Diskon spesial, ya? Tapi saya enggak ada rencana beli sepatu baru.”Uzy tak putus asa. Masih dengan penuh semangat, ia menambahkan. “Tenang saja, Kak! Kakak bisa melihat-lihat dulu, tidak harus membeli. Siapa tahu, ad
“Mas Uzy, saya senang memberitahukan bahwa Anda diterima bekerja sebagai SPG di toko kami! Selamat!” Dody mengulurkan tangan untuk dijabat kepada Uzy.Seketika, wajah Uzy yang semula murung berubah menjadi cerah. “Wah! Terima kasih, Pak Dody! Saya sangat senang mendengarnya!” Uzy menerima jabat tangan Dody dan mengguncangkannya agak terlalu kencang, saking gembiranya.“Kamu sudah menunjukkan sikap yang baik dan luar biasa persuasif selama tes tadi. Kami yakin kamu akan menjadi seorang SPG yang hebat!” Dody tidak lagi memanggil Uzy dengan sapaan “Anda”, tetapi telah berubah menjadi “Kamu”. Uzy pun memerhatikan perubahan kecil ini.“Terima kasih, Pak. Saya berusaha yang terbaik. Saya juga akan bekerja keras untuk memenuhi harapan toko, Pak.”“Oh, ya. Saya lihat kamu masih kuliah, ya? Salut. Saya suka anak muda pekerja keras.
Keduanya tertawa gembira. Mereka lantas berpisah. Milo melanjutkan kepergiannya yang tertunda, sedangkan Uzy berjalan kembali ke arah gedung kampus. Kali ini tujuannya bukan ruangan kelas karena kuliah selanjutnya baru akan dimulai dua jam lagi. Langkah kakinya mengarah ke ruangan UKM Islam. Ia hendak mencari Hanif, orang yang sudah ia anggap seperti saudara sendiri. Uzy akan mengabari tentang pekerjaan barunya.Uzy melongok melalui jendela ruangan UKM yang terbuka. Ia melihat Hanif tengah membuka mushaf Al Quran di tangannya. Tampaknya, Hanif sedang mengaji. Ada yang berdesir di dalam dada Uzy saat melihat wajah teduh Hanif yang sedang membaca Al Quran. Ada kerinduan di dadanya untuk menjadi seperti Hanif, namun … kesibukan membuatnya sering lupa akan kitab suci tersebut.Uzy melontarkan salam dan Hanif langsung menjawab sambil mengangkat wajah. Hanif tersenyum menlihat sosok Uzy yang berdiri di ambang pintu. Hanif mengundang Uzy unt