"Mama, papa, lho, kok sudah sampai?" tanya Rey kepada orangtuanya yang membuat dirinya begitu syok. Monik, segera menjewer telinga sang anak hingga menuju ke ruang dapur. Membuat pemilik mata elang tersebut kesakitan. Vallen yang melihat orang tua Rey segera memberikan penghormatan."Selamat pagi Tante Monik, Om Darwin," sapa Vallen tulus. Monik segera melepaskan jeweran tersebut. Dan justru menghambur ke pelukan sang menantu. "Oh, selamat pagi juga menantu. Maafkan Mama ya bila tidak bisa hadir," sesal Monik dengan mata berkaca-kaca.Sebenarnya Vallen sendiri merasa aneh. Kenapa ibunya Rey justru bersikap baik kepada? Atau mungkin dia mengira bahwa dirinya adalah Denara, begitukah? Pikir Vallen."Ayo sayang duduk dulu. Biarkan Mama yang akan memasak.""Tapi Tante, bukankah baru saja tiba dari Indonesia? Sebaiknya biarkan Vallen yang memasak," tolak wanita bermata kelabu merasa tidak enak. Rey dan Darwin hanya saling pandang.
Vellen tertegun kala mendengar suara Rey berteriak. Ia malah melontarkan tanya, "Kenapa memangnya, Rey? Aku hanya ingin mengambil laptop yang kamu pakai. Aku juga tahu bahwa kamu tidak suka dekat denganku.""Bagus jika kau sadar diri. Aku ingin keluar. Berada satu ruangan denganmu membuat atmosfer udara jadi kotor. Terutama dirimu yang suka menjelajahi beberapa pria di luar sana. Benar-benar perilaku buruk!"Setelah mengatakan hal tersebut, Rey beranjak dari tempat tidur dan meninggalkan laptop, sementara Vallen tidak akan terkecoh dengan ucapan suaminya. "Suatu hari nanti, kamu akan tahu kebenarannya Rey. Wanita yang kamu puja selama ini, ia berkhianat. Meskipun aku mencoba untuk mengatakannya padamu, tetap saja kau tidak akan percaya," bisik Vallen seraya menatap tubuh sang suami yang telah menghilang dari pandangannya. Ia juga tidak ingin tahu kemana Rey pergi.Vallen berkutat di depan layar persegi. Ia akan membuat desain perhiasan berupa sa
Senja perlahan mulai muncul di langit sore disertai rinai hujan yang turun sangat deras. Vallen masih terjebak di dalam rumah milik Gladwin. Ia menjaga Fidelya sebab ingin dibacakan sebuah dongeng."Akhirnya penyihir yang jahat tersebut terkurung di dalam menara tertinggi sebab ia berbohong dan tidak akan bisa keluar selamanya. Sedangkan Rapunzel ia bisa keluar dari kutukan menara dan hidup bahagia dengan pangeran," ungkap Vallen yang mengarang sebuah cerita yang sempat ia tonton.Diusapnya rambut pirang milik bocah berusia enam tahun tersebut dengan sayang. "Rupanya sudah tidur," lirih Vallen seraya bergeser untuk membuat bocah dalam pangkuan tersebut nyaman. Glad memasuki kamar putrinya dan bertanya, "Apakah Fidelya sudah tidur, Len?""Iya, dia baru saja tertidur setelah kuceritakan ulang sebuah kisah."Glad menatap ke arah jendela, ia ingin menawarkan sesuatu pada gadis yang telah menyelamatkan anaknya. "Diluar hujan masih deras. Bagaimana bila kamu menginap saja disini. Fide past
Vallen menatap benci ke arah suaminya yang selalu merendahkan harga dirinya bahkan melukai perasaan hingga begitu dalam. Matanya sudah berkaca-kaca. Pakaiannya compang-camping akibat ulah tangan Reyzain."Apakah kamu sudah puas membuat diriku menderita, Rey?""Belum, aku tidak akan pernah puas sebelum kau sekarat! Sama seperti yang dialami oleh Denara!" "Lantas, lakukanlah apa menurutmu itu benar. Kenapa kau tidak langsung saja membunuhku?" tantang Vallen. Ia hendak menangis, namun sebisa mungkin ia tahan. Rey segera meraup bibir Vallen karena tidak berdaya menahan gejolak yang tiba-tiba saja muncul. Mungkin karena efek cemburu sehingga ia menghukum istilah.Mereka berjalan dengan pagutan dan menuju ke arah ranjang. Rey mendorong tubuh istrinya hingga terjatuh di kasur."Layani aku seperti kau melayani pria lain? Aku ingin tahu bagaimana mereka bisa bertahan dengan wanita siluman sepertimu, Vallenzuela!"Kali ini Rey berhasil menyentuh wanita dibawah kukungan hingga cairan percintaa
Vallen segera berbalik badan, pandangan matanya tertuju kepada Glad yang juga menatapnya seolah memindai."Masuklah, Len. Maafkan aku yang barusan bangun tidur!"Vallen hanya tersenyum tipis. Wajar saja saat ini masih pukul setengah tiga. Dan ia bertamu ditempat seorang duda beranak satu yang sangat menganggap dirinya sebagai Sharena.Tangan mungil Fide menarik Vallen untuk segera masuk ke rumah Glad. "Hari masih pagi, bila masih mengantuk, kamu lanjutkan saja tidur di kamar Fide," ucap Glad masih dalam posisi berdiri.Vallen sedikit ragu untuk bercerita tentang pernikahan bersama Reyzain. Wajah murung itu ditangkap oleh Glad. Sehingga lelaki berambut pirang tersebut melontarkan tanya, "Apakah ada yang mengganggu pikiranmu, Len?""Hmmm, tidak ada Glad. Sebaiknya kamu melanjutkan tidur biar aku temani Fide. Besok saja aku ceritakan.""Oke. Selamat beristirahat."***Suhu ruangan mendadak dingin di apartemen yang ditempati oleh Reyzain karena diluar terguyur hujan. Ia menarik selimut d
Glad yang ditanya segera mengangguk. Barata Murung saat melihatnya. Namun ia masih berpikir bahwa wanita dihadapannya adalah putrinya yang telah lama hilang."Jika begitu, mari kita ke ruangan. Ada hal penting yang ingin saya sampaikan."Glad dan Vallen segera mengikuti langkah Barata menuju ke ruangan Direktur Utama. Barata duduk di kursi kebesaran dan meraih sesuatu di laci. lantas menyerahkan selembar foto anak kecil.Barata mulai bercerita, "Dahulu, saya dan Meysha sempat memiliki anak kembar perempuan. Hanya saja waktu itu, rumah kami mengalami kebakaran. Bayi kami yang satu tidak ditemukan hingga sekarang. Sharena Elvianori Barata yang ditemukan. Sementara Shenina Elvianora Barata …."Lelaki tua tersebut berkaca-kaca saat menceritakan kejadian dua puluh tahun silam. Ia lantas menatap lama wajah Vallenzuela. "Nak, siapa nama orang tuamu? Kau berasal dari mana?"Vallen yang ditanya segera menjawab, "Hmmm, saya berasal dari Swiss, Om. Mengenai orang tua, saya tidak tahu sebab sudah
"Apa yang Mama ketahui tentang wanita jadi-jadian itu? Apakah kamu akan percaya dengan ucapan Mama?" tantang Monik yang kembali memangkas bunga adenium. Rey kesal saat mamanya justru melempar pertanyaan. "Rey sedang tidak ingin bercanda Mama.""Jika begitu tanyakan saja pada Istrimu. Kurasa dia lebih banyak tahu. Lagipula kemana Vallen? Kenapa lama sekali jika mandi?" gerutu Monik yang menatap ke arah pintu. Ia segera menghentikan aktivitasnya dan ingin menuju kamar menantunya. Akan tetapi lengan ibunya ditahan oleh Rey."Saat ini Rey pulang ke Mansion sendiri. Vallen masih berada di Paris."Monik langsung terbelalak mendengar kalimat anaknya. "Apaaa? Apakah kamu gila Rey? Bisa-bisanya kamu meninggalkan istrimu di Paris sendirian. Benar-benar lelaki tidak punya otak.""Ma, Rey hanya sementara saja meninggalkan Vallen. Sekarang tolong katakan pada Rey. Bagaimana Mama mengawasi Denara dan katakan dengan detail," pinta Rey dengan menyatukan kedua tangan di depan dada."cobalah cari tahu
Vallen tidak bisa diam saja saat perdebatan anak-anak berlangsung, jadi ia berusaha menengahi dengan berucap, "tidak baik saling mengejek satu sama lain apalagi kalian berdua sama-sama cucu. Sekarang Abigail makan, dan Fide habiskan makanannya.""Tapi–,""Yang dikatakan Tante Vallen benar sayang. Habiskan saja lalu tidur sama Nenek Meysha ya?" tawar Meysha yang diberi anggukkan kepala oleh Fide. Sementara Abigail menatap Vallen dengan tatapan penuh tanda tanya. "Tante ini, kembarannya Tante Sharena kah?" "Entahlah, Tante sendiri belum memastikan."Barata segera menyahut, "Oh, ya, bagaimana bila nanti kita pergi ke rumah sakit keluarga untuk pengecekan tes DNA, apakah kau keberatan, Nak?""Sama sekali tidak, Om."Mereka yang mendengarnya tersenyum merekah."Mama Vallen tidur bersama Fide juga ya?" pinta bocah perempuan tersebut yang diberikan anggukkan.***Sementara itu Rey hanya menatap kosong ruangan yang terasa sangat sepi. Ia hanya teringat bagaimana dirinya memperlakukan sang i