Share

Amarah Mentari

Amarah Mentari

Angela membanting vas bunga yang ada di kamar. Pecahannya sampai mengenai tangannya sendiri. Ia meringis kesakitan, dadanya terasa panas karena kalah oleh Mentari. Memang benar, bahwa Angela hanyalah wanita tidak tahu malu, yang suka merebut pria orang lain. Namun, gadis itu baru pertama kali ini, merasakan gejolak emosi yang sangat dahsyat. Biasanya, Angela dengan santai meladeni istri-istri pria yang dia goda. Itu karena mereka semua menangis saat berhadapan dengan Angela, berbeda dengan Mentari yang tegas dan lantang.

Suara lemparan vas tadi, membuat Adiaz terbangun. Ia kaget dengan tangan kanan Angela yang terluka. Dengan cepat Adiaz pergi keluar kamar untuk mencari obat.

Setelah tangan Angela diobati, Adiaz dan Angela duduk di sofa, “Kamu kenapa bisa luka seperti ini, sih? Kamu sengaja banting vas bunga itu, ‘kan?" tanya Adiaz.

Angela enggan menjawab, tetapi tiba-tiba dia mendapat ide. Dia akan mengadukan semua perlakuan Mentari padanya. Dia akan berbohong pada Adiaz.

“Sayang, kamu tahu enggak? Barusan aja, tunangan kamu itu telepon aku. Dia bilang aku, tuh, cuma perempuan murahan yang gila harta kamu aja. Dia juga mengancam bakal melukai aku. Kamu gak takut, aku diapa-apakan sama dia?" Angela merajuk, ia sengaja menggunakan suara manis yang dibuat-buat. Angela bahkan mulai menangis pura-pura, dia menyembunyikan wajahnya di bahu Adiaz. Padahal, ia tidak bisa mengeluarkan air mata sedikit pun. “Hiks ... hiks ... dia jahat banget sama aku. Sayang, kamu gak bakal biarin dia melukai aku, ‘ kan?" tanyanya lagi.

Adiaz hanya terdiam sebagai tanggapannya. Dia adalah tipe pria yang sangat plin-plan. Sebentar sadar kalau perbuatannya itu salah, lalu beberapa saat kemudian, kembali lagi seperti itu. Tipe pria yang tidak punya pendirian, mudah digoyahkan oleh tipu muslihat wanita seperti Angela. Dalam hatinya, dia masih mencintai Mentari, tetapi juga merasa tidak puas dengan hubungan mereka.

“Kamu tenang saja. Aku gak bakal biarin dia berbuat jahat sama kamu!" ucap Adiaz akhirnya. Hal itu sukses membuat senyuman mengembang di bibir Angela. Dia masih berpura-pura menangis.

‘Lu gak akan bisa menang melawan gue. Lu bukan apa-apa, Mentari!' ejek Angela dalam hati.

Sementara itu di rumah sakit, dokter menyarankan Mentari untuk di rawat inap. Jadilah Rani yang menjaganya. Mentari sama sekali tidak mau memberitahukan masalah ini pada orang tuanya. Apalagi, jika mereka sampai tahu, kalau penyebab semua ini adalah Adiaz. Mentari masih berharap pada pria jahat itu, dia tidak mau orang tuanya memisahkan mereka.

Rani datang membawakan bubur beserta air mineral. Dia lalu duduk di samping ranjang Mentari. “Kamu belum makan dari tadi. Maaf lama, ya, aku susah cari tukang jualan bubur di sini," ucap Rani.

Untungnya, Mentari sudah menghapus panggilan untuk Adiaz di ponsel Rani.

“Iya. Tadi, Dokter sarani buat rawat inap. Kalau kamu mau pulang, aku gapapa, " kata Mentari.

Rani memukul pelan lengan sahabatnya itu. “Inilah gunanya sahabat waktu pasangan kamu gak berguna," ucapnya sambil tertawa. Mentari juga ikut tertawa. Dia makan perlahan demi cepat sembuh.

Atas aduan Angela, Adiaz mendatangi rumah Mentari. Namun, dia menemukan rumah itu kosong.

“Orangnya gak ada, Mas," ucap salah seorang tetangga.

Adiaz kemudian bertanya, “Memangnya, orangnya ke mana, Bu?"

“Dia tadi pagi dibawa ke rumah sakit, sama temannya. Saya yang bantu bawa ke mobil," ucapnya lagi.

Adiaz terkejut. ‘Loh? Mentari sakit?' tanyanya dalam hati. “Rumah sakit mana, ya, Bu?"

“Rumah sakit .…"

Adiaz melajukan mobilnya dengan tergesa-gesa. Dia menginjak gas, menyalip beberapa kendaraan yang melintas. Bahkan, saat lampu merah, dia dengan tidak sabar untuk segera ke rumah sakit. Begitulah Adiaz. Kadang menjelma seperti malaikat, kadang juga berubah menjadi iblis.

Sampai di rumah sakit, dia langsung mencari keberadaan Mentari. Adiaz bertanya pada seorang resepsionis. “Mbak, pasien dengan nama Mentari Almeera Daliya, ada di ruangan mana?"

“Oh, sebentar, ya, Pak. Saya akan cek terlebih dahulu." Dia membuka lembaran-lembaran catatan, serta mengecek di komputer. “Pasien dengan nama Mentari Almeera Daliya ada di ruangan nomor lima belas di lantai dua."

“Terima kasih!" Tanpa berlama-lama Adiaz langsung ke lantai dua menggunakan lift. Dia berlari melewati lorong, lalu dengan cepat membuka pintu kamar nomor lima belas.

“Mentari!?" Begitu terkejutnya Adiaz. Dia melihat tunangan yang dicintainya, di pasang selang infus, wajahnya tampak lesu dan tak bersemangat. Selain itu, ada hal lain yang membuatnya terkejut.

“Angela!?" Wanita itu juga ada di sana. “Kamu ngapain di sini!?" tanya Adiaz geram.

Angela balik bertanya, “Lho, kamu sendiri ngapain di sini? Bukannya kamu udah janji, bakal pisah sama dia? Kenapa masih khawatir kalau dia sakit?!"

Adiaz kini dihadapkan dengan dua pilihan sulit.

“Pergi!" ucap Mentari pada akhirnya. “Aku sudah lihat wajah selingkuhan kamu secara langsung. Ternyata gak ada apa-apanya. Kenapa selera kamu jadi rendah banget?" tanya Mentari.

Angela marah, ia lantas membentak Mentari. “Heh! Lu jangan asal ngomong, ya! Harusnya lu sadar diri!"

Rani ikut berbicara. “Udah! Ngapain ke sini, sih!? Bikin keruh suasana aja. Lebih baik pergi dari sini! Kamu juga Adiaz. Mentari udah muak lihat kamu!"

“Lu gak usah ikut campur, deh!" ucap Angela pada Rani. “Gue ke sini cuma mau memperjelas. Kalau Adiaz udah gak punya hubungan apa-apa lagi sama dia!" tunjuknya pada Mentari. “Lu lebih baik gak usah berharap lagi deh. Biar gua perjelas lagi, dia udah jijik sama lu! Cewek bodoh macam lu gak pantas buat dia. Lu tau? Kita berdua udah—“

Plak!

Plak!

Plak!

Tiga kali Mentari menampar pipi Angela dengan keras. Pipi kanan dan kiri perempuan itu memerah. Hal itu membuat ia diam tidak berkutik. Mulut besarnya tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Mentari lalu mengangkat dagu Angela. Dia menatapnya dengan tatapan marah dan benci. “Asal kamu tahu aja, dia masih cinta sama aku. Buktinya, dia ke sini cari aku, ‘kan?" Mentari lalu berbisik pada Angela. “Semangat jual harga dirinya. Biar dia gak balik lagi ke aku. Kamu harus, ‘kan? Jual harga diri biar dia gak kabur? Itu artinya, dia datang ke kamu dengan minta sesuatu, gak tulus sama sekali!"

Angela memegang kepalanya frustrasi. Dia menjauh dari Mentari. “Berisik!"

Mentari kini beralih pada Adiaz. “Kamu! Mau apa ke sini? Gak puas lihat aku menderita? Kamu naik jabatan gak kabari aku? Malah party dengan dia?" Mentari menarik nafas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan diri, “Jangan lupa Adiaz! Semua keberhasilan yang kamu dapat sekarang, kamu pikir atas dorongan siapa? Perempuan murahan yang kamu beri perhiasan?” Mentari tertawa mengejek Adiaz.

“Mentari, Sayang, aku …." dengan tatapan nanar, Adiaz berjalan ke arah Mentari.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status