Share

Wanita Murahan itu Unjuk Gigi

Kediaman Mentari tampak sepi, tak ada apa pun yang menandakan ada kehidupan di dalam. Adalah Rani yang merupakan teman baik Mentari. Gadis berambut lurus yang dibiarkannya tergerai itu berdiri di depan pintu, setelah berkali-kali mengetuk pintu, tetapi tak kunjung ada jawaban, gadis itu berinisiatif untuk melakukan panggilan telepon. Rencananya, hari ini dia akan mengajak sahabatnya itu untuk pergi rekreasi. Kemarin, Mentari curhat padanya, mengenai perubahan sikap Adiaz yang sangat drastis sekali.

Kemarin.

“Ran, kamu sibuk gak? Ada banyak yang ingin aku ceritakan ....” Mentari bertanya melalui sambungan telepon.

Rani tertawa, “Sibuk apanya? Aku biasa aja, kok, ada apa, Tari? Tumben sekali pake ada kata curhat segala. Atau, kamu mau aku ke rumahmu sekarang?”

“Gak usahlah, nanti kamu cape. Ran ... aku bingung. Sikap Adiaz ke aku berubah drastis––" Mentari mulai menangis. “Dia jadi kasar sama aku. Kami jadi sering bertengkar. Aku pernah nemuin lipstik di dalam mobilnya. Selain itu, aku juga pernah lihat isi chat nya dengan perempuan seksi. Perempuan itu sampai mengirim foto telanjang ke Adiaz. Aku pikir, awalnya mungkin cuma perempuan iseng saja. Tapi ternyata, perempuan itu sering menghubungi Adiaz panggilan mereka terlihat akrab."

Rani mengerutkan kening. Dia tahu, kalau sudah begini, pasti pokok bahasannya akan menjadi perselingkuhan Adiaz dengan wanita lain. Namun, Rani tidak ingin membuat kecewa sahabatnya, dia akan mencari tahu dulu kebenarannya. “Kamu tahu siapa perempuan itu? Kok, bisa-bisanya kirim foto telanjang?"

Mentari menggeleng meskipun ia tahu kalau Rani tak akan melihatnya, “Aku gak tau dia siapa. Tapi, kenapa Adiaz tega, ya? Aku kecewa. Masa dia benar-benar selingkuh? Sama perempuan murahan yang kirim foto telanjang! Adiaz sekarang terlihat asing, Ran. Sering curi-curi kesempatan menelepon seseorang, ponselnya gak pernah lepas dari tangan, bahkan masuk kamar mandi pun ponselnya ikut, Ran! Aneh gak, sih?” ucap Mentari menggebu-gebu.

“Astaga! Besok aku ke rumah kamu, deh. Kita pergi rekreasi gimana? Biar kamu bisa tenang sedikit."

“Aku galau, Ran."

“Makanya itu, biar gak galau besok kita cari tempat enak untuk membicarakan semua ini. Kamu sudah pernah coba bicara baik-baik sama Adiaz?"

“Sudah. Tapi, dia selalu mengelak. Aku tahu dia bohong, hati aku tau," ucapnya terhenti oleh tangisan. Air mata Mentari membasahi lututnya, karena dia duduk dengan posisi memeluk kakinya sendiri. Perasaannya sangat terluka. Dia benar-benar tidak rela.

“Tenang dulu, Mentari. Aku akan bantu mencari informasi.” Janji Rani.

“Iya, terima kasih. Dia pernah bilang, kalau itu hanya perempuan iseng saja, ah, iya, Adiaz juga bilang kalau itu hanya seorang wanita malam.”

“Hah? Wanita malam? Adiaz berhubungan dengan wanita malam? Tapi, Kamu tenang dulu, ya, Tari. Jangan berpikiran yang aneh-aneh dulu, besok aku ke sana. Okey?"

“Baiklah, aku tunggu besok, ya."

Meski Mentari telah membagi gundahnya, tetap saja yang merasakan sakitnya hanya dia sendiri. Semua kepedihan itu begitu menyiksa dirinya. Cinta yang begitu diagungkannya, lelaki yang sangat didewakannya, bahkan sampai berani sesumbar pada Tuhan, bahwa dia tidak akan meminta apa-apa lagi. Iya, dia lupa meminta pada Tuhan, untuk menjadikan Adiaz hanya miliknya.

Lama tidak mendapatkan jawaban, tetapi nada panggil terdengar oleh Rani, ia pun nekat masuk dan ternyata pintunya tidak terkunci. Betapa terkejutnya ia, saat melihat Mentari yang tergeletak di lantai. Rani begitu panik, lalu berlari ke luar rumah, untuk meminta pertolongan.

Mentari dibawa ke rumah sakit. Dokter yang menanganinya, meminta Rani untuk menunggu di luar.

Beberapa waktu kemudian, dokter keluar dari ruangan, Rani bergegas menghampiri. “Bagaimana keadaannya, Dok?” tanya Rani cemas.

“Untuk saat ini, fisiknya baik-baik saja, hanya mungkin pasien sedang mengalami sesuatu yang membuatnya begitu terguncang? "

“Ehm, ya, dia–dia–apakah sudah boleh ditemui?" tanya Rani sedikit ragu.

“Silakan.”

“Terima kasih, Dokter.”

Rani masuk ke dalam ruangan, tempat di mana Mentari di rawat. Ternyata, sahabatnya itu sudah siuman dan kini tengah menangis tersedu.

“Heh! Kamu nangis terus. Dokter bilang kamu banyak pikiran, tuh. Jangan dipikiri. Bikin sakit hati aja, 'kan?"

“Hiks ... hiks ... gimana lagi, aku udah terlanjur cinta banget sama Adiaz. Tadi malam, selingkuhannya chat aku," ucapnya tersedu.

Mentari lalu menceritakan semuanya pada Rani. Hal itu jelas membuat Rani naik darah. Namun, sepertinya Mentari belum makan, terbukti dari suara perutnya yang tertangkap pendengaran Rani, ia pun meminta Mentari untuk beristirahat dan ia sendiri pamit sebentar dengan alasan mengambil obat.

Mentari kemudian terpaku pada ponsel milik Rani yang tertinggal. Timbul niatnya untuk menghubungi Adiaz. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Mentari masih mencintai Adiaz dengan sepenuh hati. Dia benar-benar berharap, bahwa semua kejadian ini hanyalah mimpi. Dia menginginkan Adiaz yang dulu kembali. Dia ingin hari-hari bahagia bersama lelaki yang teramat dicintainya itu terulang lagi.

Mentari mulai mengetikkan nomor Adiaz di ponsel Rani.

Sementara itu, dering dari ponsel Adiaz, terdengar oleh Angela. Adiaz masih tertidur, karena semalam mereka berpesta merayakan kenaikan jabatan Adiaz.

Di layar ponsel hanya tertera angka, itu artinya Adiaz tidak menyimpan nomor si pemanggil. Angela perlahan mengambil ponsel itu dan berniat menerima panggilannya.

“Halo? Dengan siapa?" tanya Angela dengan nada suara dibuat selembut mungkin.

Deg!

Detak jantung Mentari seakan terhenti. Dunianya seketika menjadi gelap. Dadanya terasa sesak. Lagi-lagi ia menumpahkan air matanya.

“Di mana Adiaz!?" teriak Mentari marah.

“Siapa, ya? Oh, jangan-jangan kamu cewek bodoh yang selalu bergantung pada Adiaz, ya? Aduh ... udah, deh, Lu gak usah repot-repot cari Adiaz lagi. Dia udah bahagia sama gue. Ngapain, sih, kok, gak tau malu banget jadi perempuan! Laki udah jijik masih aja dicariin!"

Tangisan Mentari semakin keras. Suaranya menjadi serak. “Kamu yang harusnya malu! Ngerebut pasangan orang lain, modal kasih badan gitu aja. Dasar perempuan murahan!"

Angela tertawa terbahak-bahak, “Heh!? Salahin diri lu sendiri. Coba tanya sama diri lu, kenapa dia lari ke gue. Lu sadar gak, sih? Lu tuh cuma perempuan bodoh dan lemah, membosankan! Buktinya, Adiaz lebih memilih gue karena gak puas sama hubungan kalian!" Angela tertawa lagi. Mengejek semua rasa sakit hati Mentari.

“Bagi dia, lu bukan siapa-siapa lagi. Lu itu cuma perempuan lemah, menjijikkan. Lu pasti gak tau kan? Kalau Adiaz udah naik jabatan. Dia beliin gue banyak perhiasan mahal. Sedangkan lu? Dia kasih apa? Gak ada? Hahaha itu artinya, dia udah gak peduli sama sekali!” Angela semakin mengibarkan bendera kemenangannya.

Mentari mencengkeram ujung ranjang dengan kuat. Dia benar-benar emosi. Kemudian ia tertawa mengejek Angela, “Kamu tahu kenapa dia kasih hadiah?"

Angela diam mendengarkan.

“Itu karena dia bayar kamu. Kamu sadar gak? Dia itu gak anggap kamu sebagai wanita yang pantas untuk dijadikan pasangan. Dia cuma datang ke kamu waktu dia ada masalah sama aku, ‘kan? Itu artinya, kamu itu cuma pelampiasan. Bangga? Perhiasan itu, anggap aja bayaran kamu, karena udah memuaskan nafsu dia, karena udah jadi penyaluran dia, pelampiasan dia. Itu bukan hadiah, itu bayaran! Ingat BA-YA-RAN!” Mentari mengeja kalimat itu, “Lagi pula, apa yang bisa dibanggakan dari seorang wanita murahan yang suka merebut pasangan orang lain? Demi sesuap nasi? Hahahaha ... kamu menyedihkan banget, ya, aku jadi kasihan! Lagi pula, kamu bangga banget, ya, seakan-akan dapat laki-laki baik. Kali ini dia mungkin mencampakkan aku, tunggu saja, besok bisa jadi giliran kamu. Mungkin sekarang, kamu lagi merasa di atas, ‘kan? Merasa hebat? Seakan-akan aku yang sudah bertahun-tahun menjalin hubungan sama dia, gak ada apa-apanya. Bukan, bukan aku yang gak pantas. Tapi dia. Dia yang gak pantas buat aku. Aku sama sekali gak rugi kehilangan laki-laki gak setia."

Tut!

Sambungan telepon dimatikan oleh Angela, dia kepanasan mendengar semua kata-kata Mentari, sementara Mentari menekan dadanya kuat-kuat. Kalimat terakhir yang diucapkannya barusan adalah satu kebohongan besar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status