Setelah enam tahun ....Laki-laki itu menatap nanar sebuah foto seorang wanita cantik yang sedang tertawa bahagia memeluk erat dua anak perempuan kembar. Hatinya berdenyut sakit, seandainya ia bisa mengulang waktu, tak akan dulu ia tergoda wanita malam dan meninggalkan kekasih yang telah lama membersamainya.Dia adalah Adiaz. Kehidupannya kini telah berangsur membaik. Pada dasarnya ia memang seorang yang ulet dan pekerja keras. Setelah mengalami kehancuran hidupnya bersama Angela, ia bertekad untuk memperbaiki hidup, ia kembali meniti kariernya dari bawah dengan cara membuka usaha di bidang properti dan kini usahanya sudah menunjukkan perkembangan yang cukup memuaskan. ‘Maafkan aku, Mentari. Tapi sungguh aku dulu tidak bermaksud untuk meninggalkanmu. Hanya saja, aku terlanjur salah dan jauh melangkah. Bagimu, aku menghilang, aku lari dan melupakanmu. Tak apa jika kau menilai aku seperti itu. Tapi, satu hal yang harus kamu tahu, sebenarnya ... aku sedang melindungimu, karena rasa cin
[Aku sudah di Acclamare Coffee, kamu di mana, Yank?]Satu pesan masuk tepat saat mobil yang dikendarai Mentari memasuki kawasan tempat di mana mereka membuat janji untuk bertemu.“Tujuh menit lagi aku sampai.” Mentari mengirimkan balasan. Tempat tujuan sudah di depan mata, perempuan itu merasakan debaran di hatinya semakin tak dapat lagi terkontrol. Ia lebih memilih berdiam diri di dalam mobil seraya meredam gejolak perasaannya yang semakin tak karuan. Lima menit sudah berlalu dari waktu tujuh menit yang ia janjikan dan kini hanya tersisa dua menit saja.Dengan langkah pelan Mentari memasuki kafe. Di salah satu sudut meja, netranya menangkap satu sosok yang dulu pernah sangat merajai hatinya, mengukir mimpi, melalui hari-hari dengannya selama delapan tahun!Sampai akhirnya sesuatu yang sampai detik ini tak pernah ia mengerti pun terjadi, Adiaz berubah menjadi seorang yang asing bagi Mentari, lalu dia menghilang bak ditelan bumi.Hari ini, setelah enam tahun berlalu. Sosok itu
Entah sudah berapa lama perempuan bermata teduh itu berdiri di balik jendela seraya menatap rinai hujan. Dengan ingatan melayang pada sebuah kisah pahit yang menghantam kehidupannya. Tentang bagaimana sebuah kepercayaan, janji, dan komitmen dihancurkan begitu saja oleh orang ketiga. Padahal, derajatnya sama sekali tidak bisa dibandingkan. Perempuan itu hanyalah seorang penari telanjang, sedangkan dirinya adalah orang yang sudah membersamai selama delapan tahun, memupuk rasa cinta hingga tumbuh subur. Namun, kini ia pun percaya bahwa benar, lelaki tidak cukup hanya dengan satu wanita saja. Semakin tinggi seorang lelaki mendapatkan banyak hal, maka semakin luas juga sirkel pertemanan yang dia miliki. Sejak malam itu, lelaki yang ia agungkan di atas segalanya berubah sikap, dia lebih memilih seorang wanita penghibur, daripada dirinya yang menemani di kala susah dan senang. Tampaknya, lelaki itu benar-benar sudah lupa jati dirinya. Wanita penyuka warna hijau itu pun tidak yakin, setela
Berjam-jam berlalu dari waktu pulang Adiaz. Mentari sampai terkantuk-kantuk menunggunya. Akhir-akhir ini, dia memang sering sekali lembur. Jarang makan di rumah. Kadang pulang sebentar lalu pergi lagi dengan alasan bertemu klien. Pulang hanya untuk mengambil keperluan seperti berkas-berkas penting yang harus dibawa. Seperti siang tadi, Mentari melihat wajah kekasihnya tampak kusut, bajunya pun acak-acakan, bagian bawah mata Adiaz menghitam seperti panda, efek karena dirinya selalu lembur demi kemajuan perusahaan, alasannya. “Sepertinya malam ini aku gak pulang. Kamu makan saja, gak usah nunggu aku. Kerjaan sedang numpuk banget aku keteteran dan harus lembur lagi," ucapnya sambil memakai jas dan memasukkan berkas ke dalam tas. “Oke, tapi kamu jangan sampe lupa makan, ya, ingat kesehatan. Aku gak mau kamu sampe sakit. Kalo kamu sakit, yang nyakitin aku siapa?" kelakar Mentari sukses membuat Adiaz terkekeh kecil seraya mengacak rambut wanitanya. Bagi Mentari, tak masalah jika ia d
“Adiaz, apa ini!?" Mentari melonjak kaget. Dia menatap nanar ke arah Adiaz. Sedangkan Adiaz melongo, wajahnya seketika pias. Lalu ia merebut lipstik itu dari tangan Mentari. Segera membuangnya ke jalanan. “Itu bukan apa-apa," ucapnya. Ia mencoba untuk tetap tenang. Mentari melayangkan tatapan marah. Kemudian ia tertawa sarkas. “Bukan apa-apa!? Ada benda perempuan lain, kamu bilang bukan apa-apa!?" “Itu punya teman kerja aku! Kita kemarin ada meeting!" jawab Adiaz ikut berteriak. “Kita sengaja cuma pakai satu mobil, karena jalanan sedang macet!" “Alasan kamu gak logis!" “Apanya yang gak logis, sih!?" “Kalau kamu tahu ada lipstik orang yang ketinggalan, kenapa nggak langsung kamu kembalikan? Dan itu ... kenapa harus dibuang?" “Aku aja baru sadar sekarang! Udah! Jangan ajak aku debat lagi. Kamu ngajak ribut cuma gara-gara hal sepele ini!?" Hari itu, rencana belanjanya gagal total. Adiaz lebih memilih untuk masuk ke dalam kamarnya. Dia sengaja melakukan itu, supaya Mentar
Aksi Adiaz terhenti saat ia sadar apa yang akan diperbuatnya. Ia menurunkan kembali tangannya. Memilih pergi begitu saja. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 24:00 WIB.Adiaz meraih kunci mobil dan mengenakan jaket, dengan tanpa menoleh ke arah Mentari, ia keluar seraya membanting pintu. Lalu ia menghubungi Angela. “Aku jadi ke sana.”Angela tertawa penuh kemenangan. “Tuh, ‘kan, apa kubilang. Dia itu cuma perempuan yang membosankan, Sayang. Aku akan buat kamu puas malam ini," ucapnya. Kondisi jalanan yang lengang membuat Adiaz yang sedang kalut mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dalam benaknya saat ini hanya terbayang asap kenikmatan yang disuguhkan Angela, sudah dua bulan terakhir ini Adiaz dikenalkan dengan ‘surga dunia' ala Angela, wanita seksi yang berprofesi sebagai penari telanjang di sebuah klub malam.Sampai di tempat tujuan, Adiaz menghubungi Angela. Namun, berkali-kali panggilan Adiaz tak dijawab oleh Angela. Ia kemudian masuk ke klub yang sudah padat p
Kediaman Mentari tampak sepi, tak ada apa pun yang menandakan ada kehidupan di dalam. Adalah Rani yang merupakan teman baik Mentari. Gadis berambut lurus yang dibiarkannya tergerai itu berdiri di depan pintu, setelah berkali-kali mengetuk pintu, tetapi tak kunjung ada jawaban, gadis itu berinisiatif untuk melakukan panggilan telepon. Rencananya, hari ini dia akan mengajak sahabatnya itu untuk pergi rekreasi. Kemarin, Mentari curhat padanya, mengenai perubahan sikap Adiaz yang sangat drastis sekali.Kemarin. “Ran, kamu sibuk gak? Ada banyak yang ingin aku ceritakan ....” Mentari bertanya melalui sambungan telepon. Rani tertawa, “Sibuk apanya? Aku biasa aja, kok, ada apa, Tari? Tumben sekali pake ada kata curhat segala. Atau, kamu mau aku ke rumahmu sekarang?”“Gak usahlah, nanti kamu cape. Ran ... aku bingung. Sikap Adiaz ke aku berubah drastis––" Mentari mulai menangis. “Dia jadi kasar sama aku. Kami jadi sering bertengkar. Aku pernah nemuin lipstik di dalam mobilnya. Selain
Amarah MentariAngela membanting vas bunga yang ada di kamar. Pecahannya sampai mengenai tangannya sendiri. Ia meringis kesakitan, dadanya terasa panas karena kalah oleh Mentari. Memang benar, bahwa Angela hanyalah wanita tidak tahu malu, yang suka merebut pria orang lain. Namun, gadis itu baru pertama kali ini, merasakan gejolak emosi yang sangat dahsyat. Biasanya, Angela dengan santai meladeni istri-istri pria yang dia goda. Itu karena mereka semua menangis saat berhadapan dengan Angela, berbeda dengan Mentari yang tegas dan lantang. Suara lemparan vas tadi, membuat Adiaz terbangun. Ia kaget dengan tangan kanan Angela yang terluka. Dengan cepat Adiaz pergi keluar kamar untuk mencari obat. Setelah tangan Angela diobati, Adiaz dan Angela duduk di sofa, “Kamu kenapa bisa luka seperti ini, sih? Kamu sengaja banting vas bunga itu, ‘kan?" tanya Adiaz. Angela enggan menjawab, tetapi tiba-tiba dia mendapat ide. Dia akan mengadukan semua perlakuan Mentari padany