Share

Terjerat di Hati yang Salah
Terjerat di Hati yang Salah
Penulis: Nonnie Dyannie

Mentari Almeera Daliya

Entah sudah berapa lama perempuan bermata teduh itu berdiri di balik jendela seraya menatap rinai hujan. Dengan ingatan melayang pada sebuah kisah pahit yang menghantam kehidupannya. Tentang bagaimana sebuah kepercayaan, janji, dan komitmen dihancurkan begitu saja oleh orang ketiga. Padahal, derajatnya sama sekali tidak bisa dibandingkan. Perempuan itu hanyalah seorang penari telanjang, sedangkan dirinya adalah orang yang sudah membersamai selama delapan tahun, memupuk rasa cinta hingga tumbuh subur. Namun, kini ia pun percaya bahwa benar, lelaki tidak cukup hanya dengan satu wanita saja.

Semakin tinggi seorang lelaki mendapatkan banyak hal, maka semakin luas juga sirkel pertemanan yang dia miliki. Sejak malam itu, lelaki yang ia agungkan di atas segalanya berubah sikap, dia lebih memilih seorang wanita penghibur, daripada dirinya yang menemani di kala susah dan senang. Tampaknya, lelaki itu benar-benar sudah lupa jati dirinya. Wanita penyuka warna hijau itu pun tidak yakin, setelah lelakinya memilih wanita yang baru dikenalnya, apakah kehidupan mereka akan baik-baik saja? Karena selama ini, dia lah yang selalu mengirimkan doa-doa panjang untuknya.

Andaikan semua wanita paham kesakitan wanita lain … ah, dia terlalu berharap pada wanita malam itu untuk bisa memahami hatinya. Wanita yang menjual harga diri demi mendapatkan uang. Wanita yang suka mengambil pasangan orang lain demi kecukupan materi. Ya, wanita itu bagaikan iblis. Tuhan terlalu murah hati karena telah menciptakan wanita seperti itu.

“Kenapa merebut milik orang lain? Jika terjadi hal yang sama padamu, kamu bisa apa? Marah? Sadar diri sedikit. Baginya, kamu bukan apa-apa. Dia hanya tertarik sebentar, setelah itu, jika melihat yang lebih, maka dia akan pergi juga darimu, sama seperti yang aku alami sekarang. Nanti, kau akan paham, bagaimana rasanya ditinggalkan seseorang yang kita cintai, hanya karena perempuan murahan yang baru dikenalnya!" ~ Mentari Almeera Daliya.

“Dia memilih aku karena aku lebih cantik, seksi, dan bisa membuatnya tergila-gila. Kalian sudah berhubungan selama delapan tahun, menurutmu, kenapa dia bisa dengan cepat pindah hati padaku? Itu karena dia tidak puas dengan wanita kampungan sepertimu. Baginya, sekarang kau bukanlah siapa-siapa." ~ Angela, seorang penari striptis di sebuah klub malam.

“Kamu hanya salah paham, Sayang! Aku tidak pernah mencintai wanita lain selain kamu!" ~ Andre Adiaz Sasongko.

Itu adalah sepenggal percakapan mereka waktu itu. Hari di mana langit terasa runtuh saat lelaki yang teramat ia kasihi membagi hatinya.

Ia lupa, kira-kira wanita selingkuhan mana yang mau dirinya disalahkan?

Seharusnya dia tidak melakukan hal itu kalau merasa bersalah, ‘kan?

Acapkali dirinya bertanya, hati wanita murahan itu … sebenarnya terbuat dari apa? Hingga tidak bisa merasakan kesakitan wanita lain? Hingga tidak bisa menempatkan diri di posisi orang lain?

Mungkinkah dia itu … Iblis?

‘Tuhan, Engkau terlalu baik menciptakan wanita sepertinya.’

***

Namanya Mentari Almeera Daliya. Ia adalah perempuan yang tengah menjalani hubungan berupa sebuah ikatan pertunangan dengan lelaki bernama Andre Adiaz Sasongko. Hal yang membuatnya begitu mencintai dan mendewakannya adalah, Adiaz sangat perhatian. Bahkan untuk hal-hal kecil yang Mentari saja tidak pernah peduli. Lelaki itu memenuhi semua kebutuhan finansial kekasihnya, apa pun yang diminta, selalu dia berikan. Pria itu baik, tampan, di mata Mentari dia sangat sempurna. Ia sangat mencintai, dan mempercayainya. Adiaz bekerja di sebuah perusahaan berbasis teknologi, kondisi keuangannya terbilang mapan, hingga tidak ada permasalahan terkait ekonomi. Ya, ini adalah kisah jauh sebelum semua peristiwa yang membuat Mentari nyaris gila itu datang. Perempuan itu tidak akan pernah lupa, betapa dirinya setiap hari harus menelan pil pahit dari seorang Dokter Psikologi yang mengatakan bahwa Mentari mengalami depresi berat. Bagaimana tidak? Sosok lelaki sempurna yang begitu dibanggakannya, hingga ia tidak pernah minta apa pun lagi pada Tuhan karena telah merasa cukup dengan memiliki Adiaz saja, nyatanya lelaki itu malah meninggalkan begitu saja demi perempuan lain yang baru dikenalnya.

Mentari lupa meminta pada Tuhan, supaya lelaki itu setia dan tidak pernah meninggalkannya. Iya … ia lupa melakukan hal itu pada-Nya.

Minggu pagi, Mentari menghampiri Adiaz yang sedang mengerjakan laporan perusahaan. Ia lirik wajah innocent lelakinya, kulitnya yang seputih salju, dan bibirnya merah merekah. Badannya juga sangat tinggi.

“Sayang, lapar enggak? Mau aku buatkan apa?" tanya Mentari.

Tanpa melirik, Adiaz menjawab, “Apa aja deh. Yang penting masakan kamu. Aku bosan makan makanan luar, di kantor, ‘ kan selalu begitu."

“Ya udah, tunggu sebentar, ya. Aku masakan sup ayam aja mau?"

“Hmm." Adiaz hanya menjawab seperti itu.

Mentari dengan semangat pergi ke dapur. Mengambil beberapa potong ayam di dalam kulkas lalu merendamnya sebentar di dalam air agar tidak membeku lagi. Setelah itu, ia sediakan berbagai macam bumbu untuk sup, sayuran seperti kol, tomat, wortel, kentang, dan tambahan berupa seledri dan bawang daun yang semuanya sudah dipotong kecil.

“Apa lagi, ya? Masa cuma masak ini saja?" pikirnya. Ia membuka lagi pintu kulkas, di sana terdapat buah-buahan segar yang menarik perhatiannya. “Buat salad saja?"

Dari dapur, ia berteriak supaya Adiaz mendengarnya. “Sayang! mau aku buatkan salad juga!?"

Adiaz menjawab, “Iya." Sesingkat itu, tapi berhasil membuat Mentari tersenyum seharian. Ia senang jika Adiaz menghargai usahanya untuk menyenangkan kekasihnya itu.

Setelah semuanya siap, Mentari membawanya ke tempat Adiaz berada. Ruang kerja, dengan cahaya redup dan banyak berkas-berkas perusahaan yang menumpuk. Ada juga beberapa buah sprinter, laptop tidak terpakai, dan bahan penelitiannya untuk perusahaan itu.

Adiaz melihat wanitanya membawa makanan. Dia lalu menutup laptopnya, menyudahi sejenak pekerjaannya. Mereka duduk di bawah beralaskan karpet lembut yang dipenuhi oleh bulu-bulu tebal.

Adiaz menyantapnya dengan lahap. Sedangkan Mentari memperhatikan wajah pujaan hatinya dengan senyuman.

“Kenapa?" tanya Adiaz sembari tersenyum.

“Tidak apa-apa. Rasanya aku benar-benar tidak ingin apa-apa lagi. Ya, aku tidak punya permintaan apa pun lagi pada Tuhan, karena sudah bersamamu. "

Rupanya kata-kata itulah yang menjadi awal dari segalanya. Tuhan marah, karena Mentari berbicara dengan sombong, bahwa ia tidak memerlukan apa-apa lagi dari-Nya.

Adiaz hanya tertawa kecil. Dia mengusap puncak kepala Mentari dengan lembut, “Jangan berkata seperti itu, wajahmu tambah cantik. Hahaha." Tawanya begitu renyah dan memikat.

“Tentu saja! Dari dulu aku memang cantik, ‘kan? Kalau tidak, mana mungkin kamu mau denganku.”

Mereka tertawa bersama, menutup hari itu dengan penuh kebahagiaan. Namun, tanpa Mentari ketahui, bahwa suatu hari akan ada sebuah kejadian mengerikan. Titik di mana ia menganggap, bahwa dunia membuangnya begitu saja ke tempat sampah. Hari di mana, akan ada banyak luka yang menggores hati, serta dirinya yang berubah menjadi manusia paling menyedihkan di dunia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status