Share

Awal Dari Semua Kecurigaan

Berjam-jam berlalu dari waktu pulang Adiaz. Mentari sampai terkantuk-kantuk menunggunya. Akhir-akhir ini, dia memang sering sekali lembur. Jarang makan di rumah. Kadang pulang sebentar lalu pergi lagi dengan alasan bertemu klien. Pulang hanya untuk mengambil keperluan seperti berkas-berkas penting yang harus dibawa. Seperti siang tadi, Mentari melihat wajah kekasihnya tampak kusut, bajunya pun acak-acakan, bagian bawah mata Adiaz menghitam seperti panda, efek karena dirinya selalu lembur demi kemajuan perusahaan, alasannya.

“Sepertinya malam ini aku gak pulang. Kamu makan saja, gak usah nunggu aku. Kerjaan sedang numpuk banget aku keteteran dan harus lembur lagi," ucapnya sambil memakai jas dan memasukkan berkas ke dalam tas.

“Oke, tapi kamu jangan sampe lupa makan, ya, ingat kesehatan. Aku gak mau kamu sampe sakit. Kalo kamu sakit, yang nyakitin aku siapa?" kelakar Mentari sukses membuat Adiaz terkekeh kecil seraya mengacak rambut wanitanya. Bagi Mentari, tak masalah jika ia ditinggalkan sendiri di rumah. Namun, yang Mentari khawatirkan sebenarnya adalah kesehatan Adiaz.

Adiaz mendekat ke arah Mentari, meraihnya ke dalam pelukan lalu membingkai wajah perempuan itu seraya memberikan kecupan hangat, “Aku harus dapat promosi naik jabatan. Supaya bisa menabung untuk pernikahan kita nanti," ucapnya sukses membuat hati Mentari meleleh dan tanpa ia sadari senyum mengembang di bibirnya.

Adiaz semakin mendekapnya erat, mengecup singkat pucuk kepala, lalu dia pergi ke kantor dengan sedan hitamnya.

“Ah, Adiaz. Kamu tak pernah berhenti untuk membuatku tersenyum bahagia seperti ini." Mentari menggumam.

Ya, itu beberapa jam yang lalu. Kini Mentari termenung sendirian di ruang makan. Asap yang tadi mengepul dari makanan, kini sudah tidak ada. Meski Adiaz sudah berkata bahwa tidak perlu menunggunya, Mentari tetap saja menunggu sampai ia bosan. Lalu entah mengapa tiba-tiba ia memikirkan sesuatu.

‘Memangnya, Adiaz yang seperti itu, tidak digoda oleh perempuan lain? Ya, siapa yang bisa menolak pesona seorang Adiaz? Dia tampan, baik hati, pekerja keras dan mapan.' Hatinya berbicara.

“Ah, sudahlah. Aku pusing kalau memikirkan itu. Bukannya Adiaz hanya mencintai aku saja?" gumamnya seraya merapikan meja makan kemudian beranjak dari sana.

Dia melangkah naik ke lantai atas, kediaman Adiaz. Di sana, ada dua kamar, satu yang biasa dipakai Adiaz dan satunya lagi yang biasa Mentari pakai. Entah karena apa, gadis itu tiba-tiba penasaran. Meskipun Mentari sudah sering bolak balik ke kamar Adiaz, tetapi kali ini ia merasakan ada sesuatu yang entah apa. Mentari urung masuk ke kamarnya sendiri, langkahnya berbelok menuju kamar Adiaz, memutar gagang pintu yang ternyata tidak terkunci.

“Ya ampun, berantakan sekali !" pekiknya begitu pandangannya menyapu seisi ruangan. Mentari orangnya sangat rapi, dia tidak suka melihat penampakan kamar Adiaz. Penuh dengan barang berserakan, baju-baju tercecer di mana-mana, dan beberapa sampah yang jatuh ke lantai, tong sampahnya meluap.

“Kenapa Adiaz sejorok ini, sih, biasanya dia rapi banget.” Mentari menggerutu heran karena Adiaz tak biasanya seperti ini.

Saat akan membuka lemari untuk memasukkan beberapa stel baju, dari bawah terdengar suara pintu pagar dibuka. Gadis itu langsung turun dan melonjak kegirangan karena Adiaz kesayangannya sudah pulang.

Mentari langsung mengambil dan membawakan tasnya yang lumayan berat, beserta jas hitamnya. “Mandilah dulu, biar aku siapin makanan," ucapnya seraya menatap Adiaz yang terlihat agak kurusan.

Namun, Adiaz menolak dengan alasan, “Aku sudah makan di kantor tadi. Lagi pula harus kerja lagi nanti malam, aku mau mandi dulu," ucapnya.

“Mau balik ke kantor lagi?"

“Enggak. Aku kerja dari sini."

“Oke," ucap Mentari lega.

Adiaz naik ke lantai atas, kamar mandinya ada di dalam kamar. Sedangkan yang sering dipakai Mentari ada di bawah. Mereka memang masih memiliki beberapa privasi karena belum resmi menikah, masih sebatas pertunangan.

Setelah selesai mandi, Adiaz masuk ke ruang kerjanya. Ruangan itu terpisah, ada di lantai bawah. “Sayang, bisa buatkan aku kopi?" tanyanya.

Mentari menjawab, “Iya, Sayang, sebentar, ya." Dengan senang hati wanita itu melangkah menuju dapur.

Selesai, Mentari segera mengantarkannya. Lampu ruangan tampak redup, Mentari heran, kok, bisa-bisanya Adiaz kerja di bawah penerangan lampu seperti ini. jadi, dia menyalakannya agar tidak tersandung.

“Maaf, aku nyalakan sebentar, ya."

“Iya ...." jawab Adiaz tanpa mengalihkan pandangannya dari layar di depannya.

Ting!

Ting!

Sebuah notifikasi dari aplikasi pesan masuk.

“Sayang, bisa tolong balaskan sebentar?" Adiaz meminta Mentari mengetikkan balasan chat dari temannya, dia benar-benar sibuk karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan di bawah deadline. Anggaplah bahwa pekerjaan itu benar-benar tidak bisa ditunda, dan pengerjaannya harus disegerakan.

“Oke. Mau dibalas apa?"

“Balas---” Adiaz mengucapkan beberapa kalimat balasan yang langsung diketik oleh Mentari.

Netra Mentari tertuju pada sebuah pesan yang belum dibuka. Sebuah pesan tanpa nama pengirim. Dengan profil foto seorang wanita seksi, hampir telanjang. Tubuhnya hanya ditutupi oleh bikini saja. Mentari refleks membukanya, dia curiga ....

Ternyata, isinya adalah sebuah pesan tak wajar, banyak menyinggung ke hal yang tidak senonoh. Wanita itu bahkan mengirimkan foto dengan pose bugil di atas kasur. Wajahnya ditutup oleh stiker, Mentari tak dapat melihat dengan jelas seperti apa rupa wanita itu.

Dadanya terasa panas, tangannya gemetar, dia berusaha menahan emosi yang hampir membludak keluar.

“Ini maksudnya apa!? Kamu ada main sama perempuan lain!?" Usahanya gagal, Mentari malah berteriak keras, hingga kopi yang sedang diminum oleh Adiaz tumpah mengenai tangannya.

“Ahh ... panas. Apaan, sih? Kenapa tiba-tiba teriak?" Dia membalas tatapan marah Mentari.

“Apa ini!? Coba jelaskan!" Dia memberikan ponsel pada Adiaz.

Untuk sesaat, Adiaz terlihat diam. Sepertinya, dia sedang mencoba untuk merangkai kata-kata yang tepat.

“Kamu marah gara-gara ini? Aduh udah, deh, dia cuma perempuan iseng. Jaman sekarang banyak, ‘kan perempuan-perempuan aneh yang sering kirim begini ke sembarang orang? Udah hapus aja ... jangan marah, jangan salah paham." Adiaz mencoba membujuk kekasihnya.

Mentari tetap tidak percaya. Ia merasakan ada kebohongan yang Adiaz tutupi.

Tidak, jangan sampai cinta yang begitu didewakannya itu direbut oleh wanita murahan. Jangan!

“Kamu gak bohong, ‘kan?" tanyanya lagi memastikan.

Adiaz kembali menoleh ke arah Mentari. “Enggak, Sayang. Buat apa bohong? Kamu pikir aku laki-laki macam apa, yang suka sama perempuan gak jelas kaya gitu. Udah deh, gak usah aneh-aneh. Istirahat aja, kamu pasti banyak pikiran," ucapnya panjang lebar.

Mentari diam, tetapi dari raut wajahnya tampak jelas ia tak puas dengan jawaban Adiaz barusan

“Sudah, Sayang ... dia buka siapa-siapa, kok, hanya orang iseng yang tak tau malu. Sini, biar aku blokir kontaknya,” ucap Adiaz seraya mengulurkan tangannya meminta ponselnya. Dengan satu kali klik akhirnya kontak tanpa nama itu terblokir.

“Jangan pernah mencoba buat menghianati komitmen kita.” Mentari berkata tegas pada Adiaz.

“Kamu curigaan banget, ya? Hahaha. Udah, sana tidur." Adiaz terkekeh gemas melihat wajah Mentari yang ditekuk.

***

Keesokan harinya, Adiaz diizinkan untuk libur selama seharian penuh. Bos mengatakan, bahwa dia sudah bekerja terlalu keras. Jadi di pagi hari itu, dia mendatangi kamar Mentari, yang sejak semalam tidak mau diajak bicara lagi.

“Sayang. Aku boleh libur seharian, mau jalan-jalan sambil belanja? Sekalian beli kebutuhan pokok. Kamu mau apa, nanti aku beliin, deh." Dari balik pintu Adiaz mencoba membujuk Mentari.

Hening. Tak ada suara apa pun apalagi jawaban. Adiaz tak putus asa, dia mencoba lagi membujuk Mentari dan kali ini sepertinya usahanya berhasil. Pintu kamar terbuka dan Mentari sudah rapi.

“Hufff! Kamu sesemangat itu?" tanya Adiaz sambil tertawa kecil.

“Iya! Lagian jarang-jarang, ‘kan, kamu boleh libur."

“Ya sudah, tunggu sebentar, ya, aku mau siap-siap dulu."

“Oke, jangan lama-lama."

“Iya, Sayang."

Setelah Adiaz rapi, mereka berdua turun dan keluar rumah menuju sedan hitam milik Adiaz. Saat masuk mobil, penciuman Mentari disambut oleh bau-bauan aneh. Seperti bau parfum milik wanita. Mentari berusaha berpikir positif. Namun, begitu terkejutnya ia saat mendapati sebuah lipstik tergeletak di bangku depan yang akan didudukinya.

“Adiaz! Apa ini?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status