Dalam hal ini, Ayuna merasa simpati kepada keluarga cabang. Dia menghela napas dan berkata, "Raynar itu laki-laki, menunggu dua tahun pun nggak masalah. Tapi, kasihan Eliska. Padahal dia tumbuh jadi gadis yang begitu cantik."Gayatri pun menghela napas dalam hati. "Sudahlah, semua ini sudah takdir. Untuk urusan perjodohan Rumi, sebagai ibunya, sudah waktunya kamu mencemaskan soal itu.""Bibi Ayunda, kamu harus bantu carikan pasangan yang baik untuk Rumi ya," kata Eliska yang kebetulan tiba di depan pintu dan mendengar sang nenek menyebut nama adiknya. Dia masuk dengan senyuman manis dan berkata, "Nenek, panggil saja Rumi ke sini untuk duduk bersama.""Ibumu nggak menahanmu hari ini?" tanya Gayatri. Beberapa hari ini, Dwiana selalu membawa Eliska memilih berbagai perhiasan."Perhiasannya terlalu banyak, sampai bingung pilihnya. Jadi, aku curi-curi waktu untuk istirahat di tempat nenek," jawab Eliska sambil tersenyum.Gayatri pun menyuruh Leya memanggil Rumi. "Karena Eliska rindu adiknya
Arjuna sebenarnya tidak bisa dikatakan sedang patah hati. Namun, bagi seorang pria, jika wanita yang pernah tidur dengannya secara enteng mengatakannya "kurang memuaskan", hatinya tentu terasa tidak nyaman.Kalau memang tak memuaskan, mungkin bisa diterima. Namun, kenyataannya dia hanya kalah pengalaman. Karena itu adalah pertama kalinya baginya, dia tidak tahu harus bagaimana.Arjuna memijat pelipisnya dan berkata, "Aku nggak apa-apa. Hanya sedikit pusing soal pengiriman logistik."Talita pun merasa lega. Dia merasa dirinya mungkin terlalu khawatir. Selama ini Arjuna memang bukan pria yang terlalu peduli pada urusan perempuan. Kalau dia mesum, sudah pasti memiliki banyak selir sekarang."Putri keenam Keluarga Widjoyo akan tiba di ibu kota pertengahan bulan ini. Nanti Ibu akan mengundangnya ke rumah. Kamu nggak boleh ke mana-mana nanti ya," pesan Talita.Putri keenam Keluarga Widjoyo, Airani, cukup memuaskan. Dia berpendidikan, beretika. Sejak kecil diasuh langsung oleh neneknya yang s
Eliska tersenyum sambil menyahut, "Untuk sementara, aku belum punya rencana apa pun."Winka tak kuasa menghela napas dalam hati. Kini, Raditya telah diasingkan ke Provinsi Ergos. Urusan pernikahan Eliska jelas akan menemui banyak hambatan."Sebenarnya kakak ketigaku nggak buruk juga, hanya saja ...." Winka merasa ragu untuk melanjutkan. Orang normal jelas tak akan mempertimbangkan pernikahan dengan pria yang kakinya cacat, meskipun dia adalah seorang pangeran. Untungnya, kakaknya berpikiran terbuka dan tidak mempermasalahkan itu.Namun, Eliska justru teringat pada Harini. Dia tidak tahu bagaimana Harini bisa menyukai Yervan. Hanya saja, orang seperti Yervan jelas bukan orang biasa. Bisa membuat diri sendiri begitu tidak mencolok sampai kedua pangeran pun tidak memperhatikannya, itu adalah kemampuan yang luar biasa.Eliska sempat berpikir apakah bisa mencari tahu sedikit informasi dari Madana, tetapi sekarang dia tak punya kesempatan untuk menemui Madana. Raynar baru saja kembali dan ki
Arjuna tidak membantah."Bagiku, tidur dengan seorang pria pun bukan hal yang besar. Selama orang luar nggak tahu, nggak mencemari nama baik Keluarga Adipati Madaharsa. Yang lebih penting adalah berapa banyak uang yang bisa kuhasilkan. Jadi, Putra Bangsawan nggak perlu merasa terbebani."Eliska menatap Arjuna yang alisnya berkerut. Dia tahu betul, sebagai seorang putri bangsawan, ucapannya ini benar-benar di luar kebiasaan. Kalau yang mendengarnya adalah pria kolot, dirinya pasti akan dicap sebagai wanita cabul.Namun, kenyataannya orang-orang kolot itu biasanya malah jauh lebih bejat, bahkan aturan ketat hanya berlaku untuk para wanita."Kamu sadar apa yang sedang kamu katakan?" tanya Arjuna, ekspresinya mulai suram."Bagiku, malam itu nggak lebih dari sesuatu yang kulalui dalam keadaan setengah sadar. Aku bahkan sudah lupa," jawab Eliska. Meskipun sebenarnya dia masih sangat ingat, dia tidak ingin mengakuinya. "Aku nggak punya kenangan indah apa pun tentang malam itu."Perkataan ini
Di dalam hati, Eliska mulai berpikir.Arjuna adalah orang yang sangat berhati-hati dan penuh perhitungan, tentu tahu betul betapa tidak pantasnya seorang pria luar membahas soal upacara kedewasaan seorang putri bangsawan. Mungkin saja, ini memang disengaja olehnya."Setiap kata yang keluar dari bibirmu seperti ujian," ujar Eliska sambil menunduk. Apa pun hasilnya, Arjuna selalu bisa bersikap santai. Kelihaiannya dalam menilai situasi membuat orang lain waspada. Ini karena semua orang tahu tidak akan mudah menang darinya.Siapa pun yang cukup peka pasti tahu lebih baik menjauh dari orang seperti Arjuna."Aku nggak sedang mengujimu, bahkan sudah sangat terus terang." Arjuna menatapnya dan berkata, "Menurutmu aku akan punya waktu dan keinginan memberi hadiah upacara kedewasaan pada wanita lain selain dirimu?""Aku nggak berbeda dengan wanita lain. Kamu nggak perlu repot-repot memberiku hadiah." Hati Eliska semakin mencelos. Dia memaksakan senyuman. "Aku sudah sangat berterima kasih karena
Sebelumnya, satu-satunya hal yang kurang dari Pradipta hanyalah latar belakang keluarga. Dari segi wajah maupun kecerdasan, dia termasuk yang terbaik.Saat Dwiana membicarakannya dengan para nyonya dari keluarga bangsawan lainnya, tak satu pun yang tidak memujinya. Kini, masa depan yang cerah pun berhasil diraih Pradipta sendiri. Dia adalah salah satu tuan muda terbaik di ibu kota, tentu saja menarik perhatian para putri bangsawan.Eliska berkata, "Tuan Pradipta terluka cukup banyak di Provinsi Ergos. Penumpasan perampok itu benar-benar jasa nyata. Kalau Kaisar nggak menghargainya, ke depan nggak akan ada lagi yang mau menerima tugas seberat itu tanpa imbalan."Kebetulan juga, Pradipta memberikan banyak bantuan untuk ayahnya di Provinsi Ergos. Tanpa bantuannya, pekerjaan ayahnya tak akan semudah itu selesai.Dwiana memandangnya dua kali, lalu tersenyum. "Menurutmu, kenapa ibu membicarakan soal dia?"Eliska tak menjawab. Bukan berarti dia tak menyukai Pradipta, hanya saja urusannya deng