Share

BAB 7 : Melawan Balik

Yesha menyandarkan diri pada sandaran sofa. “Mama tidak bisa menyalahkanku. Jika ingin disalahkan, maka mama harus menyalahkan anak kesayangan mama. Karena dialah yang selalu menemuiku lebih dulu.”

Masih jelas dalam ingatan pemilik tubuh, Febrina berulang kali memintanya untuk menjauhi Raefal. Bahkan wanita itu mengancam tidak akan segan-segan mencelakai pemilik tubuh supaya ia meninggalkan putranya. Sayangnya pemilik tubuh mengabaikan ancaman Febrina dan masih sering menemui Raefal. Hingga akhirnya pemilik tubuh dengan perlahan mulai menghindari Raefal setelah Febrina benar-benar mewujudkan ancamannya.

Sudah sering kali pemilik tubuh hampir kehilangan nyawanya. Bukannya mengjauhi pemilik tubuh, Raefal justru semakin sering menemui pemilik tubuh setelah mengetahui semua perbuatan ibunya kepada pemilik tubuh.

Untuk sesaat ekspresi Febrina berubah mendengar ucapan Yesha. Tidak menyangka kini Yesha berani menyahuti ucapannya. Namun dengan cepat Febrina memasang ekspresi normal kembali.

“Ia tidak akan menemuimu kalau kau tidak merayunya terlebih dahulu.”

Sebenarnya apa yang dikatakan Yesha ada benarnya. Meski dilarang olehnya, dengan sifat keras kepalanya, Raefal tetap akan menemui Yesha di saat Rezvan tidak ada di rumah.

Yesha menatap Febrina tepat di matanya. “Mama jangan asal bicara. Mama tidak bisa menyalahkanku jika anak kesayangan mama sangat tergila-gila denganku. Jika ingin menyalahkan seseorang, maka orang itu adalah Raefal, anak mama sendiri.”

Yesha ikut prihatin atas nasib pemilik tubuh. Sifat keras kepala Raefal yang selalu menemui pemilik tubuh membuat pemilik tubuh tertekan. Ditambah lagi dengan sikap suami dan ketiga anak tirinya yang mengabaikan dirinya, membuatnya memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

Wanita itu terlalu baik untuk seorang pemuda seperti Raefal. Tidak heran pemilik tubuh depresi hingga ingin mengakhiri hidupnya sampai dua kali. Terlalu banyak beban batin yang harus ditanggungnya.

“Kau!” Febrina kehilangan ketenangannya dengan sikap Yesha yang sangat berbeda.

Yesha menegakkan tubuh. Keningnya berkerut. “Ada apa denganku? Jangan mama berpikir karena selama ini saya diam saja dan tidak membantah setiap ucapan mama, berarti mama bisa menindasku. Selama ini saya diam karena saya menghormati mama sebagai ibu dari suamiku, tetapi hari ini, jangan harap mama bisa menindasku lagi.”

Yesha tahu Febrina pasti terkejut dengan perubahan sikapnya. Namun ia tidak pernah takut dengan Febrina. Ia tidak ingin ditindas oleh wanita itu, cukup pemilik tubuh saja yang ditindas. Ia juga berjanji akan membalaskan semua perbuatan Febrina kepada pemilik tubuh sebagai balasan karena telah membiarkan jiwanya menempati raganya.

“Akhirnya kau menunjukkan belangmu.” Febrina berkata setelah menenangkan dirinya. “Bagus! Jika kamu sudah jelas, maka jauhi Raefal. Jika tidak, jangan salahkan aku jika kau akan berakhir di dalam peti mati.”

Tangan Yesha menggenggam gelas dengan erat. “Kalau begitu kita lihat siapa yang akan berakhir di peti mati. Diriku atau putra kesayanganmu.”

“Apa maksudmu?” ucap Febrina dengan tangan terkepal erat.

Yesha tersenyum miring. “Saya tidak perlu mengatakannya dengan jelas, kan? Sebagai seorang ibu, saya yakin mama lebih tahu apa yang akan anak kesayangan mama lakukan jika sesuatu terjadi kepadaku.”

Amarah Febrina melonjak sampai ke ubun-ubun. Ia sangat tahu sekali bahwa Raefal sangat mencintai Yesha. Sudah berulang kali ia meminta anaknya itu untuk menjauhi Yesha, tetapi Raefal terus membantah ucapannya dan selalu menemui Yesha. Bahkan dua hari yang lalu Raefal melampiaskan amarahnya saat mengetahui Yesha bunuh diri dan mengancam akan ikut mengakhiri hidupnya jika Yesha tidak selamat.

“Kau mengancamku?” Febrina menyunggingkan senyum miring, mengejek. Namun dalam hatinya ia tidak menyangka Yesha akan berbalik mengancamnya.

Yesha tersenyum. “Saya tidak mengancam. Mana mungkin saya mengancam mama.”

Dada Febrina naik-turun karena emosi, sampai kata-kata makian yang ada di mulutnya pun tidak mampu ia keluarkan.

“Jika tidak ada lagi yang ingin mama katakan, silakan pergi meninggalkan rumah ini.” Yesha meletakkan gelas minumnya di atas meja. “Mama tenang saja, saya tidak akan menemui Raefal. Karena Raefal tidak sebanding denganku. Karena itu, lebih baik mama menjaga anak mama lebih ketat lagi.”

Febrina tidak mampu lagi menahan dirinya. Ia menatap Yesha dengan mata melotot penuh kebencian dan amarah, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Ia bangkit dari sofa dan bergegas meninggalkan ruang tamu dengan amarah yang meluap.

Tidak pernah terbayangkan olehnya jika Yesha akan melawannya. Selama ini gadis itu selalu menurunkan pandangan saat bersamanya. Tidak menyangka bahwa kali ini, tidak hanya berani menatapnya terang-terangan, tetapi juga berbicara dengan kata-kata yang kasar seperti itu. Bahkan berani berbalik mengancamnya walau tidak secara terang-terangan.

“Hati-hati di jalan, Ma!” ucap Yesha sedikit berteriak.

Yesha tersenyum mengejek selepas kepergian Febrina.

Ia tidak akan membiarkan siapapun menggertak dirinya, walau itu ibu mertuanya sendiri.

Setelah kepergian Febrina, Hanna bergegas menghampiri Yesha. Dengan nada khawatir yang sangat kentara ia bertanya, “Nyonya, Anda baik-baik saja?”

Setiap kali Febrina pulang dari menemui Yesha, gadis itu akan menjadi lebih pendiam dari biasanya dan akan mengurung diri di kamar. Terakhir kali Febrina menemui Yesha, gadis itu bunuh diri dengan meminum obat tidur. Kebetulan waktu itu ia datang ke kamar Yesha dengan niat untuk menghibur Yesha yang terlihat sedih, tetapi apa yang ia lihat justru Yesha yang sedang kejang-kejang dengan mulut mengeluarkan busa.

Hanna tidak tahu apa yang dikatakan wanita tua itu kepada Yesha saat itu hingga Yesha mengakhiri hidupnya. Karena itulah sekarang Hanna benar-benar khawatir, ia takut Yesha akan mengakhiri hidupnya kembali setelah kepulangan Febrina. Jika sampai hal seperti itu terulang kembali, Hanna tidak tahu harus mengatakan apa kepada tuan besarnya karena tidak bisa menjaga Yesha dengan baik.

“Aku baik-baik saja. Kamu tidak perlu khawatir, tidak akan ada yang terjadi kepadaku. Kamu tidak perlu memasang wajah seperti itu,” ucap Yesha tersenyum geli kala melihat ekspresi Hanna yang terlihat menyedihkan.

Dari semua pelayan di rumah, hanya Hanna yang selalu peduli dan mengkhawatirkan pemilik tubuh. Karena itu Yesha berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia akan memperlakukan Hanna dengan baik sebagai imbalan atas jasanya yang sudah merawat pemilik tubuh. Dan mulai saat ini, ia tidak akan pernah membuat Hanna mengkhawatirkan dirinya lagi.

Meski mereka bukanlah keluarganya, tetapi karena sekarang Yesha berada di tubuh Yesha Altezza, sebagai gantinya, mulai sekarang ia akan melindungi orang-orang di sekitarnya. Ia juga akan melindungi orang-orang yang benar-benar peduli kepadanya, serta akan membalas semua perlakuan orang-orang yang berbuat jahat kepada pemilik tubuh serta orang-orang terdekatnya.

Pertama-tama, ia akan memulai dari rumahnya. Ia harus menyingkirkan mata-mata di rumahnya. Dirinya akan sulit bertindak jika ada mata-mata yang bersemayam di rumahnya. Ia memiliki banyak waktu luang untuk bermain-main dengan mereka, jadi ia akan melakukannya secara perlahan.

“Ya, Nyonya,” ucap Hanna pelan sembari menghela napas lega.

Yesha tersenyum lebar. “Tidak perlu takut. Aku tidak akan marah kepadamu. Justru aku berterima kasih karena kamu mengkhawatirkan diriku. Jika bukan karena dirimu, mungkin saat ini aku benar-benar sudah mati. Terima kasih sudah menyelamatkanku.”

Hanna tertegun mendengar ucapan Yesha. Namun sebelum ia bisa bereaksi, telepon rumah berdering. Hanna dengan cepat menerima panggilan telepon. Ekspresi wajahnya berubah saat berbicara di telepon. Panggilan itu berlangsung hanya beberapa saat sebelum akhirnya terputus.

Hanna menghela napas pelan setelah sambungan telepon teruputus.

“Ada apa?” tanya Yesha penasaran dengan apa yang dibicarakan oleh lawan bicaranya hingga membuat Hanna menghela napas dengan ekspresi yang sedikit berubah. “Siapa yang menelepon?”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status