Yesha menyandarkan diri pada sandaran sofa. “Mama tidak bisa menyalahkanku. Jika ingin disalahkan, maka mama harus menyalahkan anak kesayangan mama. Karena dialah yang selalu menemuiku lebih dulu.”
Masih jelas dalam ingatan pemilik tubuh, Febrina berulang kali memintanya untuk menjauhi Raefal. Bahkan wanita itu mengancam tidak akan segan-segan mencelakai pemilik tubuh supaya ia meninggalkan putranya. Sayangnya pemilik tubuh mengabaikan ancaman Febrina dan masih sering menemui Raefal. Hingga akhirnya pemilik tubuh dengan perlahan mulai menghindari Raefal setelah Febrina benar-benar mewujudkan ancamannya.
Sudah sering kali pemilik tubuh hampir kehilangan nyawanya. Bukannya mengjauhi pemilik tubuh, Raefal justru semakin sering menemui pemilik tubuh setelah mengetahui semua perbuatan ibunya kepada pemilik tubuh.
Untuk sesaat ekspresi Febrina berubah mendengar ucapan Yesha. Tidak menyangka kini Yesha berani menyahuti ucapannya. Namun dengan cepat Febrina memasang ekspresi normal kembali.
“Ia tidak akan menemuimu kalau kau tidak merayunya terlebih dahulu.”
Sebenarnya apa yang dikatakan Yesha ada benarnya. Meski dilarang olehnya, dengan sifat keras kepalanya, Raefal tetap akan menemui Yesha di saat Rezvan tidak ada di rumah.
Yesha menatap Febrina tepat di matanya. “Mama jangan asal bicara. Mama tidak bisa menyalahkanku jika anak kesayangan mama sangat tergila-gila denganku. Jika ingin menyalahkan seseorang, maka orang itu adalah Raefal, anak mama sendiri.”
Yesha ikut prihatin atas nasib pemilik tubuh. Sifat keras kepala Raefal yang selalu menemui pemilik tubuh membuat pemilik tubuh tertekan. Ditambah lagi dengan sikap suami dan ketiga anak tirinya yang mengabaikan dirinya, membuatnya memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Wanita itu terlalu baik untuk seorang pemuda seperti Raefal. Tidak heran pemilik tubuh depresi hingga ingin mengakhiri hidupnya sampai dua kali. Terlalu banyak beban batin yang harus ditanggungnya.
“Kau!” Febrina kehilangan ketenangannya dengan sikap Yesha yang sangat berbeda.
Yesha menegakkan tubuh. Keningnya berkerut. “Ada apa denganku? Jangan mama berpikir karena selama ini saya diam saja dan tidak membantah setiap ucapan mama, berarti mama bisa menindasku. Selama ini saya diam karena saya menghormati mama sebagai ibu dari suamiku, tetapi hari ini, jangan harap mama bisa menindasku lagi.”
Yesha tahu Febrina pasti terkejut dengan perubahan sikapnya. Namun ia tidak pernah takut dengan Febrina. Ia tidak ingin ditindas oleh wanita itu, cukup pemilik tubuh saja yang ditindas. Ia juga berjanji akan membalaskan semua perbuatan Febrina kepada pemilik tubuh sebagai balasan karena telah membiarkan jiwanya menempati raganya.
“Akhirnya kau menunjukkan belangmu.” Febrina berkata setelah menenangkan dirinya. “Bagus! Jika kamu sudah jelas, maka jauhi Raefal. Jika tidak, jangan salahkan aku jika kau akan berakhir di dalam peti mati.”
Tangan Yesha menggenggam gelas dengan erat. “Kalau begitu kita lihat siapa yang akan berakhir di peti mati. Diriku atau putra kesayanganmu.”
“Apa maksudmu?” ucap Febrina dengan tangan terkepal erat.
Yesha tersenyum miring. “Saya tidak perlu mengatakannya dengan jelas, kan? Sebagai seorang ibu, saya yakin mama lebih tahu apa yang akan anak kesayangan mama lakukan jika sesuatu terjadi kepadaku.”
Amarah Febrina melonjak sampai ke ubun-ubun. Ia sangat tahu sekali bahwa Raefal sangat mencintai Yesha. Sudah berulang kali ia meminta anaknya itu untuk menjauhi Yesha, tetapi Raefal terus membantah ucapannya dan selalu menemui Yesha. Bahkan dua hari yang lalu Raefal melampiaskan amarahnya saat mengetahui Yesha bunuh diri dan mengancam akan ikut mengakhiri hidupnya jika Yesha tidak selamat.
“Kau mengancamku?” Febrina menyunggingkan senyum miring, mengejek. Namun dalam hatinya ia tidak menyangka Yesha akan berbalik mengancamnya.
Yesha tersenyum. “Saya tidak mengancam. Mana mungkin saya mengancam mama.”
Dada Febrina naik-turun karena emosi, sampai kata-kata makian yang ada di mulutnya pun tidak mampu ia keluarkan.
“Jika tidak ada lagi yang ingin mama katakan, silakan pergi meninggalkan rumah ini.” Yesha meletakkan gelas minumnya di atas meja. “Mama tenang saja, saya tidak akan menemui Raefal. Karena Raefal tidak sebanding denganku. Karena itu, lebih baik mama menjaga anak mama lebih ketat lagi.”
Febrina tidak mampu lagi menahan dirinya. Ia menatap Yesha dengan mata melotot penuh kebencian dan amarah, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Ia bangkit dari sofa dan bergegas meninggalkan ruang tamu dengan amarah yang meluap.
Tidak pernah terbayangkan olehnya jika Yesha akan melawannya. Selama ini gadis itu selalu menurunkan pandangan saat bersamanya. Tidak menyangka bahwa kali ini, tidak hanya berani menatapnya terang-terangan, tetapi juga berbicara dengan kata-kata yang kasar seperti itu. Bahkan berani berbalik mengancamnya walau tidak secara terang-terangan.
“Hati-hati di jalan, Ma!” ucap Yesha sedikit berteriak.
Yesha tersenyum mengejek selepas kepergian Febrina.
Ia tidak akan membiarkan siapapun menggertak dirinya, walau itu ibu mertuanya sendiri.
Setelah kepergian Febrina, Hanna bergegas menghampiri Yesha. Dengan nada khawatir yang sangat kentara ia bertanya, “Nyonya, Anda baik-baik saja?”
Setiap kali Febrina pulang dari menemui Yesha, gadis itu akan menjadi lebih pendiam dari biasanya dan akan mengurung diri di kamar. Terakhir kali Febrina menemui Yesha, gadis itu bunuh diri dengan meminum obat tidur. Kebetulan waktu itu ia datang ke kamar Yesha dengan niat untuk menghibur Yesha yang terlihat sedih, tetapi apa yang ia lihat justru Yesha yang sedang kejang-kejang dengan mulut mengeluarkan busa.
Hanna tidak tahu apa yang dikatakan wanita tua itu kepada Yesha saat itu hingga Yesha mengakhiri hidupnya. Karena itulah sekarang Hanna benar-benar khawatir, ia takut Yesha akan mengakhiri hidupnya kembali setelah kepulangan Febrina. Jika sampai hal seperti itu terulang kembali, Hanna tidak tahu harus mengatakan apa kepada tuan besarnya karena tidak bisa menjaga Yesha dengan baik.
“Aku baik-baik saja. Kamu tidak perlu khawatir, tidak akan ada yang terjadi kepadaku. Kamu tidak perlu memasang wajah seperti itu,” ucap Yesha tersenyum geli kala melihat ekspresi Hanna yang terlihat menyedihkan.
Dari semua pelayan di rumah, hanya Hanna yang selalu peduli dan mengkhawatirkan pemilik tubuh. Karena itu Yesha berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia akan memperlakukan Hanna dengan baik sebagai imbalan atas jasanya yang sudah merawat pemilik tubuh. Dan mulai saat ini, ia tidak akan pernah membuat Hanna mengkhawatirkan dirinya lagi.
Meski mereka bukanlah keluarganya, tetapi karena sekarang Yesha berada di tubuh Yesha Altezza, sebagai gantinya, mulai sekarang ia akan melindungi orang-orang di sekitarnya. Ia juga akan melindungi orang-orang yang benar-benar peduli kepadanya, serta akan membalas semua perlakuan orang-orang yang berbuat jahat kepada pemilik tubuh serta orang-orang terdekatnya.
Pertama-tama, ia akan memulai dari rumahnya. Ia harus menyingkirkan mata-mata di rumahnya. Dirinya akan sulit bertindak jika ada mata-mata yang bersemayam di rumahnya. Ia memiliki banyak waktu luang untuk bermain-main dengan mereka, jadi ia akan melakukannya secara perlahan.
“Ya, Nyonya,” ucap Hanna pelan sembari menghela napas lega.
Yesha tersenyum lebar. “Tidak perlu takut. Aku tidak akan marah kepadamu. Justru aku berterima kasih karena kamu mengkhawatirkan diriku. Jika bukan karena dirimu, mungkin saat ini aku benar-benar sudah mati. Terima kasih sudah menyelamatkanku.”
Hanna tertegun mendengar ucapan Yesha. Namun sebelum ia bisa bereaksi, telepon rumah berdering. Hanna dengan cepat menerima panggilan telepon. Ekspresi wajahnya berubah saat berbicara di telepon. Panggilan itu berlangsung hanya beberapa saat sebelum akhirnya terputus.
Hanna menghela napas pelan setelah sambungan telepon teruputus.
“Ada apa?” tanya Yesha penasaran dengan apa yang dibicarakan oleh lawan bicaranya hingga membuat Hanna menghela napas dengan ekspresi yang sedikit berubah. “Siapa yang menelepon?”
***
Yesha membuka mata secara perlahan ketika indra pendengarannya menangkap banyak suara di ruang rawat inapnya. Untuk sesaat pandangannya pudar sebelum berubah menjadi jelas. Betapa terkejutnya ia ketika netranya menatap sosok keluarga Altezza tengah mengelilingi boks di mana putrinya berada. “Papa! Mama!” pekik Yesha dengan suara parau. Dengan sedikit kesulitan Yesha mencoba untuk mengubah posisinya menjadi duduk. Mereka semua mengalihkan perhatian dari boks ke arah Yesha. Trisa dengan tanggap menghampiri Yesha dan membantunya untuk duduk. “Pelan-pelan.” “Mama.” Yesha menggenggam lengan Trisa dengan kuat, takut bahwa apa yang dilihatnya saat ini hanyalah halusinasinya saja karena dirinya yang sangat merindukan mereka. Trisa tersenyum lebar. Dibawanya Yesha ke dalam pelukan. “Iya, ini mama, Sayang.” Trisa mengelus lembut kepala putrinya yang hampir tiga bulan tidak bertemu. Yesha memeluk erat. Air mata mengalir membasahi wajahnya. “Jangan tinggalkan aku lagi, Ma.” “Kami tidak akan
Rivania dan Gevarel tidak terbiasa menjalani kehidupan sederhana yang jauh dari kemewahan. Karena itulah mereka menyewa rumah yang lumayan bagus dengan biaya sewa lima belas juta pertahun. Untuk biaya hidup, Gevarel mencoba untuk melamar pekerjaan, tetapi karena pemberitaan mengenai keluarganya, membuat namanya pun ikut terseret. Beberapa artikel menulis tentang keburukannya selama ini. Hal itu benar-benar berdampak besar pada citranya, membuat Gevarel kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Pada akhirnya ia hanya bisa bekerja sebagai kasir di sebuah mini market kecil. Sementara Rivania sendiri mencoba menemui beberapa kenalan lamanya dulu, berharap mereka mau membantunya. Bagaimanapun dirinya sudah tidak memungkinkan untuk bekerja di perusahaan. Dan untuk pekerjaan kasar, dirinya belum pernah melakukannya. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Elivia. Wanita itu menyewa seseorang untuk membuntuti Rivania dan memotretnya, dan mengirimkannya kepada Dhimani. Tentu saja pria itu sangat marah
Keesokan harinya, pukul delapan pagi di sebuah restoran, Yesha memesan ruang pribadi untuk mereka. Ia tidak ingin pembicaraan mereka dicuri dengar oleh orang lain. Pasalnya berita mengenai Tuan Rahandika yang menjual perusahaannya pun sudah berada di televisi dan juga media cetak. Mengalahkan pemberitaan mengenai Dhimani yang diketahui memalsukan surat-surat kepemilikan perusahaan. Bagaimanapun para wartawan itu masih sedikit meragukan alasan Tuan Rahandika menjual perusahaan. Mereka meyakini bahwa pasti ada alasan lain yang membuat Tuan Rahandika sampai harus menjual perusahaan. “Ya, aku yang melakukannya.” Alfan mengakui. “Anggap saja ini hadiah untuk ayah dan bunda.” “Jangan bilang kalau sejak awal kamu memang sudah menargetkan mereka.” “Untuk membeli perusahaan, aku tidak merencanakannya. Itu muncul ketika Tuan Rahandika mengumumkan akan menjual perusahannya. Tapi sebelumnya aku memang sudah menargetkan mereka, lebih tepatnya aku menargetkan Arian.” Alfan pun menceritakan semu
Elivia benar-benar tidak menyangka bahwa polisi akan menindak laporannya dengan cepat. Bahkan kasusnya langsung masuk ke pengadilan setelah satu minggu dilakukan penyelidikan. Karena pihak terdakwa tidak memiliki pengacara untuk membela, sidang itu berjalan dengan lancar dan hukuman untuk Dhimani diputuskan pada sidang kedua yang dilakukan tiga hari berikutnya. Walaupun ia ingin Dhimani dihukum lebih, tetapi melihat kondisi Dhimani yang lumpuh, dirinya cukup puas dengan putusan hakim. “Ini adalah saham yang sudah kita sepakati.” Elivia meletakkan map di hadapan Yesha. “Totalnya tiga puluh persen seperti yang kamu minta.” Dua minggu lalu, setelah sidang putusan kasus pemalsuan Dhimani dijatuhkan, Elivia segera pergi ke perusahaan dengan asisten pribadi yang sengaja Rezvan berikan kepada wanita itu untuk membantunya belajar mengelola bisnis. Para pemegang saham memang sempat dibuat terkejut dengan kedatangan Elivia. Namun karena perusahaan yang berada dalam masalah finansial yang ser
Arian menatap Yesha dengan sedikit kebencian di matanya. “Kakak tahu kalau perusahaan ini adalah satu-satunya untuk kami bertahan hidup. Jika kakak tidak ingin menghancurkan keluargaku, seharusnya kakak memilih ayahku untuk tetap menjadi presdir. Jika posisi ayahku digantikan orang lain, kami tidak bisa bekerja di tempat lain karena orang sudah menilai buruk reputasi keluarga kami. Apalagi setelah berita di internet mengenai kehamilan Vania di luar nikah. Tidak ada perusahaan yang mau menerimanya bekerja.” Di luar, keluarga Rahandika terlihat baik-baik saja. Namun pada kenyataannya, keluarga mereka saat ini sangat kacau. Mereka tidak memiliki apa-apa lagi selain perusahaan itu. Karena itulah Tuan Rahandika berusaha keras membujuk beberapa pemegang saham untuk tetap mempertahankan dirinya sebagai pemimpin perusahaan. “Dengar, Arian. Ini adalah dunia bisnis, seharusnya kamu tahu apa yang diinginkan oleh seorang pebisnis. Tidak ada orang yang ingin membuat perusahaannya semakin terpuru
“Ketika aku menemanimu check up dan kita bertemu dengan Rivania. Aku tidak sengaja melihatmu tersenyum kecil ketika melihat Dhimani terbaring di rumah sakit. Karena merasa sedikit aneh, jadi aku meminta Damar untuk menyelidikinya.” Awalnya ia tidak curiga ketika Rivania mengatakan bahwa Dhimani mengalami kecelakaan tunggal ketika pulang dari perjalanan bisnis ke luar kota. Namun ketika ia melihat ekspresi dan senyum Yesha yang penuh kepuasan, ia yakin istrinya pasti telah melakukan sesuatu di belakangnya. Karena itulah ia meminta Damar untuk menyelidikinya. Dan dugaannya terbukti benar, bahwa semua itu adalah ulah istrinya. Walau begitu Rezvan tidak mengatakan apa-apa. Apalagi Yesha sendiri pun tidak mengatakan apa-apa. Meski sedikit marah karena Yesha tidak memberitahunya, tetapi ia mencoba untuk menghargai privasi istrinya. Yesha menghela napas pelan. “Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikannya darimu.” Tampaknya memang sulit untuk menyembunyikan apa pun dari Rezvan. Padahal Yes