Tanpa rasa takut, Yesha menatap Rezvan tepat di mata pria itu. “Aku istrimu. Itu berarti aku adalah nyonya rumah di rumah ini. Jadi aku punya hak untuk melarang mereka. Bahkan aku juga punya hak untuk melakukan apa saja kepada mereka.”
Kening Rezvan berkerut dalam dengan alis sedikit terangkat. Ia tidak menyangka Yesha akan menjawab ucapannya dengan begitu lantang. Namun jika ia mengingat kembali, wanita itu memang berubah sejak selamat dari percobaan bunuh dirinya. Akan tetapi ia masih tidak percaya wanita itu akan berubah begitu drastis.
Yesha menatap Rezvan dengan senyum lebar. “Lebih baik sekarang kalian makan. Nanti kalian bisa terlambat pergi ke sekolah.”
“Papa, Raka tidak mau makan.” Raka bersikeras tidak mau memakan masakan yang dibuat oleh Yesha.
“Revan juga.” Revan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Yesha tidak memedulikan protesan mereka. Ia memperhatikan Ravindra yang makan dengan tenang. Ia tersenyum dan berkata. “Ravindra Sayang, bagaimana masakan bunda? Enak tidak?”
“Hm!” gumam Ravindra dengan mulut yang mengunyah makanan.
Senyum lebar menghiasi wajah Yesha. Dielusnya kepala Ravindra penuh sayang. “Kalau begitu Ravindra makan yang banyak biar cepat tumbuh besar dan kuat.”
Yesha meletakkan lauk ke piring Ravindra.
“Terima kasih,” ucap Ravindra dengan suara sedikit bergetar.
“Sama-sama, Sayang.” Yesha kembali mengelus kepala Ravindra.
Yesha melanjutkan menyantap makanannya. Tidak menyadari perubahan pada raut wajah suami dan ke dua anak kembarnya.
Rezvan dan si kembar tentu sangat terkejut dengan tindakan Yesha. Jika Rezvan bisa mengabaikan sikap Yesha yang berbeda dari biasanya, berbeda dengan si kembar. Dalam hati mereka mencibir atas perubahan sikap Yesha. Mereka berpikir Yesha pasti ingin mendapatkan perhatian dari ayah mereka. Sayangnya mereka berdua tidak akan membiarkan Yesha mendapatkan simpati ayahnya setelah pengkhianatan yang dilakukannya kepada ayah mereka.
Sementara Ravindra, hatinya sedikit menghangat dengan perhatian yang Yesha berikan. Walau ia sudah bersikap dingin dan tidak sopan kepada wanita itu, tetapi Yesha masih tetap baik kepadanya. Membuatnya seolah-olah mendapatkan kasih sayang yang selama ini ia inginkan. Dan tanpa anak itu sadari, matanya yang berwarna hitam mulai berkaca-kaca.
“Papa, ayo kita makan di luar saja,” pinta Revan yang jengah melihat Yesha. Ia ingin secepatnya pergi supaya tidak melihat wajah wanita yang telah menghancurkan kepercayaan mereka.
“Baiklah!”
Rezvan bangkit dari duduknya diikuti oleh Raka dan Revan. Mereka bertiga meninggalkan ruang makan tanpa menyentuh sedikit pun makanan yang sudah Yesha masak khusus untuk mereka.
Yesha hanya bisa menghela napas pelan melihat kepergian mereka bertiga. Tampaknya akan sangat sulit dan memerlukan banyak waktu untuk mengambil hati suami dan anak kembarnya itu. Biarpun begitu, ia tidak akan menyerah begitu mudah. Apapun yang terjadi, ia akan berjuang hingga mereka semua bisa menerima dirinya.
Usai menyelesaikan sarapan, Yesha mengantar Ravindra hingga depan rumah. Aldo sudah berdiri di samping mobil dan langsung membukakan pintu untuk Ravindra. Yesha masih berdiri di tempatnya hingga mobil yang membawa Ravindra benar-benar hilang dari pandangannya.
Yesha yang hendak berbalik ke dalam rumah, mengurungkan niatnya ketika sebuah mobil sedan merek Volvo berwarna silver memasuki halaman rumah. Mobil itu berhenti tepat di depannya. Dari pintu belakang mobil, keluar seorang wanita berusia akhir empat puluh tahun, mengenakan baju brokat berwarna hijau. Wanita itu menatap Yesha dengan pandangan tajam serta sedikit kebencian yang sengaja tidak disembunyikannya.
Dengan senyum yang dipaksakan, Yesha menayapa, “Mama!”
Tentu Yesha terkejut dengan kehadiran tamu yang tidak diundang di pagi hari ini. Firasatnya mengatakan bahwa kedatangan wanita itu pasti ada hubungannya dengan apa yang terjadi kemarin.
Mengabaikan sapaan Yesha, Febrina melangkah masuk, seolah-olah ini adalah rumahnya. Sementara Yesha tidak ambil pusing dan mengikuti langkah wanita itu memasuki rumah.
“Mama, ada apa pagi-pagi datang ke sini?” tanya Yesha basa-basi.
Ia tidak mengerti, dari semua orang yang ada, kenapa justru Raefal dan Febrina yang lebih dulu ia temui setelah dirinya dilahirkan kembali ke tubuh Yesha Altezza.
Febrina menatap Yesha tidak suka. “Kenapa? Apakah aku tidak boleh berkunjung ke rumah anakku sendiri?”
“Bukan begitu maksud Yesha, Ma.” Yesha tersenyum kecil, tetapi dalam hati ia mencibir atas sikap Febrina.
Anaknya sendiri?
Sejak kapan wanita itu menganggap Rezvan sebagai anaknya sendiri?
Berdasarkan informasi yang diberikan Zaidan, Rezvan tidak pernah akur dengan Andaru dan Febrina sejak pria itu membawa wanita itu ke rumah setelah satu bulan kematian ibunya. Saat memasuki sekolah menengah atas, Rezvan meninggalkan rumah orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen dan tidak pernah menginjakkan kaki ke rumah ayahnya kecuali ada hal yang sangat penting. Jadi kalau memang mereka benar-benar akur, Rezvan tidak mungkin akan angkat kaki dari rumah orang tuanya, kan?
Hanna datang membawa makanan dan camilan untuk mereka, membuat Febrina terpaksa menelan kembali kata-kata di tenggorokannya. Walaupun begitu matanya tidak lepas memandangi Yesha dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
“Aku tidak menyangka kau memiliki banyak nyawa. Aku benar-benar salut kepadamu yang masih bisa selamat walau sudah mencoba bunuh diri sebanyak dua kali,” ucapnya setelah kepergian Hanna. Senyum mengejek tergambar jelas di wajahnya.
Yesha tidak terkejut bahwa Febrina mengetahui tentang percobaan bunuh diri pemilik tubuh. Dari ucapan wanita itu, sudah dapat ditebak bahwa di rumahnya memang ada orang yang memata-matai dirinya. Tidak peduli Raefal atau Febrina yang memasukkan mata-mata di rumahnya, cepat atau lambat dirinya pasti akan menendang mereka dari rumahnya.
Yesha tersenyum dan berkata dengan santai, “Mungkin Tuhan masih sayang kepadaku, sehingga Tuhan enggan untuk mengambil nyawaku dan memberiku kesempatan untuk melanjutkan hidup.”
Sikap tenang Yesha membuat Febrina semakin tidak suka dengan wanita di hadapannya. kebenciannya pun semakin besar.
Awalnya ia tidak percaya ketika orang yang ia minta untuk mengawasi Yesha memberitahu dirinya bahwa Yesha telah berubah setelah selamat dari kematiannya. Menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, kini Febrina benar-benar yakin bahwa Yesha telah berubah sangat jauh dibandingkan sebelumnya.
Meski hatinya membara karena amarah, tetapi Febrina mencoba untuk tetap tenang. Sebagai orang yang lebih tua, sangat memalukan jika dirinya sampai lepas kendali di hadapan wanita muda seperti Yesha.
“Aku juga mendengar bahwa kemarin kamu menemui Raefal.” Febrina mengalihkan topik pembicaraan. Tujuan awalnya datang ke sini adalah untuk menemui Yesha dan meminta wanita itu untuk menjauhi anaknya.
Yesha tersenyum mengejek di dalam hati. Ucapan Febrina semakin memperkuat keyakinan Yesha bahwa memang ada orang yang memata-matai dirinya dan memberikan informasi sekecil apapun yang ia lakukan kepada wanita itu. Ia juga yakin Raefal pasti melakukan hal yang sama dilihat dari sikap pria itu kemarin.
“Ya. Tetapi bukan saya yang menemui, melainkan Raefal sendiri yang datang menemuiku.” Yesha mengambil minumannya dan meminumnya secara perlahan.
Ketenangan Yesha membuat Febrina berang. Bahkan dadanya terlihat naik turun menahan amarah. “Apakah ucapanku waktu itu tidak membuatmu mengerti?” suara Febrina dingin dan tajam.
***
Yesha membuka mata secara perlahan ketika indra pendengarannya menangkap banyak suara di ruang rawat inapnya. Untuk sesaat pandangannya pudar sebelum berubah menjadi jelas. Betapa terkejutnya ia ketika netranya menatap sosok keluarga Altezza tengah mengelilingi boks di mana putrinya berada. “Papa! Mama!” pekik Yesha dengan suara parau. Dengan sedikit kesulitan Yesha mencoba untuk mengubah posisinya menjadi duduk. Mereka semua mengalihkan perhatian dari boks ke arah Yesha. Trisa dengan tanggap menghampiri Yesha dan membantunya untuk duduk. “Pelan-pelan.” “Mama.” Yesha menggenggam lengan Trisa dengan kuat, takut bahwa apa yang dilihatnya saat ini hanyalah halusinasinya saja karena dirinya yang sangat merindukan mereka. Trisa tersenyum lebar. Dibawanya Yesha ke dalam pelukan. “Iya, ini mama, Sayang.” Trisa mengelus lembut kepala putrinya yang hampir tiga bulan tidak bertemu. Yesha memeluk erat. Air mata mengalir membasahi wajahnya. “Jangan tinggalkan aku lagi, Ma.” “Kami tidak akan
Rivania dan Gevarel tidak terbiasa menjalani kehidupan sederhana yang jauh dari kemewahan. Karena itulah mereka menyewa rumah yang lumayan bagus dengan biaya sewa lima belas juta pertahun. Untuk biaya hidup, Gevarel mencoba untuk melamar pekerjaan, tetapi karena pemberitaan mengenai keluarganya, membuat namanya pun ikut terseret. Beberapa artikel menulis tentang keburukannya selama ini. Hal itu benar-benar berdampak besar pada citranya, membuat Gevarel kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Pada akhirnya ia hanya bisa bekerja sebagai kasir di sebuah mini market kecil. Sementara Rivania sendiri mencoba menemui beberapa kenalan lamanya dulu, berharap mereka mau membantunya. Bagaimanapun dirinya sudah tidak memungkinkan untuk bekerja di perusahaan. Dan untuk pekerjaan kasar, dirinya belum pernah melakukannya. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Elivia. Wanita itu menyewa seseorang untuk membuntuti Rivania dan memotretnya, dan mengirimkannya kepada Dhimani. Tentu saja pria itu sangat marah
Keesokan harinya, pukul delapan pagi di sebuah restoran, Yesha memesan ruang pribadi untuk mereka. Ia tidak ingin pembicaraan mereka dicuri dengar oleh orang lain. Pasalnya berita mengenai Tuan Rahandika yang menjual perusahaannya pun sudah berada di televisi dan juga media cetak. Mengalahkan pemberitaan mengenai Dhimani yang diketahui memalsukan surat-surat kepemilikan perusahaan. Bagaimanapun para wartawan itu masih sedikit meragukan alasan Tuan Rahandika menjual perusahaan. Mereka meyakini bahwa pasti ada alasan lain yang membuat Tuan Rahandika sampai harus menjual perusahaan. “Ya, aku yang melakukannya.” Alfan mengakui. “Anggap saja ini hadiah untuk ayah dan bunda.” “Jangan bilang kalau sejak awal kamu memang sudah menargetkan mereka.” “Untuk membeli perusahaan, aku tidak merencanakannya. Itu muncul ketika Tuan Rahandika mengumumkan akan menjual perusahannya. Tapi sebelumnya aku memang sudah menargetkan mereka, lebih tepatnya aku menargetkan Arian.” Alfan pun menceritakan semu
Elivia benar-benar tidak menyangka bahwa polisi akan menindak laporannya dengan cepat. Bahkan kasusnya langsung masuk ke pengadilan setelah satu minggu dilakukan penyelidikan. Karena pihak terdakwa tidak memiliki pengacara untuk membela, sidang itu berjalan dengan lancar dan hukuman untuk Dhimani diputuskan pada sidang kedua yang dilakukan tiga hari berikutnya. Walaupun ia ingin Dhimani dihukum lebih, tetapi melihat kondisi Dhimani yang lumpuh, dirinya cukup puas dengan putusan hakim. “Ini adalah saham yang sudah kita sepakati.” Elivia meletakkan map di hadapan Yesha. “Totalnya tiga puluh persen seperti yang kamu minta.” Dua minggu lalu, setelah sidang putusan kasus pemalsuan Dhimani dijatuhkan, Elivia segera pergi ke perusahaan dengan asisten pribadi yang sengaja Rezvan berikan kepada wanita itu untuk membantunya belajar mengelola bisnis. Para pemegang saham memang sempat dibuat terkejut dengan kedatangan Elivia. Namun karena perusahaan yang berada dalam masalah finansial yang ser
Arian menatap Yesha dengan sedikit kebencian di matanya. “Kakak tahu kalau perusahaan ini adalah satu-satunya untuk kami bertahan hidup. Jika kakak tidak ingin menghancurkan keluargaku, seharusnya kakak memilih ayahku untuk tetap menjadi presdir. Jika posisi ayahku digantikan orang lain, kami tidak bisa bekerja di tempat lain karena orang sudah menilai buruk reputasi keluarga kami. Apalagi setelah berita di internet mengenai kehamilan Vania di luar nikah. Tidak ada perusahaan yang mau menerimanya bekerja.” Di luar, keluarga Rahandika terlihat baik-baik saja. Namun pada kenyataannya, keluarga mereka saat ini sangat kacau. Mereka tidak memiliki apa-apa lagi selain perusahaan itu. Karena itulah Tuan Rahandika berusaha keras membujuk beberapa pemegang saham untuk tetap mempertahankan dirinya sebagai pemimpin perusahaan. “Dengar, Arian. Ini adalah dunia bisnis, seharusnya kamu tahu apa yang diinginkan oleh seorang pebisnis. Tidak ada orang yang ingin membuat perusahaannya semakin terpuru
“Ketika aku menemanimu check up dan kita bertemu dengan Rivania. Aku tidak sengaja melihatmu tersenyum kecil ketika melihat Dhimani terbaring di rumah sakit. Karena merasa sedikit aneh, jadi aku meminta Damar untuk menyelidikinya.” Awalnya ia tidak curiga ketika Rivania mengatakan bahwa Dhimani mengalami kecelakaan tunggal ketika pulang dari perjalanan bisnis ke luar kota. Namun ketika ia melihat ekspresi dan senyum Yesha yang penuh kepuasan, ia yakin istrinya pasti telah melakukan sesuatu di belakangnya. Karena itulah ia meminta Damar untuk menyelidikinya. Dan dugaannya terbukti benar, bahwa semua itu adalah ulah istrinya. Walau begitu Rezvan tidak mengatakan apa-apa. Apalagi Yesha sendiri pun tidak mengatakan apa-apa. Meski sedikit marah karena Yesha tidak memberitahunya, tetapi ia mencoba untuk menghargai privasi istrinya. Yesha menghela napas pelan. “Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikannya darimu.” Tampaknya memang sulit untuk menyembunyikan apa pun dari Rezvan. Padahal Yes