Share

Bab 6 : Orang Baik

“Nak Eti, jangan marah ya,” kata Bu Nurmala setelah selesai mengambil uang. “Baju yang ibu beli ini buat nak Eti sama keluarga. Jangan ditolak. Ini sebagai ucapan terimakasih ibu karena sudah dilayani dengan baik.”

Kantong baju yang dibawa Zikri kemudian diserahkan ke Eti. Bu Nurmala pun memberikan uang pembayaran bajunya. Eti menerimanya dengan sedikit bengong.

“Tapi bu. Ini kan baju yang mahal semua.” Eti merasa tidak enak. Dia tidak menyangka Bu Nurmala akan membelikan baju itu untuk dia.

“Sudah terima aja, kak. Mamah kalo udah gitu, gak suka di tolak.”

Zikri yang berdiri dibelakang ibunya ikut bicara. Eti hanya bisa memandangi sepasang ibu dan anak itu dengan pandangan terimakasih. Melihat tidak ada penolakan lagi, Bu Nurmala kembali berkata.

“Kalau bisa, nanti datang ya pas acara nikahannya Iki. Nanti ibu minta Iki anterin undangannya. Ajak ayah, ibu sama anaknya nak Eti.”

“Insya Allah, ya bu. Terimakasih banyak buat bajunya.”

Kedua wanita itu berpisah sambil saling menempelkan pipi. Zikri hanya mengangguk sebelum menggandeng ibunya pergi. Eti berdiri cukup lama sampai sepasang ibu dan anak itu sudah tidak terlihat.

“Kok dibawa lagi, teh?” tanya Risma begitu Eti kembali membawa kantong baju yang sudah dibeli Bu Nurmala. Ada sekantong gorengan di hadapannya.

“Kata Bu Nurmala, ini buat teteh, Ris,” ucap Eti pelan sambil memberikan uang pembayaran dari Bu Nurmala.

Dia segera menyimpan baju itu ke dalam tas. Eti tidak mau menimbulkan kecemburuan kepada rekan-rekannya.

“Ikh, teteh beruntung banget. Jarang-jarang ada pembeli yang begitu,” ucap Risma sedikit Iri. “Wisnu juga tadi dikasih uang 50 ribu buat bawain barangnya. Nih gorengan dia yang beli buat traktir katanya.”

“Oh, Alhamdulillah dong.”

“Iya teh. Mas-nya baik,” ucap Wisnu yang ikut nimbrung. “Coba aja tiap hari ada orang beli kaya gitu ya. Lumayan tuh.”

“Huh, itu mah mau kamu. Tapi emang sih udah baik, anaknya ganteng, kaya lagi. Aduh aku mau deh jadi yang kedua buat anaknya.” Ucap Risma sambil terkekeh.

Risma dan Wisnu kemudian saling ledek diiringi senyum Eti. Toko itu kini jadi lebih hidup. Berbeda sekali dengan satu orang yang terlihat kesal dipojokan.

Saat tutup toko, Risma memberikan uang makan kepada Eti untuk hari itu. Dia melihat uangnya lebih 50 ribu.

“Ini ada kelebihan 50, Ris.”

“Iya itu memang buat teteh. Kalo omset toko lebih dari 10 juta, kita dapat bonus masing-masing 50 ribu.”

“Oh, Alhamdulillah. Makasih ya, Ris.”

Kalau dipikir-pikir, saat ada uang kurang pertama kali, omset toko hari itu juga tembus 10 juta. Tapi kenapa dia tidak ada dikasih ya, pikir Eti.

Eti tidak mau berpikiran macam-macam. Dia sudah bersyukur dibelikan baju oleh Bu Nurmala dan tidak sabar untuk cerita ke ibunya lewat telpon nanti kalau sudah tiba di mess.

Dia tidak tahu bahwa ada kejutan lain yang menunggunya di kantong baju itu.

***

"Assaalamualaikum, bu."

"Walaikumsalam. Kenapa, Et?"

Masih mengenakan mukena setelah sholat magrib, Eti langsung menelpon ibunya. Sepulang dari toko tadi dia belum sempat karena ada barang datang. Eti dan yang lain ikut membantu membereskan sampai menjelang gelap.

"Eren kemana bu? Gak rewel kan dia hari ini?"

"Ada tuh lagi nonton Upin Ipin. Suruh makan katanya entar aja mau nonton dulu."

Kartun dari negeri seberang itu memang kesukaan Eren. Meski episodenya sering diputar berulang kali, bocah itu masih suka menontonnya.

"Kalau rewel sih enggak. Cuman dia sering ngajak main keluar sekarang. Kadang suka main ke tetangga sampai lupa waktu. Giliran di ajak pulang gak mau."

"Maaf ya Bu. Malah jadi ngerepotin. Entar Eti bilangin anaknya."

"Ibu juga gak banyak kerjaan, Et. Jadi sesekali maen ke tetangga ya gak apa-apa. Anak umur segitu kan emang lagi aktif-aktifnya."

"Iya, Bu." Eti membayangkan ibunya yang sudah berumur kecapean masih harus menjaga cucunya. Dia hanya bisa tersenyum miris.

"Eti tadi siang ketemu ibu-ibu baik sama anaknya. Beliau beli baju banyak banget. Katanya buat nikahan anaknya yang bungsu.

Tahu gak bu, beliau juga beliin baju buat Eti, ibu, bapak sama Eren. Katanya kita disuruh hadir pas anaknya nikah nanti."

"Beneran? Kok bisa sampai ibu sama bapak juga dibeliin?"

"Itulah Bu, Eti juga masih gak percaya masih ada orang baik kaya gitu. Beliau tadinya cuman ngobrol-ngobrol aja, eh malah borong. Bajunya yang mahal-mahal lagi."

"Alhamdulillah kalo gitu. Itu rezeki kamu. Kapan emang acaranya?"

"Katanya sih bulan depan. Eti gak tahu pasti tanggalnya terus diadain dimana. Pasti rame banget yang dateng. Eti gak tahu mau beneran kesana apa enggak."

"Ya kalo bisa walaupun ibu gak bisa dateng, cukup kamu aja yang wakilin. Orangnya udah baik beliin kamu baju."

"Iya, Bu. Tapi takutnya malah minder entar. Kan pasti yang datang orang kaya semua. Tapi lihat aja entar deh. Gak tahu ngundang itu juga beneran atau enggak."

"Iya. Ngomong-ngomong bajunya kaya apa? Ibu jadi penasaran. Bapak kamu mah jarang beliin ibu baju. Palingan daster lagi daster lagi. Dulu katanya biar bukanya gampang."

Diseberang telpon Eti tertawa dengan kata-kata ibunya perihal 'bukanya gampang.'

"Bentar Eti fotoin ya Bu." Eti kemudian mengambil plastik hitam yang membungkus baju dari Bu Nurmala.

Saat isinya dikeluarkan, ibunya bisa mendengar Eti mengucapkan Istighfar.

"Kenapa, Et? Ada yang salah?"

"E-enggak Bu." Suara Eti terdengar bergetar. Ada setumpuk uang kertas berwarna merah dengan tulisan kertas di atasnya.

'Nak Eti tolong jangan marah sama ibu, ya. Ini ada sekedar titipan buat Eren, anaknya nak Eti. Semoga nak Eren jadi anak yang sholeh, penurut dan pintar.'

'Aamiin.' Eti hanya bisa mengucapkan syukur setelahnya. Ada sepuluh lembar uang kertas 100 ribu yang kini agak berserakan di atas sajadahnya.

Eti jadi ingat permintaan anaknya untuk membeli mobil-mobilan seperti punya temannya.

"Et, kamu gak apa-apa kan?" suara ibunya kembali membuat Eti sadar.

"Enggak, enggak apa-apa kok Bu."

"Terus kamu kenapa tadi?"

"Ibu-ibu yang tadi Eti bilang, mungkin punya hati kaya malaikat. Di plastik baju yang buat kita, ada duitnya sejuta, bu. Katanya duit itu buat Eren."

"Beneran. Ya Allah, semoga ibu yang sudah baik itu dipanjangkan umurnya, diberi kesehatan dan selalu dalam lindungan-Nya."

"Aamiin. Besok duitnya Eti langsung kirim ya, Bu. Tolong beliin mobil-mobilan seperti temennya Eren."

"Iya, Et. Sisain buat kamu juga. Jangan dikirim semua."

"Insyaallah disini Eti masih cukup, Bu."

Eren kemudian dipanggil oleh neneknya untuk bicara dengan sang ibu. Anak itu tak berhenti mengoceh tentang keseruannya bermain hari ini.

Setetes air mata keluar membasahi pipi Eti. Dalam hati dia masih mengucapkan syukur tak henti-henti.

Beruntungnya dia diketemukan dengan Bu Nurmala yang baik. Semoga Bu Nurmala diberikan kesehatan dan panjang umur.

Tiga hari kemudian semua berjalan normal. Wisnu dan Risma benar-benar berubah semenjak kedatangan Bu Nurmala.

Mereka lebih terbuka kepada Eti. Adakalanya mereka curhat soal kehidupan mereka. Eti menjadi pendengar yang baik dan sesekali memberikan saran.

Suasana toko kembali suram ketika waktunya untuk menghitung pembukuan hari itu. Suara Sinta terdengar marah-marah.

"Gimana sih? Ngitung gitu aja gak becus."

**006**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status