Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda

Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda

Oleh:  Benjiro Hirotaka  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
10Bab
910Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Eti adalah wanita sederhana yang mengabdi untuk menjadi istri dan ibu yang baik bagi suami dan anaknya. Namun pengabdiannya dikhianati oleh sang suami yang selingkuh dan menghamili teman kerjanya. Hidup Eti kemudian berbalik 180 derajat. Dia yang dulu mengandalkan suaminya, kini harus berjuang sendiri untuk menghidupi anaknya Eren setelah mereka akhirnya bercerai. Bisakah dia melewati semua masalah yang datang? Bagaimana dengan kisah cintanya yang bertemu dengan seorang pria yang tidak memandang statusnya sebagai janda?

Lihat lebih banyak
Terlalu Percaya, Aku Malah Jadi Janda Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
10 Bab
Bab 1 : Kenyataan Pahit
Eti adalah orang yang sederhana. Sebagai istri dan ibu untuk seorang anak laki-laki yang baru berumur 3 tahun, dia jalani rutinitas harian ibu rumah tangga yang membosankan tanpa mengeluh sedikitpun. Dia tahu suaminya bekerja keras untuk kesejahteraan mereka, jadi Eti tidak banyak protes apabila suatu waktu suaminya memberikan uang belanja lebih sedikit dari bulan lalu. Dia juga tidak mempermasalahkan suaminya yang kadang tidak pulang dengan dalih sedang main di rumah temannya. Bagi Eti, tidak ada alasan bagi orang-orang terdekatnya untuk membohonginya. Dia percaya sepenuhnya kepada mereka, terutama tentu saja kepada suaminya. Sayangnya dia lupa kalau Jakarta punya banyak cerita. Tidak semua orang disini bisa dipercaya. Banyak yang bersembunyi dibalik topeng hanya untuk membuat orang lain sengsara. Yang mengecewakan, salah satu orang itu justru adalah suaminya. Malam itu telah merubah jalan hidupnya. Air mata sedari tadi tak berhenti
Baca selengkapnya
Bab 2 : Keputusan Terakhir
Dengan bedak dan make up, Eti menutupi wajahnya yang agak sembab. Dia tidak ingin ibunya nanti khawatir melihatnya sedang kacau seperti ini saat mereka tiba di kampung. Hijab warna moka sudah rapi menutupi kepalanya.Hamdan sudah mengabari akan menjemput dia dan Eren selepas shubuh. Sepasang koper besar dan kecil sudah rapi berdiri di belakang pintu. Eren masih lelap dalam tidurnya. Semalaman Eti merapihkan baju sambil tak henti-hentinya meneteskan air mata. Kenyataan ini masih terlalu pahit untuk dia terima. Dikhianati dan kini harus siap menyandang status janda. Dia belum genap berumur 26 tahun, Eti hanya bisa melamun perihal statusnya nanti yang terdengar mengerikan. juga tentang masa depan dia dan anaknya yang masih buram. Tok! Tok! Tok! Suara Hamdan membuyarkan lamunan Eti. Dia membukakan pintu dan melihat sosok kikuk yang dulu pernah ia sangat cintai. Entah laki-laki itu tidur dimana semalam. Mungkin di rumah temannya,
Baca selengkapnya
Bab 3 : Awal Baru
“Bu, apa Eti bisa titip Eren? Eti mau kerja lagi di Jakarta.” Sudah hampir dua bulan Eti di kampung. Uang yang dia pegang tinggal sedikit. Selama itu Hamdan hanya pernah memberikan uang dua kali. Pertama sebelum Hamdan kembali ke Jakarta setelah mengantarnya pulang kampung sebesar satu juta. Kedua dia kirim lagi awal bulan lalu, jumlahnya hanya setengah dari yang pertama. Meski hanya berdua dan kadang dibantu ibunya untuk jajan dan makan, Eti tidak bisa terus seperti ini. Eren perlu biaya untuk pendidikannya nanti. Makanya kalau bisa dia ingin menabung dari sekarang. “Emang udah ada kerjaannya?” tanya Fitri. Sepasang ibu dan anak itu sedang duduk di teras. Mengawasi Eren yang sedang bermain di halaman dengan anak-anak tetangga yang seusianya. “Sudah. Mantan bos Eti yang dulu tadi siang nelpon, nawarin kerjaan.” Kedua alis Fitri menyatu. “Bos yang mana?” Setahu dia, Eti hanya pernah kerja sekali di Jakarta sebelum kemudian menikah dengan Hamdan. “Bu Maryam, yang punya toko bati
Baca selengkapnya
Bab 4 : Rumor Buruk
“Kenapa, Mba?” tanya Wisnu, satu-satunya pria di toko itu. Toko sudah mau tutup. Sinta sedang menghitung uang masuk hari ini dibantu oleh Risma. “Coba kamu hitung lagi, Wisnu. Apa saya salah hitung?” Sinta memberikan buku penjualan dan kalkulator. Eti juga mendengar perkataan Sinta perihal uang kurang. Dia ingin membantu, hanya saja dengan sikap buruk Sinta kepadanya, dia masih diam duduk di pinggiran di bagian luar toko. “Totalnya 10.320.000, mba.” Kata Wisnu setelah menyelesaikan hitungannya. “Tuh kan bener. Duitnya cuman ada 10.170.000. Kurang 150 ribu.” Sinta terlihat panik. Eti hanya menatap bingung ke arah tiga rekannya yang berada di dalam. Wisnu dan Risma saling pandang. Kalau sudah begini, biasanya mereka harus ganti dengan uang pribadi masing-masing. Dengan uang makan mereka yang masih kecil, menganti uang yang hilang cukup memberatkan. Wisnu nampak suram saat mendekati Eti untuk bicara. “Mba Eti, duit penjualan kurang,” katanya. “Lho, kok bisa? Kurang berapa?” tany
Baca selengkapnya
Bab 5 : Ibu Nurmala
“Mau belanja apa mau cerita? Kalau mau cerita, bukan disini tempatnya.” Suara ketus Sinta mengagetkan dua wanita itu. Eti seakan minta maaf dengan pandangannya ke arah Ibu Nurmala. “Iya nak. Ibu mau beli. Tapi ibu bilang anak ibu dulu ya.” Ibu Nurmala berkata pelan. Dia sendiri nampak tidak enak dengan Eti. Bukannya langsung memilih yang dia mau, malah asyik bercerita kepada orang yang baru dia temui. Sinta hanya mendengus kesal. “Huh, bilang aja gak ada duit.” “Astagfirlullah, Sinta. Gak boleh gitu,” Eti tidak terima kenalan barunya itu sampai disindir tidak punya uang. “Maaf sekali lagi ya, bu.” “Gapapa, nak Eti. Ibu yang salah. Ibu panggil anak ibu dulu, ya.” Sekali lagi Eti mengucapkan maaf dan melihat kepergian Ibu Nurmala dengan iba. Eti sebenarnya sangat marah pada Sinta. Dia boleh melakukan itu pada Eti, tapi tidak pada Ibu Nurmala. Beliau adalah orang tua. Beli ataupun tidak, beliau masih harus dihormati. “Lain kali bikin orang beli, jangan malah dengerin cerita.” Se
Baca selengkapnya
Bab 6 : Orang Baik
“Nak Eti, jangan marah ya,” kata Bu Nurmala setelah selesai mengambil uang. “Baju yang ibu beli ini buat nak Eti sama keluarga. Jangan ditolak. Ini sebagai ucapan terimakasih ibu karena sudah dilayani dengan baik.” Kantong baju yang dibawa Zikri kemudian diserahkan ke Eti. Bu Nurmala pun memberikan uang pembayaran bajunya. Eti menerimanya dengan sedikit bengong. “Tapi bu. Ini kan baju yang mahal semua.” Eti merasa tidak enak. Dia tidak menyangka Bu Nurmala akan membelikan baju itu untuk dia. “Sudah terima aja, kak. Mamah kalo udah gitu, gak suka di tolak.” Zikri yang berdiri dibelakang ibunya ikut bicara. Eti hanya bisa memandangi sepasang ibu dan anak itu dengan pandangan terimakasih. Melihat tidak ada penolakan lagi, Bu Nurmala kembali berkata. “Kalau bisa, nanti datang ya pas acara nikahannya Iki. Nanti ibu minta Iki anterin undangannya. Ajak ayah, ibu sama anaknya nak Eti.” “Insya Allah, ya bu. Terimakasih banyak buat bajunya.” Kedua wanita itu berpisah sambil saling menemp
Baca selengkapnya
Bab 7 : Dituduh Maling
"Gimana sih? Kamu kan dari tadi di dalam, kok bisa kurang lagi. Nggak becus kerja ya kamu?."Suara Sinta sampai terdengar keluar. Beberapa tetangga toko yang belum tutup sampai melihat ke dalam penasaran.Mereka sudah paham dengan sifat Sinta yang kadang emosional. Sasarannya biasanya Eti. Namun wanita itu ada di luar dan sedang duduk santai."Kalau sudah gak mau disini bilang! Nanti gue minta ganti sama yang lain!""I-iya maaf, mba. Risma coba itung lagi."Dengan tangan gemetar menahan emosi, Risma memencet tombol-tombol di kalkulator sambil menghitung pemasukan hari itu.Tadi dia hitung sudah benar. Namun uang dan catatannya terjadi selisih sampai 235 ribu. Padahal hari ini tidak seramai akhir pekan.Wisnu dipanggil masuk untuk menghitung jumlah uang yang ada. Eti hanya diam saja di luar sambil melirik sesekali ke dalam.Wajah Risma nampak seperti ingin menangis. Bagaimana pun Eti pernah diposisi dia. Tidak masalah kalau kita salah terus dimarahi. Tapi tidak di depan orang lain.Itu
Baca selengkapnya
Bab 8 : Toko Belakang
Suasana toko jadi terasa tidak enak esok paginya. Sinta yang biasa akrab dengan Risma, kini memilih hanya ngobrol dengan Wisnu.Risma masih di dalam, tapi sekarang tempat duduknya berseberangan dengan Santi yang dekat meja kasir. Untuk bagian luar, ada Eti dan Wisnu seperti biasa."Mba Eti, dipanggil ibu ke toko depan." Suara seorang wanita membuyarkan lamunan Eti.Toko sedang sepi, belum ada pembeli dari buka toko tadi. Setelah membereskan pajangan, Eti seperti biasa duduk di pojokan."Oh, iya. Makasih ya, Sum." Wanita yang memberitahu Eti bernama Sumiyati, dia dari toko Agung. Sementara salah satu tidak masuk, biasanya dia akan menggantikan disitu sementara."Bawa tas mba Eti juga sekalian kata ibu." Ada suara tidak senang dari kata-kata Sumiyati. "Sekarang mba Eti di depan, saya disini.""Emang apa kata ibu, Sum?""Enggak tahu. Tadi Mas Agung cuman ngomong kita tukeran tempat mulai hari ini."Tadinya Eti akan bertanya lebih banyak, namun melihat wajah Sumiyati yang terlihat kesal,
Baca selengkapnya
Bab 9 : Pergantian (Lagi)
Sinta terlihat pucat. Dia sedikit bengong saat baru keluar dari ruangan. Sebuah amplop coklat berada di tangannya. Deni dan Teguh melihat Sinta dengan bingung. "Sin, kamu gak apa-apa?" Teguh memberanikan bertanya. Pemuda ini yang menjaga toko ketiga Bu Maryam. Posisi tokonya ada di gedung sebelah. Dia masuk kerja tidak lama setelah Sinta. "Sinta? Belum pulang?" Agung keluar dari dalam. Dia heran melihat Sinta masih berdiri mematung. "Mas, gak bisa yah ibu maafin saya?" Suara Sinta bergetar seakan ingin menangis. "Hn." Agung memandang dengan Iba. "Nasi sudah jadi bubur, Sin. Jadiin pelajaran aja buat kamu. Mas do'ain kamu ketemu kerjaan yang lebih baik, ya." Kata-kata Agung membuat Deni dan Teguh saling pandang. Ketemu kerjaan yang lebih baik? Bukannya itu berarti Sinta dipecat ya?Beberapa menit sebelumnya, Sinta masuk dengan wajah khawatir. Dia seperti akan disidang begitu melihat Bu Maryam yang duduk dengan santainya, sedangkan Mas Agung menyuruh duduk di bangku kosong depan mej
Baca selengkapnya
Bab 10 : Mengantarkan Undangan
Pria itu bisa dibilang termasuk dalam golongan pria-pria tampan. Sosoknya tinggi dan tegap. Tatapan matanya teduh dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya.Ada kumis tipis dan cambang yang sama tipisnya menghias wajah yang berparas layaknya orang seberang. Jelas terlihat sang pria sedang dalam usia matang.Dengan celana chinos berwarna krem kombinasi kemeja flanel berwarna biru, pria itu menarik perhatian beberapa karyawan toko dan pengunjung pasar yang kebetulan lewat."Maaf, apa disini ada yang bernama Eti?" pria itu mengulangi pertanyaannya.Risma yang kebetulan ditanya oleh pria itu kembali dari keterpanaannya. Gadis itu tidak menutupi sudah terpengaruh oleh pesona pria dihadapannya itu."Eh, iya. Ada bang. Teh Eti, ada yang nyari!" Risma berteriak dari luar toko, Dia sedang menghitung baju yang ada digantungan luar,"Siapa, Ris?" Eti yang tadinya terduduk di lantai dalam toko berdiri masih dengan kertas dan pena di tangannya. Di
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status