Share

Jadwal

last update Last Updated: 2025-02-28 17:31:20

Ratna sedang mondar-mandir di ruang tengah. Dia merasa tidak tenang setelah kepergian Niara ke kantor karena rasa takut yang menghantuiya.

“Ratna, kamu itu kenapa sih dari tadi mondar-mandir?” tanya Lia santai duduk di depan tivi.

“Aku khawatir, Mbak. Gimana kalau si Lusuh itu menceritakan apa yang terjadi di rumah ke orang-orang? Bisa mamp*s kita,” jawab Ratna yang tidak berhenti mondar-mandir.

Lia nampak santai menanggapi. “Kamu jangan khawatir, Ratna. Si Lusuh itu nggak bakalan berani cerita ke siapa pun, aku yakin seratus persen mengenai hal itu.” Lia tersenyum licik.

Ratna pun gegas duduk di samping Lia dan ia mendekatkan telinganya karena penasaran mengapa Lia se-percaya diri itu. “Kenapa Mbak Lia seyakin itu?” tanya Ratna melotot.

Lia memiringkan bibirnya meremehkan. “Karena aku punya kuncinya,” jawabnya.

“Kunci?” Ratna semakin penasaran dibuat Lia.

“Benar, kunci yang bisa membungkam Niara untuk selamanya.”

“Apa itu, Mbak?” Ratna antusias.

Lia menempelkan jari telunjuknya ke bibir Ratna.

“Syuutt!” desis Lia. “Nanti pasti Mbak kasih tahu, tapi untuk saat ini tidak dulu. Kamu fokus buat lahiran dulu aja.”

“Tapi, Mbak.”

Lia beranjak dari ruang tengah menuju kamarnya, membuat Ratna mat* penasaran, jika dipikir ulang memang benar bahwa Niara sangat menurut pada Lia dan Lia juga terlihat tahu banyak tentang Niara bahkan lebih dulu dari Ratna yang tinggal bersama Niara, padahal Lia baru saja datang dari Australia.

Setelah memasuki waktu istirahat makan siang, Niara dan Rahel pergi bersama menuju tempat pemakaman. Untuk pertama kalinya dia menziarahi gundukan tanah dengan nisan yang tertulis rapi nama suaminya.

“Ra, kamu kuat?” tanya Rahel kepada temannya yang nampak menempelkan telinganya ke gundukan tanah, ia juga nampak menarik napas dan menutup matanya. “Ra,” panggil Rahel sedikit khawatir.

Niara kembali membuka matanya kemudian seutas senyuman mengembang di bibirnya. Membuat Rahel merasa heran dengan tingkah temannya itu. “Ra, kamu oke kan? Nggak sedang kesurupan?”

“Enggak lah, Hel. Ini tetep aku, Niara.” Niara tersenyum dan menaburkan bunga yang sudah dia bawa ke atas kuburan.

“Terus, kenapa ekspresimu gitu?”

Niara menatap Rahel yang berada di seberangnya. “Aku sekarang sudah ngerasa yakin seratus persen jika yang berada di dalam kuburan ini bukan Mas Devan,” celoteh Niara lancar.

Mendengar pengakuan Niara, Rahel merasa semakin khawatir, ia gegas mendekati Niara dan menempelkan tangannya ke dahi Niara. “Kamu beneran nggak lagi sakit, kan? Kenapa omongan kamu ngelantur gini, Ra.”

Niara menarik tangan Rahel dengan cepat. “Hel, aku beneran. Aku nggak ngelantur.”

“Tapi... Oh, aku tau. Mungkin memang berat buat nerima kenyataan, Ra. Tapi aku yakin kamu pasti bisa kok secara perlahan nerima ini semua.”

“Hel, aku beneran. Dia bukan Mas Devan, aku bisa ngerasain sejak waktu aku datengin dia waktu kejadian kecelakaan. Aku sama sekali nggak ada ngerasain hawa dari Mas Devan. Aku nggak ngerasain apa-apa.”

“Tapi, Ra. Itu mustahil. Semua bukti merujuk pada Devan.”

“Hel, dengerin aku. Apa kamu mau menyalahkan naluri seorang istri?”

Rahel menjawab dengan gelengan kepala.

“Maka dari itu, kamu bisa kan bantuin aku buat ngebuktiin ini? Biar aku nggak ngerasa penasaran lagi. Jika nantinya kenyataannya benar bahwa yang dikubur ini benar Mas Devan, aku janji nggak akan begini lagi. Tapi selama aku belum menemukan kebenarannya, sampai kapan pun akan aku cari Mas Devanku.”

“Baik, Ra. Jika itu yang bisa bikin kamu tenang dan bahagia, aku akan bantu kamu.”

“Makasih, Hel. Kamu memang teman terbaikku

Sejenak melepas rasa lelah, Niara harus kembali pulang ke rumah yang tentunya sudah bertumpuk pekerjaan yang harus dikerjakannya. Badan yang lelah tetap harus dipaksa mengerjakan pekerjaan rumah, ditambah cacian yang membuat telinga panas sudah kenyang bagi Niara.

Prang...

Suara gelas kaca jatuh ke lantai ditimpali dengan suara teriakan Ratna. Niara yang baru saja selesai mencuci piring kotor setelah mengepel seisi rumah tersentak, ia gegas berlari menuju dapur.

“Niara baj*ngan!” teriak Ratna terdengar seantero rumah, membuat orang seisi rumah yang sudah tertidur pun terbangun.

“Ratna, kamu nggak kenapa-napa? Kenapa nggak bilang aku aja kalau kamu mau minum. Aku baru selesai ngepel.” Niara menyapu pecahan gelas yang berhamburan.

“Kamu sengaja kan biar bikin aku jatuh?”

Lia dan Erwin juga datang karena terbangun dari tidur mereka. “Astaga Ratna, kamu kenapa?”

“Dek, kamu nggak kenapa-napa?” Erwin panik.

“Iya, Kak. Aku nggak apa-apa, untung cuman kepeleset dikit.” Ratna bangun dibantu oleh Erwin dan Lia. “Ini semua salah Niara, dia pasti sengaja bikin aku jatuh. Kan?” tuduh Ratna.

“Astagfirullah, Ratna. Demi Allah aku nggak pernah berpikiran dan berniat seperti itu.”

Erwin langsung saja menampar wajah Niara. “Kamu memang seekor hama!”

“Mas, udah! Kalau pukulan kamu membekas di pipinya, akan sangat sulit bagi kita bersembunyi.” Lia menahan tangan suaminya yang sudah kembali mengayun mengarah ada Niara.

“Tapi Sayang, dia bener-bener udah keterlaluan. Ini bukan yang pertama kalinya loh.”

“Mas, sudah. Biar aku yang urus dia.” Lia pun menghampiri Niara dan ia menarik rambut Niara dengan keras sampai kepala Niara mendongak paksa. “Kamu Niara, jangan sampai kesabaranku habis. Kamu ingat kan apa yang akan aku lakukan kalau kamu membantah?”

“I-iya, Mbak. Niara ingat,” jawab Niara susah payah.

Mereka bertiga meninggalkan Niara sendirian di dapur yang sambil menahan sesak di dada, setelah berusaha menahan sesak beberapa saat, dia pun beranjak untuk mengerjakan pekerjaan lainnya yang mungkin akan selesai waktu lewat dini hari, tidur Niara hanya beberapa jam saja karena pagi hari ia sudah harus berangkat bekerja dengan memasang wajah bahagia. Setelah selesai mengerjakan semua pekerjaan, Niara masuk ke kamarnya, dia tidak segera tidur namun sibuk menyusun barang di dalam almari kayu, bukan hanya barang Niara namun juga barang-barang milik Devan yang dia sayangi yang hampir dibuang oleh para iparnya.

“Mas, kamu dimana sekarang? Ara rindu, Mas,” ucap Niara sembari memeluk baju Devan.

Apa yag bisa mengobati rasa rindu selain temu? Tentunya tidak ada. Begitulah yang Niara rasakan saat ini, sebuah rindu panjang uang tak berujung namun mempuni harapan yang dalam. Suaminya tercinta sudah dikabarkan meninggal dunia, tapi dia sendirian menolak kabar itu, tidak ada yang percaya dengan naluri seorang istri yang dia miliki, namun bisakah keajaiban itu benar terjadi?

Tubuh Niara yang sudah lelah menuntunnya untuk memejamkan mata, semua anggota tubuhnya memerlukan istirahat meski hanya sebentar. Terasa baru saja matanya mengantup, suara alarm sudah memekak telinga menunjukkan jarum jam sudah mengarah ke angka empat subuh, Niara gegas bangun dari tidurnya.

Ia tidak lepas dengan dapur, request masakan sudah tertulis rapi di depan pintu kulkas, menu yang berbeda-beda dan bermacam setiap harinya harus Niara sajikan. Belum lagi diminta untuk membuat jus, cemilan, minuman, pijat dan sebagainya. Bukan hanya perkara dapur, tapi juga dalam ranah tanaman di depan dan belakang rumah, belum lagi semua pakaian yag harus dia cuci, setrika dan lipat dalam almari.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   21

    Suara ponsl berdering, salah seorang lelaki berbadan kekar itu merogoh ponselnya yang berada di dalam saku celananya. “Hallo, Tuan.... Baik, kami akan segera ke sana.” berbicara pada ujung telephone. “Cepat, Tuan meminta kita berdua ke markas!” ujarnya mengajak teman di sampingya. “Tapi, gimana dengan dua tawanan Tuan? Siapa yang jagain mereka berdua di sini?” tanya temannya. “Ini perintah Tuan, kamu mau kena amuk sama Tuan?” “Enggak lah. Cepatan kita berangkat!” Mereka berdua pun bergegas pergi meninggalkan Niara dengan Devan yang masih sibuk berbincang bersama. Tak berapa lama, selang beberapa menit kepergian kedua penjaga itu, Devan pun mengajak Niara untuk keluar dari rumah milik Rizwan. “Sayang, ayok kita pergi dari sini! Jangan lepasin tangan aku ya!” titah Devan memegangi tangan Niara dengan erat. “Tapi, Mas. Bukannya di depan banyak penjaga?” Devan memegangi pipi Niara dan menatapnya dengan dalam. “Sayang, kamu tenang aja. Di depan enggak ada siap-s

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   20

    Getar di dada Niara tak membuat Niara gentar, ada rasa senang dan takut bercampur menjadi satu. Perlahan ia mengikuti langkah Erwin yang berjalan di depannya. Erwin, kakak ipar yang sempat hendak melecehkannya itu membawa kabar yang sangat tidak Niara duga. Benarkah, jika apa yang selama dua tahun belakangan ini yang dia lakukan pada Niara hanyalah dusta belaka? Jarak kamar dengan ruangan tengah lumayan memakan beberapa langkahan kaki, rumah megah ini membuat jarak tiap ruangan lumayan berjarak. Niara telah sampai di ruangan tengah, ia segera menatap tengkuk kepala belakang pria yang sedang duduk di sofa membelakanginya. Ada tanda di kepala itu, tanda yang dulunya sangat Niara kenali. "Mas Devan," gumam Niara. Seketika, tengkuk kepala itu bergeser, membalikkan kepalanya kepada Niara. Kali ini Niara benar-benar bahagia, sosok yang selama ini ia rindukan sekarang berada di depan matanya. "Ara," ucap Devan dengan bibir yang bergetar. Ia berdiri, dengan mata yang berkaca-kaca

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   19

    Lelaki itu masih lekat menatap Niara yang hampir kehabisan napas. Ia masih tak percaya dengan apa yang menghadang di hadapan matanya. Senyuman terukir dari bibir laki-laki itu, ia kemudian berdiri dan bertepuk tangan dengan riang gembira. "Niara, kenapa kamu menatapku begitu? Kamu nggak menyangka kalau kita akan ketemu lagi?" ucapnya berjalan mendekat ke arah Niara yang terdiam mematung. Rizwan juga bangkit dari kursinya. Ia dengan cepat meraih jemari lelaki itu yang hampir saja memegangi dagu Niara. "Syut... Jangan kamu sentuh calon pengantinku, Win!" titah Rizwan. Niara menatap lekat kepada Rizwan. Seolah memberikan pertanyaan kepadanya. "Kenapa, Ra? Kamu nyari siapa?" tanya Rizwan mengolok-olok. Niara segera memegangi kerah baju Rizwan. "Di mana Devan? Di mana suamiku Devan?" teriak Niara kepada Rizwan. Lelaki yang berada di antara neraka itu menarik Niara, menjauhkan dari Rizwan. "Lepaskan!" Berontak Niara. "Erwin, bawa dia ke kamarku!" titah Rizwan memperbaiki

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   18

    Seorang lelaki berbadan kekar yag sedari tadi menunggu di depan pintu ruangan VVIP dengan tegas meminta Niara untuk ikut bersamanya atas perintah dari Rizwan. Niara tak menyanggah, ia menyatjui perintah dan mengikuti lelaki tersebut. Rahel menahan tangan Niara dengan cepat agar langkahnya terhenti. “Ra, janga!” pinta Rahel sembari menggelengkan kepalanya. Niara perlahan melepaskan tangan Rahel darinya. “Kamu jagan khawatir, Hel. Aku enggak akan kenapa-napa kok. Aku janji akan rutin hubungin kamu.” Niara beralih kepada Aisyah yang terdiam di pojok. “Aisyah, aku minta tolong nitip Rahel sama Alex ya ke kamu. Jaga mereka!” pinta Niara dengan sangat penuh permohonan. Aisyah menjawab dengan anggukan lembut. “Terima kasih banyak, Aisyah.” Memeluk Aisyah dengan erat. “Tapi, gimana dengan kamu, Mbak?” tanya Aisyah perlahan. “Sudah, jangan khawatirin aku. Aku pergi!” Niara yang sudah kembali dipanggil oleh lelaki itu segera meninggalkan ruangan. Ia mengikuti langkah lelaki itu d

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   17

    Mendapati Ekspresi Niara, Aisyah gegas mengambil ponselnya yang jatuh ke lantai. "Mbak, ada apa?" "Kenapa Rizwan?" ucap Niara. 'Aisyah, Aisyah. Kamu mau bantuin mereka?' Suara dari balik telepon itu menarik perhatian Aisyah. "Pak Rizwan," ucapnya gegas menempelkan ponselnya ke telinga. 'Pak, kenapa bisa ponsel Pak Van sama Bapak? Pak, saya perlu bicara dengan Pak Van.' Aisyah mulai takut dengan Rizal setelah mendengar pernyataan dari Niara dan Rahel bagaimana bejatnya dia. 'Berikan kembali pada Ara, aku mau ngomong sama dia!' Aisyah menurut, segera memberikan ponselnya kembali kepada Niara. "Mbak, Pak Rizwan mau ngomong." 'Ara, apa kamu tau orang yang sedang kamu hubungi ini? Dia adalah orang hang selama ini kamu cari...,' ucap Rizwan. 'Bicara!' ujarnya menyuruh seseorang. Niara terdiam. Menunggu... 'Ara, ini aku,' ucap dari balik telepon, suaranya terdengar susah payah. 'Mas Devan,' teriak Ara histeris. Meskipun sudah sangat lama tidak mendengar suara Devan, Niar

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   16

    '"Apa, menikah denganmu?" Niara berdiri, menggertak meja. "Enggak!" lanjutnya. Bukan hanya sampai di situ, Niara juga menumpahkan isi minumannya kepada Rizwan. Bukannya balik memarahi, Rizwan hanya tersenyum menanggapi Niara. Ia kembali merogoh ponselnya, menelpon seseorang dan ia berbincang dengan ponselnya. Napas Niara naik turun, ia masih berusaha mengolah emosi. "Di mana Rahel, Ra? Bawa dia ke sini! Aku akan serahkan Alex padanya." Rahel pasti sudah mendengar apa yang Rizwan katakan. Entah benar atau tidak ucapan Rizwan, yang pasti Niara belum sepenuhnya mempercayai. Niara masih berhati-hati, terlebih dengan kebaikan hati Rizwan saat ini. 'Rahel, kamu di mana?' tanya Niara pada earphone yang terpasang. 'Aku menuju ruangan, Ra. Secepatnya sampai.' Ceklek... Pintu terbuka, memperlihatkan Rahel yang gelagapan. Dia seperti habis berlari kencang. "Di mana anakku?" ucap Rahel segera. "Sabar, Hel. Aku akan penuhi janjiku karena kamu sudah membawa Ara padaku. Seben

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   15

    Niara sudah didandani oleh Rahel. Make up tipis di wajahnya membuat kesan berbeda pada Niara. Dia cantik tanpa make up tapi lebih cantik lagi saat menggunaka make up. “Nyonya Ara, Tuan muda sudah menunggu di depan,” ucap Mbok pada Niara. Rahel memegangi pundak Niara untuk menguatkan. “Jangan putus komunikasi! Kalau dia mau ngapa-ngapain kamu hubungi aku segera.” Niara mengangguk paham. Dengan langkah berat ia berjalan keluar kamar. Dituntun oleh Rahel bak seorang penggiring pengantin yang menggiring pengantinnya menuju pelaminan. Rahel menjerit di dalam hati.Sama halnya dengn Niara. Keduany mempunyai duka yang berbeda. Rizwan sudah menunggu di dalam mobil mewahnya. “Ara,” ucap Rizwan dengan tatapan kagum. Rizwan membukakan pintu mobil bersebelahan dengannya. Niara masuk ke mobil dengan hati yang tak karuan, doa perlindungan tak henti terhatur di dalam hati. Rizwan kembali masuk ke dalam mobil, sejenak ia menatap kepada Niara yang membuang muka dari Rizwan. “Cantik sekali,” puji

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   14

    Niara perlahan membuka mata saat tangan Rizwan beranjak dari wajahnya. Wajah Rizwan sumringah, dia terlihat sangat bahagia dengan mata Niara yang membuka.“Ara,” ucapnya. Niara duduk dan sedikit menjauh dari Rizwan. “Ra, jangan takut! Aku enggak akan nyakitin kamu kok.” Membujuk Niara. “Kamu... Kamu Rizwan kan?” Rizwan mengangguk, tersenyum pada Niara. “Kamu ngapain bawa aku ke sini?” tanya Niara lagi. Rizwan mengubah posisi duduknya, sedikit mendekat pada Niara membuat Niara kembali menjauh. “Ra, sebenarnya aku sudah lama suka sama kamu. Perasaan ini sangat lama kupendam.” Niara berpura-pura berekspresi kaget mendengar pernyataan perasaan Rizwan padanya. Di sisi lain ada Rahel yang menahan isakan tangisnya, dia masih sangat mencintai Rizwan tapi rasa benci juga berbaur dalam hatinya. “Tapi, kenapa bisa?”“Aku juga nggak tau, Ra. Perasaan ini tiba-tiba aja muncul saat pertama kali aku melihatmu.” Niara meremas sprei kasur. “Tapi, aku enggak ada perasaan apapun sama kamu.” R

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   13

    “Kamu percaya aja gitu sama dia? Setelah semua yang dia lakukan, setelah semua air mata yang kamu keluarkan?” Rahel mengangguk. “Maafin aku, Ra. Aku dipaksa sama dia buat bawa kamu sama dia. Aku udah ketemu sama Alex, dia beneran masih hidup.” "Apa kamu yakin dia memang Alex?" "Yakin, Ra. Ini naluri seorang ibu sama seperti yang kamu bilang apa kamu enggak percaya dengan nalurj seorang ibu?" Niara tak menepis apa yang Rahel katakan. Dia terdiam, merenungkan nasib seorang sahabatnya yang sudah sangat ia prcaya dan cinta. "Ra, kamu mau kan sama Rizwan?" tanya Rahel dengan nada membujuk. Niara tak habis pikir, dia terkesiap dan gegas berdirj dari duduknya. Memberi jarak dari Rahel dengan segera. "Aku enggak bisa, Hel. Enggak akan mau." Niara setengah berteriak. Rahel menarik tangan Niara, ia memohon dengn penuh duka yang menjalar dari kedua matanya. "Aku mohon, Ra. Devan enggak akan kembali, dia sudah mati. Usahamu sia-sia menunggunya pulang. Itu hal yang mustahil." Pla

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status