Share

Bab 3

Author: Rara Arrazaq
last update Last Updated: 2024-01-17 06:32:51

bab 3

Malam tiba. Sebuah ketukan terdengar di pintu kamar. Aku yang baru saja hendak keluar, segera membukanya.

Bang Hafiz berdiri tegak di balik pintu.

"Kenapa tak keluar-keluar dari kamar?" ketusnya sembari melewati ku. Kemudian melangkah ke arah tempat tidur, di mana Nina telah terlelap setelah makan dan bermain denganku di kamar.

"Ini mau keluar," jawabku santai.

Telah ku putuskan, untuk bangkit dan memperjuangkan hak ku. Mulai malam ini, aku tak akan lagi berlari dan mengurung diri.

"Kenapa tidak bawa Nina waktu pesta tadi? Harusnya Nina bisa berfoto denganku."

"Nina nggak suka keramaian," jawabku, masih berdiri di sisi pintu.

Setelah membelai rambut putrinya beberapa saat, Bang Hafiz kemudian beranjak ke lemari pakaian.

"Apa kau masih marah?"

"Marah buat apa?"

"Tentu saja buat pernikahan ini."

"Buat apa Abang tanya? Nggak akan ngerubah apapun juga, kan?"

"Ya," jawabnya tanpa melihatku. Tangannya sibuk mencari kaos T-shirt untuk mengganti jas pengantin yang masih melekat di tubuh jangkungnya. Pasti ia hendak bermalam bersama pengantin barunya. Ini malam pertama mereka. Tak dapat ku pungkiri, hati ini sakit membayangkannya.

"Sudah shalat i'sya?"

"Udah," jawabku singkat.

"Kalau begitu, mari tidur..." Bang Hafiz kembali menghampiri ranjang kami setelah mengganti bajunya. Kemudian merebahkan tubuhnya di samping Nina.

Alis ini seketika bertaut. Bang Hafiz tidur di kamar kami? Bukankah ini malam pertamanya dengan Nabila?

Aku hanya bisa melongo. Menatap laki-laki berperawakan seorang pangeran di dunia fantasi itu memejamkan matanya.

Tubuhku lalu berbalik perlahan. Menutup kembali pintu yang masih terbuka. Namun tetap berdiri kaku di sana.

Berbagai dugaan muncul dalam pikiran ku, menjawab tanya hati yang bingung melihatnya memilih tidur bersama ku dan Nina di malam pertamanya.

Mungkin ia merasa bersalah padaku? Ah, sepertinya mustahil. Laki-laki dingin yang telah hidup bersamaku selama 5 tahun itu tak pernah merasa bersalah atas setiap tindakannya.

Atau, dia ingin berbaikan denganku agar aku merelakan Nina dan pergi dari sini?

Tok tok...

Pintu kembali diketuk dari luar. Ku hembuskan nafas ini kasar. Kali ini siapa?

Wajah tegas Ummi Rahma langsung menyambut di ambang pintu. Nafasku seketika tertahan.

"Mana Hafiz?"

"Di-di dalam Ummi..." jawabku terbata. Aura mendominasi wanita ini memang selalu membuat sesak nafas orang yang berhadapan dengannya.

"Panggilkan sekarang!"

Bagaikan dihipnotis, aku berbalik untuk memanggil Bang Hafiz seperti perintahnya. Namun kaki ini urung melangkah saat hati teringat tekad ku sebelumnya. Aku tak boleh hanya diam. Ku beranikan diri dan berbalik menghadap Ummi Rahma kembali.

"Maaf Ummi, Bang Hafiz udah tidur. Maysa nggak berani bangunin."

Raut Ummi Rahma seketika berubah. Merah padam diwarnai amarah. Seperti saat beliau memarahi santri yang melanggar aturan.

"Bangunkan sekarang! Ini perintah Ummi!" tegasnya dengan suara rendah namun bernada mengancam.

Ku telan saliva ini susah payah. "Maaf sekali lagi Ummi. Tapi berdasarkan kajian kitab yang Maysa pelajari, orang yang sedang tidur tak baik diganggu."

Bola mata Ummi Rahma kali ini membeliak. Mulutnya terkatup rapat. Dengan satu hentakan, tangannya yang gemuk mendorong bahuku kuat. Aku terpekik kaget, namun wanita yang masih ku hormati itu malah menerobos masuk untuk membangunkan putra semata wayangnya.

"Hafiz... Kenapa tidak tidur di kamar pengantin mu?" tanya Ummi Rahma lembut. Berbeda sekali dengan nada bicaranya dengan ku.

Bang Hafiz masih memejamkan mata, tampak begitu lelap hingga tak mendengar panggilan ibunya. Padahal ia baru saja merebahkan tubuhnya.

"Hafiz!" Suara Ummi Rahma naik beberapa oktaf.

Mata Bang Hafiz terbuka perlahan, memperlihatkan netra coklat terangnya.

"Iya, Ummi..." jawabnya sembari bangkit.

"Kenapa tidak tidur di kamar mu?"

" Ini kamar Hafiz..."

"Bukan kamar ini, tapi kamar barumu, bersama pengantin barumu."

Bang Hafiz bangkit berdiri.

Yah, begitu lah... Ia tetap akan melakukan apapun yang diminta ibunya. Hatiku tak lagi merasa sedih. Karena aku tak berharap lebih darinya. 5 tahun sudah, aku selalu menelan kecewa.

"Malam ini Hafiz ingin tidur dengan Nina, Ummi. Maaf..."

Jawaban Bang Hafiz benar-benar mengejutkan. Baru kali ini ia menolak permintaan Ummi Rahma. Sungguh, baru kali ini. Dulu, ia bahkan pernah menghukum Nina tidur sendirian di kamar kosong demi mendengarkan titah ibunya.

Tak hanya aku yang terkejut. Ummi Rahma pun tampak tercekat. Wanita itu terdiam. Lalu tanpa berkata-kata lagi ia berbalik, menuju pintu dan melangkah keluar. Sepertinya ia benar-benar syok mendengar penolakan Bang Hafiz untuk pertama kalinya.

Ada suatu rasa yang menyusup ke dalam hatiku. Harapan tiba-tiba datang, di kala hati ini hampir melenyapkan segala asa padanya. Mungkinkah Bang Hafiz akan mulai mengutamakan aku dan Nina?

Malam telah larut. Namun mata ini tak kunjung terpejam. Bantahan Bang Hafiz terhadap permintaan Ummi Rahma terus menyita pikiran. Ku balikkan tubuh yang sedari awal membelakangi nya. Menatap wajah lelap Bang Hafiz yang tetap terlihat sempurna tanpa ekspresinya.

Kami tak pernah saling membelai seperti suami istri lainnya. Bang Hafiz hanya akan menyentuh ku di saat aku terlihat menginginkannya. Seperti waktu akan mendapatkan haid ataupun setelahnya. Saat hormon ku sedang tinggi-tingginya.

Aku sempat berpikir, kalau ia hanya ingin mendapatkan keturunan, makanya menggauliku di waktu rahimku sedang subur.

Setelah lama tak juga mendapatkan adik untuk Nina, Bang Hafiz mulai menghindari ku. Tak pernah menyentuh ku sama sekali. Apalagi beberapa bulan belakangan ini aku sempat mengeluh kesakitan saat berhubungan. Hal itu membuatnya benar-benar menjauhi ku.

Kerongkongan ini terasa kering. Mengingat masa-masa pahit yang masih mengikuti ku sampai sekarang.

Aku bangkit dari tempat tidur. Butuh air untuk membasahi kerongkongan. Namun gelas besar di atas nakas telah kosong. Aku harus menambahnya di luar.

Suasana rumah telah senyap. Sebagian ruangan tampak gelap karena lampu yang dimatikan. Aku melangkahkan kaki ke arah dapur. Namun begitu melewati kamar Kak Sina, kakaknya Bang Hafiz, langkah ini terhenti.

Kak Sina adalah putri sulung Haji Marzuki yang mengalami gangguan jiwa sejak kecil. Biasanya, kamar ini satu-satunya kamar yang tetap terang benderang walaupun di tengah malam. Karena Kak Sina takut kegelapan. Tapi kenapa malam ini gelap gulita? Apa mungkin Kak Sina tak tidur di kamarnya? Atau Bibi Halimah tak sengaja mematikan lampunya?

Ku hampiri pintu kamar yang tertutup itu. Membukanya perlahan untuk memastikan.

Cahaya remang dari luar otomatis membias ke dalam.

BUK!

Tiba-tiba terdengar suara benda yang jatuh, membuat jantung ku serasa jatuh saking terkejutnya. Nyaris aku berteriak kaget, kalau saja tanganku tak refleks menutup mulut ini.

Perlahan aku menarik nafas dalam-dalam, menenangkan jantung yang tiba-tiba berdetak kencang. Lalu menajamkan penglihatan ini menembus kegelapan kamar. Tak perlu waktu lama, mata ini telah mampu beradaptasi.

Dan aku melihat seseorang di dalam sana sedang melakukan sesuatu. Itu ... Ummi Rahma!

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Tamat

    Amanda mengedarkan pandangannya ke sekeliling, namun tak ada siapa-siapa. "Ssshh..." Suara mendesis kemudian menyusul. Desis kesakitan.Gadis itu mempertajam pendengarannya, suara itu dari arah teras samping Bu Lidia. Dari tempatnya berdiri sekarang, teras kecil itu tak terlihat keseluruhannya karena tertutup dinding. Kaki Amanda melangkah maju perlahan-lahan. Begitu ia berdiri tepat berhadapan dengan teras, matanya menangkap seseorang sedang meringkuk di sudut teras. Orang itu kembali melenguh sakit sembari memegangi pipinya."Bian?" sebut Amanda tak percaya. Sosok itu langsung mendongak kaget."Manda?"mata Bian mengerjap sesaat. Lalu tampak terpana dan tak mengedip sama sekali. Di hadapannya berdiri seorang gadis yang selama satu pekan ini telah mengisi pikiran dan hatinya. Dan saat ini, yang berdiri di hadapannya adalah Amanda versi khayalannya. Ternyata memang secantik bidadari. Rambutnya yang selama ini tersembunyi bagaikan mahkota berharga yang dilindungi, kini tergerai pan

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Episode Menjelang Akhir

    Tuk! Tembakan kerikil itu kembali menyerang. Melesat ke arah dinding dan nyaris mengenai cermin. Amanda kaget setengah mati. Namun hal itu sama sekali tak mengendurkan nyalinya.Ia menarik nafas dalam-dalam. Lalu perlahan bangkit dengan tubuh merapat di dinding. Dalam hitungan ketiga, tangan kirinya bergerak cepat untuk membuka kunci jendela. Sementara tangan kanannya menghidupkan senter dan mengarahkannya keluar. BLESS!Cahaya senter menyorot terang, tepat di di wajah pelaku yang sebenarnya."Kakek?!" seru Amanda tak percaya.Ternyata yang menerornya selama ini adalah kakeknya Bian?Tangannya yang bersiap meraih sapu dan menyerang terhenti seketika. "Matikan senternya, mata Kakek silau!" Perintah laki-laki sepuh itu sembari menghalangi cahaya senter dengan tangannya.Amanda mematikan senternya dengan raut bingung. "Kakek? Jadi yang nembakin batu ke kamar Manda selama ini Kakek? Kenapa?""Ya, biar kamu bangun..." jawab si Kakek yang berdiri bungkuk dengan tongkatnya."Maksud Kakek

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Menemukan Pelakunya

    Menjelang malam, suasana hati Amanda mulai resah. Tali untuk jebakan telah ia siapkan. Hanya ada tali plastik di gudang, semoga bisa menahan kaki pelaku teror itu dengan kuat.Tok Tok... Suara ketukan di jendela kamar membuat Amanda terkejut setengah mati. Siapa yang mengetuk lewat jendela? Jantungnya seketika berdetak kencang. Apa mungkin itu pelakunya? Kenapa mendatanginya sore-sore begini? Amanda berdiri membeku di tempatnya. Matanya menatap ke arah jendela dengan nafas yang tertahan. Takut jika sampai orang itu mengetahui posisinya. Perlahan ia menunduk, lalu merangkak ke balik ranjang. Tok TokSuara ketukan kembali terdengar di jendelanya. Dengan tubuh meringkuk setengah tiarap di lantai, Amanda memberanikan diri untuk bersuara. Bertanya dengan nada selantang-lantangnya, agar orang itu tak mengira dirinya sedang ketakutan."Siapa di luar sana?!"Tak terdengar jawaban apapun. Suasana senyap. Apa orang itu telah pergi? Amanda tetap meringkuk di balik ranjang. Ia tak berani

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Berubah

    "Ehm..." Amanda berdeham sambil melirik Bian. Tapi laki-laki itu tetap fokus memeriksa gusi Sisi. "Kejadian tadi pagi, itu sama sekali tidak benar. Aku nggak pernah berfikir untuk merebut suami orang." Kata-kata itu meluncur begitu saja di bibirnya Amanda. Entah kenapa, ia merasa harus memberitahunya. Tangan Bian berhenti bergerak. Kemudian tubuh tegapnya berdiri tegak."Ya, saya percaya. Tapi kamu harus sedikit hati-hati kalau memang istrinya pernah melihat suaminya itu di teras rumah kalian. Kalian semua perempuan, tak ada laki-laki yang menjaga," jawab laki-laki itu. Hati Amanda benar-benar meleleh sekarang. Ternyata walau cuek, Bian tetap perhatian. Tapi memang benar yang dikatakan Bian, ia dan ibunya harus lebih berhati-hati, karena tak ada anggota keluarga laki-laki. Ah... Amanda jadi meng-halu sendiri. Seandainya Bian yang jadi anggota di rumahnya, ia pasti tak akan menolak. Tok Tok...Terdengar sebuah ketukan di pintu ruangan Bian yang terbuka. Kemudian seorang suster b

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    ROD Kejadian di Rumah Bu Wiwid

    Di depan jendela kamarnya, Amanda duduk termangu menatap keluar dengan tatapan kosong. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Buku diary yang bertuliskan nama Axel dan Pak Dahlan sebagai orang yang ia curigai telah dicoretnya. Setelah Bu Lidia menceritakan perihal rahasianya kemarin, gadis itu benar-benar bingung. Bukan Axel dan bukan Pak Dahlan. Lalu siapa? Dan kenapa ia sampai diteror begini? Rasanya ia tak pernah berbuat buruk terhadap orang lain. Bukannya sok baik, tapi ia memang jarang bertemu orang-orang, apalagi sampai berbincang dan bergaul. Hh... Kepalanya benar-benar pusing, karena tadi malam pun ia masih dikejutkan oleh tembakan kerikil itu. Hari ini ia harus mengatur rencana untuk menjebak pelakunya.Jika ditaburi beling di bawah jendela, bisa saja tak berpengaruh kalau pelakunya memakai sepatu berhak tebal, dan malah akan membuat orang itu semakin kalap. Begitu pun dengan jepitan tikus atau benda-benda tajam lainnya.Ah... Seandainya ia sejenius anak kecil dalam film Home

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Rahasia Bu Linda

    Malam menjelang. Amanda mulai was-was. Matanya terus saja menoleh ke arah jendela. Memperhatikan dengan seksama, jika saja ada bayangan di baliknya.Laptop yang telah terbuka sejak tadi sama sekali tak disentuh keyboard-nya. Bagaimana ia bisa berfikir dalam keadaan tegang seperti ini? Kopi yang tadinya ia buat untuk menghilangkan kantuk pun tak tersentuh. Hingga dingin karena diabaikan pemiliknya. Akhirnya Amanda memilih untuk menonton Drakor saja untuk pengalihan rasa takut.Drama Korea yang berjudul cheese in The trap menjadi pilihan. Tapi karakter tokoh cowoknya yang aneh dan memiliki sisi gelap membuat bulu kuduk semakin meremang. Gadis itu cepat-cepat menghentikan film-nya dan memilih untuk mendengarkan musik saja.Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Mata Amanda mulai terasa berat. Tak ada kesibukan dan tak ada asupan kafein, ditambah merdunya alunan musik membuat gadis itu cepat mengantuk. Dan finally ... Amanda terlelap di atas meja kerjanya.TUK! Suara aneh kembali terden

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    ROD Pengakuan Exel

    Perlahan tangan Amanda meraba ke sekeliling kasur, dan menemukan sebutir batu kerikil. Batu ini yang telah menembak kepalanya, dan sepertinya begitu juga dengan cermin. Siapa yang telah melakukan ini? Dan dari mana asalnya?Kepala Amanda cepat-cepat menoleh ke arah jendela kamarnya. Jendela kayu dengan model klasik itu memiliki rongga-rongga untuk ventilasi udara. Mungkinkah dari sana? "Akh!" Samar-samar terdengar suara orang yang mengaduh sakit. Sepertinya itu suara laki-laki. Dana asalnya dari teras samping rumah tetangga baru!**Amanda memijit kepalanya yang terasa berdenyut dan mencengkeram. Gara-gara kejadian aneh tadi malam, ia tak bisa memejamkan lagi matanya. Diambilnya buku catatan berkulit merah muda yang biasa dijadikannya buku catatan untuk ide-ide cerita yang tiba-tiba muncul. Namun kali ini ia bukan hendak mencatat ide cerita, tapi orang-orang yang patut dicurigai atas kejadian semalam. Yang pertama Axel. Bisa saja laki-laki itu sengaja menerornya agar tak membocork

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    ROD Malam Yang Mengejutkan

    Bab 4BRUK!!Kotaknya jebol dan menumpahkan semua isinya. Mata Axel seketika melotot, melihat barangnya berceceran. Tapi, lebih melotot lagi matanya Amanda. Karena ternyata isi kotak itu adalah VCD film biru."Astaghfirullah!" Aih! Amanda sampai menyentuh bibirnya sendiri. Tumben, bukan umpatan yang keluar dari mulutnya. Sementara Axel langsung bergegas mengumpulkan VCD yang tercecer. Tangannya sampai bergetar. Dan raut wajahnya terlihat panik luar biasa.Amanda masih terpaku, hingga kemudian dengan ragu-ragu ia berjongkok untuk membantu. "Nggak perlu!" sentak Axel, membuat gerakan Amanda seketika terhenti. Apalagi melihat wajah laki-laki itu yang menatapnya marah."Apa itu yang jatuh?" tanya Lidia dari dapur. Wajah Axel berubah pucat. Matanya kembali menatap Amanda tajam."Jangan ngomong apapun, oke? Jangan sampai ada yang tau!" ancamnya, sebelum kemudian buru-buru pergi dengan membawa kotaknya. Amanda mengernyit. Bukannya umurnya sudah 29 tahun? Kenapa sikap laki-laki itu seper

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    ROD VCD Film Blu

    Bab 3Amanda melihat ruang tamunya yang tak terlalu luas itu telah dipenuhi orang. Semua laki-laki. Kecuali ibu mereka tentunya. Beliau jadi seperti permaisuri yang dikelilingi pangeran. Atau, seperti desainer bersama para modelnya. Bukan tanpa alasan Amanda jadi membayangkan seperti itu, karena ketiga laki-laki yang kini sedang menatapnya itu tampan semua. Ah.... Hati Amanda jadi ketar-ketir!"Assalamualaikum... Maaf Papa telat," ucap seseorang dengan nada buru-buru dari arah pintu masuk rumahnya. Amanda menoleh. Dan matanya seketika terbelalak.Seorang laki-laki paruh baya berkepala setengah botak dan berkacamata berdiri di ambang pintu dengan nafas memburu.Bukankah... Laki-laki itu yang menyeberang sembarangan tadi pagi? Wajah dengan raut lembut itu masih jelas tercetak dalam ingatannya. "Nggak apa-apa, Pa. Kami juga baru datang bertamu," jawab ibu mereka seraya bangkit dan menyalami laki-laki itu. "Silahkan masuk, Pak! Oh, jadi ini suaminya Ibu Lidia?" sambut Mirna ramah. "I

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status