Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku

Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku

By:  Rara Arrazaq  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
34Chapters
224views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Bangkit dan membalas pengkhianatan suami, bukankah itu keinginan semua wanita? Ku ibaratkan diri seperti seekor kelinci, yang dibawa terbang elang ke sebuah lembah yang dalam. Tentu saja aku tak ingin dimangsa. Aku ingin terbang selagi ia mencari mangsa lainnya. Aku bangkit. Mengumpulkan bulu untuk merangkai sayap. Tanpa kusadari, bulu itu datangnya dari Elang yang mencabut setiap helainya untukku.

View More
Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
34 Chapters
Bab 1
"Maysa ... ini Nabila, gadis shaliha yang akan menjadi adik madumu, dan temanmu berbagi pengabdian terhadap Hafiz."Ucapan Ummi Rahma bagaikan guntur di siang hari yang berdentum keras di telingaku. Aku berdiri kaku, di tengah sorot mata keluarga besar Haji Marzuki Pratama, yang menanti ekspresiku. "Bagaimana, Nak?" Wanita paruh baya berhijab syar'i putih, yang selama ini menjadi tempatku berbudi sebagai menantu, menuntut jawabanku dengan nada lembut. Nafasku serasa tertahan, tenggorokan ini serasa tercekat. Bagaimana aku bisa memberinya jawaban? Bagaimana pula aku bisa memberinya penilaian, di saat otakku masih tersentak oleh kata-kata madu dan berbagi pengabdian?"Maysarah masih bingung, Mi. Kan sudah Abi bilang, harusnya kita meminta persetujuan Maysarah sebelum lamaran minggu lalu. Ini sudah mau menikah baru ditanyakan. Bukan lagi bertanya itu namanya, tapi memberitahu." Di sampingnya, laki-laki berwajah bijak dengan janggut yang telah disisipi uban, Abi Marzuki, ayah mertuaku,
Read more
Bab 2
Bab 2:Bagaikan tersengat listrik, tubuh ini mengejang kaku. Sama sekali tak menyangka akan mendapat bentakan seperti itu dari Bang Hafiz. Apanya yang salah? Harusnya ia senang aku menolak langsung pernikahannya itu. Karena aku tahu, ia tak pernah bisa membantah perintah ibunya."Jaga sikapmu. Tak bisakah kau menjadi istri shalihah?!"Kali ini kerongkongan ku benar-benar kering, hingga untuk menelan saliva pun aku tak sanggup. Ku tatap laki-laki yang selama ini memang belum pernah menunjukkan cintanya padaku, dengan netra yang semakin perih."Sikap seperti apa yang akan menjadikan aku wanita shalihah? Diam dan menerima nasibku di veto orang lain?"Bang Hafiz menatapku tak senang."Aku adalah imam mu. Kau harus menerima apapun keputusanku!"Kalimat kejam yang dicetuskan suamiku itu menjadi kalimat terakhir yang kudengar darinya hari itu. Setelahnya, aku langsung berlari. Mengubur diri di dalam kamar. Sementara Nina dijaga oleh Bibi Halimah, asisten rumah tangga keluarga Bang Hafiz yan
Read more
Bab 3
bab 3Malam tiba. Sebuah ketukan terdengar di pintu kamar. Aku yang baru saja hendak keluar, segera membukanya.Bang Hafiz berdiri tegak di balik pintu."Kenapa tak keluar-keluar dari kamar?" ketusnya sembari melewati ku. Kemudian melangkah ke arah tempat tidur, di mana Nina telah terlelap setelah makan dan bermain denganku di kamar."Ini mau keluar," jawabku santai.Telah ku putuskan, untuk bangkit dan memperjuangkan hak ku. Mulai malam ini, aku tak akan lagi berlari dan mengurung diri."Kenapa tidak bawa Nina waktu pesta tadi? Harusnya Nina bisa berfoto denganku.""Nina nggak suka keramaian," jawabku, masih berdiri di sisi pintu.Setelah membelai rambut putrinya beberapa saat, Bang Hafiz kemudian beranjak ke lemari pakaian."Apa kau masih marah?""Marah buat apa?""Tentu saja buat pernikahan ini.""Buat apa Abang tanya? Nggak akan ngerubah apapun juga, kan?""Ya," jawabnya tanpa melihatku. Tangannya sibuk mencari kaos T-shirt untuk mengganti jas pengantin yang masih melekat di tubuh
Read more
Bab 4
BUK! Aku menajamkan penglihatan, menembus kegelapan kamar Kak Sina. Tak perlu waktu lama, mataku telah mampu beradaptasi. Dan aku melihat seseorang di dalam sana. Berdiri membelakangi dengan kepala menoleh padaku. Mata yang biasa mendominasi kini tampak gugup, seperti maling yang ketangkap basah. Ya, orang itu adalah Ummi Rahma, wanita itu baru saja menjatuhkan sesuatu saking terkejutnya melihatku. "Ummi?" tanyaku dengan nada curiga.Perlahan tubuh besarnya berbalik. Tatapannya berubah mendominasi seperti biasa."Ya. Kenapa kau kemari?" selidiknya sebelum aku yang bertanya."Maysa liat lampu kamar Kak Sina mati.""Ummi pun masuk untuk menyalakan lampunya. Kau boleh keluar sekarang," pungkasnya.Aku melirik ke arah tempat tidur. Di mana Kak Sina terbaring. Sepertinya putri sulung pemilik pesantren ini sudah terlelap, hingga tak menyadari lampu yang mati.Tapi, kalau memang Ummi Rahma masuk untuk menyalakan lampu, harusnya dari pertama masuk tangannya akan mencari saklar yang terpasa
Read more
Bab 5
Bab 5"Sedang apa?" Sebuah suara bariton menyela dari pintu keluar dapur.Aku dan Bang Bara sontak menoleh.Laki-laki berperawakan Timur tengah yang selalu mampu menggetarkan hatiku, menatap kami tajam."Kami sedang mengobrol," jawab Bang Bara santai. Tak merasa canggung atau takut Bang Hafiz salah paham. Begitu pun dengan aku. Karena ia memang tak pernah cemburu atau berfikir yang tidak-tidak tentang kedekatan kami. Kadang aku pernah ingin ia merasa cemburu. Tapi mengingat cinta yang tak pernah hadir di antara kami, rasanya itu tak akan mungkin."Hanya berdua?" tanya Bang Hafiz lagi, tatapan serta raut wajahnya tajam dan menyelidik. Ini tak pernah terjadi. Kenapa tiba-tiba ia curiga?Bang Bara sendiri tampak tercenung. "Eng ... Enggak... Di situ ada Ayah," tunjuknya ke arah barisan pohon tomat milik Abi."Pak Hasan?" selidik Bang Hafiz lagi sembari melayangkan tatapan ke kebun tomat."Iya, lagi motongin tunas yang mesti dibuang. Tadinya aku di sana juga. Tapi demi melihat mendung di
Read more
Bab 6
Bab 6Rambut Bang Hafiz kering. Yang berarti ia tak keramas pagi ini.Jadi kenapa Nabila keramas sepagi ini? Gadis itu juga seperti tak mengeringkan rambutnya. Apa ia sengaja?"Kenapa?" tanya Bang Hafiz yang menyadari perhatianku pada rambutnya."Nggak kenapa-kenapa...." Kepalaku kembali tertunduk, lalu melangkah melewatinya. **Sore harinya."Assalamualaikum..." Dari ruang tengah, aku mendengar suara salam Bang Hafidz yang baru pulang dari mengurus Pesantren sekaligus memberi pengajian untuk santri yang sudah menjadi pengajar di pondok ini.Lalu terdengar suara Ummi Rahma menjawab salamnya.Aku beranjak untuk menyambutnya seperti biasa, namun langkahku terhenti saat Ummi Rahma mengatakan sesuatu."Hafiz, Ummi lihat istrimu ini selalu pakai gamis yang itu-itu saja. Kenapa tak kau carikan gamis baru untuknya?" "Iya, Ummi... Nanti Hafiz bawa mereka belanja.""Mereka?""Iya, Maysa dan Nabila.""Tidak, bukan dua-duanya yang Ummi maksud, tapi Nabila. Dia yang tak punya banyak pakaian.
Read more
Bab 7
"Oh! Begini ternyata kelakuan menantu pertama keluarga Haji Marzuki? Kau mencoreng nama baik keluarga kami!" teriak Ummi Rahma dengan mata melotot.Aku tersentak. Apa maksudnya? Apa yang aku lakukan hingga bisa dituduh mencoreng nama baik keluarga? "Sedang diberi teguran begini masih bisa kau melakukan maksiat?!" tambah wanita itu semakin menggebu-gebu."Ummi!" sentak Abi.Namun seperti biasa, suara Abi tak pernah masuk ke telinga istrinya.Kepala Bang Bara terangkat. Pria itu cepat-cepat duduk tegak begitu menyadari kehadiran keluarga majikannya. "Lihat itu, Hafiz! Sudah Ummi bilang, istrimu ini ada main dengan Bara!""Astaghfirullah Ummi," lirihku. Tak menyangka, fitnah seperti itu keluar dari mulut wanita yang pernah ku hormati sebagai mertua dan istri dari seorang pendiri pondok besar.Bang Bara yang duduk tegak di kursinya jelas jadi bingung. Baru saja membuka mata telah ditodong yang tidak-tidak."I-ini ada apa, ya?" "Tidak ada apa-apa. Ini hanya salah faham," jawab Abi cepat.
Read more
Bab 8
Tiba-tiba Bang Hafiz melangkah ke arah pintu. Ah... Dia meninggalkanku begitu saja. Rasanya lebih menyakitkan. Bagiku, lebih baik dia berteriak marah atau mencaci-maki sekalian, daripada meninggalkan ku dalam diam.Namun dugaan ini salah. Ia malah mengunci pintu dan kembali menghampiri ku.Jantung ini semakin berdebar. Apa yang akan dilakukannya?"Aku akan meminumnya.""Nggak! Maysa sumpah Bang, Maysa liat Ummi sama Nabila bisik-bisik di dapur membahas teh ini. Bahkan, Maysa dengar Ummi nyuruh Nabila cepat-cepat ngasih teh ini biar cepat ngefek!" sanggahku bersikeras.Bang Hafiz kembali terdiam. Tapi aku masih tak mengerti apa yang dipikirkan laki-laki berekspresi datar dan dingin ini."Aku akan minum setengah untuk membuktikan. Setengahnya harus kamu yang minum.""Lah, kok Maysa harus ikutan?" protesku."Karena aku tak mau mati sendirian.""Lho, kan Maysa nggak bilang ini racun. Maysa curiganya ini obat tidur atau ... obat perangsang..." jawabku, sedikit jengah menyebut obat yang berk
Read more
Bab 9
"Kamu kenapa?" suara renyah mengagetkan aku yang sedang menjemur ikan kering kesukaan Abi. Ummi selalu menyetok ikan kering yang banyak dan memberiku tugas menjemurnya seminggu sekali. Aku tak keberatan, karena ini untuk Abi."Kenapa apanya?" tanyaku tanpa perlu melihat siapa yang mengajak bicara."Kenapa sedih?""Oo... Ada yang mati, tapi nggak ada yang mau nguburin.""Oh ya? Kok bisa? Siapa? Orang kampung ini bukan?""Bukan. Di kampung kita nggak ada laut. Mereka pendatang.""Oalah! Kamu ngerjain Abang, ya..." Bang Bara menyeringai. "Maksudnya ikan-ikan ini? Kalau mau dikuburkan ya harus dikafani dulu. Bayangin tuh, kalo ikan teri yang dikafani satu-satu, haha..." Bang Bara terbahak. Membuat bibir ini mengulas senyum."Serius nih, kamu sebenarnya kenapa?" Laki-laki itu mengulang pertanyaannya."Maysa nggak kenapa-kenapa kok, Bang..." Bang Bara melangkah ke seberang terpal tempat ikan-ikan itu tergeletak tak berdaya. Lalu berjongkok dan ikut menjejerkan ikan yang masih bertumpuk."Ma
Read more
Bab 10
Ruangan itu adalah tempat khusus untuk hobinya Ummi Rahma, yaitu menenun kain,Jadi buat apa si ustadz menuju ke sana? Membuatku penasaran saja.Tanpa pikir panjang, kaki ini melangkah pelan untuk mengikutinya.Namun baru selangkah terangkat, aku langsung berhenti. Ini bukan urusanku. Aku tak suka mencampuri urusan orang lain. Perlahan aku berbalik, menuju ke dapur untuk membantu pekerjaan Bibi Halimah seperti biasanya. Tapi hati ini tak bisa dipaksa untuk tak peduli. Bagaimana kalau laki-laki itu berniat jahat? Bukankah kemungkaran harus di tegah? Gelagatnya tadi memang mencurigakan. Ia tampak panik saat menabrak ku. Aku kembali berbalik arah. Laki-laki itu telah masuk dan kemudian menutup pintunya. Nah lho! Kenapa harus tutup pintu segala? Apa tak ada Ummi di dalam? Setelah beberapa saat, aku menghampiri pintu itu dan mengintip melalui lubang kunci. Aku menahan nafas, saat teringat sudah dua kali mengendap-endap dan mengintip seperti ini. Rasanya sama sekali tak nyaman, karena
Read more
DMCA.com Protection Status