Share

Episode 03

Makan malam dalam keheningan hanya terdengar garpu dan sendok saling bersahutan, Devan melirik kearah istri kecil itu sedang fokus pada makanannya tanpa di sentuh sedikit pun.

"Apa kamu tidak lapar?" tanya Devan.

"Tidak," jawab Laura masih saja mengaduk makanannya.

Tawaran Laura semalam hanya dibalas senyuman sinis dari Devan, sebelum pria itu meninggalkan ruang makan. Dia tidak peduli Laura makan dengan baik atau tidak.

Sikap dingin dan kejam nya itu membuat Laura kembali ingin menangis. Laura merindukan kehidupan yang dulu penuh kedamaian walaupun hidup seorang diri tapi ia merasakan kebahagiaan aman dan nyaman. Tidak sekarang sepertinya hidupnya tak akan baik-baik saja.

Semua air mata yang dikeluarkannya itu tanpa sadar membuatnya tertidur begitu saja di kamarnya. 

"Bangun!"

Laura mengerjapkan kedua matanya. Dari mana datangnya wanita ini? Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi, dan dirinya dikagetkan oleh seorang wanita cantik anggun datang ke kamar ku tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

Laura bangun dari tidurnya lalu turun dari ranjang empuknya. "Kamu siapa?" tanya Laura pura-pura tidak tahu dengan wanita di depannya sekarang.

"Aku istri pertama dari Mas Devan."

Akhirnya Laura sadar kalau wajah wanita ini mirip dengan wanita yang di foto itu.

"Saya juga istrinya, Nyonya. Salam kenal dari aku." balas Laura mengulurkan tangannya tanda perkenalan. Tapi tangannya ditepis oleh wanita itu.

"Cepat bersiap-siap aku tunggu di bawah." ucap ketus Nasya tak suka bersalaman dengan madunya itu. Ia pun pergi untuk menemui suaminya.

Beberapa menit Laura turun dengan setelan biasa dan makeup tipis. Ia pun menghampiri banyak orang sudah menunggunya di ruang tamu.

"Duduk." titah Devan berdampingan dengan istri pertamanya yang bergelayut manja, membuat Laura muak melihatnya.

"Ada apa ya?" tanya Laura terus terang.

Bukan cuma Devan dan istri pertamanya saja, ada satu wanita baya sedang menatapnya juga.

Laura menelan ludah, suasana di sini membuatnya sesak napas. Dadanya pun berdebar keras.

"Jadi ini wanita yang kalian sewa untuk mengandung cucu ku?" sahut seorang wanita baya itu.

Deg!

Walaupun sudah tahu, Laura tetap merasa sakit hati. Kenapa dirinya harus dilibatkan sedang ada istrinya akan mengandung keturunannya?

"Aku tak ada sangkut-pautnya dengan kalian." jawab Laura mulai berkaca-kaca. "Aku menolaknya! Jika tujuan kalian seperti itu, sekarang juga ceraikan aku." jawab tegas Laura.

Ia bukan alat pencetak anak untuk keturunannya. Ia hanya seorang wanita sederhana tak ingin terjadi apa yang mereka ucapkan.

"Memang, kamu tak ada sangkut-pautnya dengan kami. Tapi, Paman mu lah yang menjual mu pada kami."

"Jika aku tak mau gimana?" tantang Laura. Ia lebih baik hidup miskin dari pada hidup mewah tapi tak bahagia.

"Kamu harus mengembalikan uang itu." jawab wanita baya itu sedikit ketus. "Mana ada seorang wanita kampung sanggup membayar uang begitu banyaknya. buat makan saja susah."

"Maaf, Nyonya. Walaupun saya wanita kampung tapi saya masih punya harga diri tak seperti yang kalian pikirkan tentang ku."

"Kamu harus menerimanya. Dan itu aturan sudah kami sepakati." sahut Devan memutuskan. Ia pun berdiri dari sofa itu bersama sang istri.

"Tidak bisa begitu, Tuan. Saya bukan mesin pencetak anak sesuka hati kalian. Aku mau pergi dari sini dan ceraikan aku sekarang juga!" pinta Laura.

Devan pun melepaskan rangkulan Nesya, lalu membalikkan tubuhnya. Ia menatap istri kecilnya itu dengan tatapan tajam. Ia melangkah menghampiri Laura, lalu mencengkram dagu istri kecilnya itu sudah berani membantahnya.

"Aku akan menceraikanmu, ketika kamu berhasil memberikanku keturunan!" ucap Devan menghempaskan tubuh Laura ke  atas sofa. Setelah melakukan hal itu Devan pergi tak menghiraukan semua orang.

Tubuh Laura terasa sakit, ia tak menyangka jika suaminya itu akan berbuat kasar padanya di depan istri pertama dan wanita baya tersebut sedang mengejeknya.

Wanita baya dan Nasya tersenyum sinis, ia pun pergi begitu saja tanpa menghiraukan Laura sedikit merasakan sakit akibat ulah suaminya.

"Seharusnya kamu bersyukur datang ke rumah ini untuk dijadikan ratu sementara, tapi apa yang kamu lakukan tadi membuat suami ku murka." cetus Nasya menarik tangan ibu mertuanya untuk pergi dari sini.

.

.

.

"Mas, terus gadis itu gimana?" tanya Nasya kesal dengan sikap gadis itu seolah menolak apa yang diinginkannya.

"Mau gimana lagi, Sya. Kita lihat saja nanti."

"Jangan sampai kamu jatuh cinta, Mas. Jika itu terjadi aku tak akan memaafkan kamu," ancam Nasya pada suaminya. ia tak ingin kehilangan suami tercintanya. Jika saja bukan soal keturunan ia juga tak ingin berbagi suami dengan wanita mana pun.

"Kamu tenang saja ya, kamu cukup percaya padaku." jawab Devan meyakinkan sang istri, bukan karena di paksa oleh kedua orang tuanya ia juga tak mungkin melakukan hal ini.

"Mas," panggil Nasya dengan manjanya bergelayut di pangkuan suaminya sedang duduk di sofa.

"Hem, apa?" tanya Devan mengelus rambut sang istri penuh cinta.

"Aku pengen tas keluaran terbaru, bagus banget loh, Mas." rayu Nasya, ia percaya jika suaminya tak menolak apa yang diinginkannya.

Devan mengambil dompetnya, ia keluarkan kartu kreditnya untuk diberikan pada sang istri.

"Terima kasih, hubby. Muaaaach... I love you so much." ucap Nasya senang banget. Ia pun bangun dari pangkuan suaminya lalu bergegas keluar untuk membeli tas incarannya.

Devan hanya diam dan melihat kelakuan Nesya. Sejak beberapa bulan lalu, istri pertamanya itu memang berubah. Dia jadi lebih suka keluar dan menghamburkan uang.

"Van, kenapa kamu terus manjain istri mu itu, sudah ku bilang jangan berlebihan." ucap Mamah Linda yang baru masuk ke kamar Devan.

"Sudah lah, Mah. Jangan diperbesar selagi Devan sanggup untuk membelinya."

"Terus saja kamu bilang gitu." Mamah Linda melipat tangannya di dada. "Gara-gara kamu Nasya sekarang berubah sering melawan sama Mama."

"Itu juga kesalahan Mama, kan. Jika saja Mama tak ceroboh mungkin anak Devan akan lahir, Mama akan mendapatkan seorang cucu. Tapi apa sekarang?!"

"Mama kan tak sengaja, Van! Namanya juga musibah kan," Mama Linda membela diri. "Terus dengan gadis itu gimana?" dia ingin tahu apa yang akan dilakukan putranya demi mendapatkan keturunan dari darah dagingnya.

"Lihat nanti saja." jawab Devan sambil memijat dahi. Pikirannya sedang bercabang antara pekerjaan yang semakin menumpuk dan masalah keluarganya ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status