Makan malam dalam keheningan hanya terdengar garpu dan sendok saling bersahutan, Devan melirik kearah istri kecil itu sedang fokus pada makanannya tanpa di sentuh sedikit pun.
"Apa kamu tidak lapar?" tanya Devan."Tidak," jawab Laura masih saja mengaduk makanannya.Tawaran Laura semalam hanya dibalas senyuman sinis dari Devan, sebelum pria itu meninggalkan ruang makan. Dia tidak peduli Laura makan dengan baik atau tidak.
Sikap dingin dan kejam nya itu membuat Laura kembali ingin menangis. Laura merindukan kehidupan yang dulu penuh kedamaian walaupun hidup seorang diri tapi ia merasakan kebahagiaan aman dan nyaman. Tidak sekarang sepertinya hidupnya tak akan baik-baik saja.
Semua air mata yang dikeluarkannya itu tanpa sadar membuatnya tertidur begitu saja di kamarnya.
"Bangun!"
Laura mengerjapkan kedua matanya. Dari mana datangnya wanita ini? Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi, dan dirinya dikagetkan oleh seorang wanita cantik anggun datang ke kamar ku tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.Laura bangun dari tidurnya lalu turun dari ranjang empuknya. "Kamu siapa?" tanya Laura pura-pura tidak tahu dengan wanita di depannya sekarang.
"Aku istri pertama dari Mas Devan."Akhirnya Laura sadar kalau wajah wanita ini mirip dengan wanita yang di foto itu.
"Saya juga istrinya, Nyonya. Salam kenal dari aku." balas Laura mengulurkan tangannya tanda perkenalan. Tapi tangannya ditepis oleh wanita itu.
"Cepat bersiap-siap aku tunggu di bawah." ucap ketus Nasya tak suka bersalaman dengan madunya itu. Ia pun pergi untuk menemui suaminya.Beberapa menit Laura turun dengan setelan biasa dan makeup tipis. Ia pun menghampiri banyak orang sudah menunggunya di ruang tamu."Duduk." titah Devan berdampingan dengan istri pertamanya yang bergelayut manja, membuat Laura muak melihatnya."Ada apa ya?" tanya Laura terus terang.Bukan cuma Devan dan istri pertamanya saja, ada satu wanita baya sedang menatapnya juga.Laura menelan ludah, suasana di sini membuatnya sesak napas. Dadanya pun berdebar keras.
"Jadi ini wanita yang kalian sewa untuk mengandung cucu ku?" sahut seorang wanita baya itu.Deg!Walaupun sudah tahu, Laura tetap merasa sakit hati. Kenapa dirinya harus dilibatkan sedang ada istrinya akan mengandung keturunannya?"Aku tak ada sangkut-pautnya dengan kalian." jawab Laura mulai berkaca-kaca. "Aku menolaknya! Jika tujuan kalian seperti itu, sekarang juga ceraikan aku." jawab tegas Laura.
Ia bukan alat pencetak anak untuk keturunannya. Ia hanya seorang wanita sederhana tak ingin terjadi apa yang mereka ucapkan.
"Memang, kamu tak ada sangkut-pautnya dengan kami. Tapi, Paman mu lah yang menjual mu pada kami.""Jika aku tak mau gimana?" tantang Laura. Ia lebih baik hidup miskin dari pada hidup mewah tapi tak bahagia."Kamu harus mengembalikan uang itu." jawab wanita baya itu sedikit ketus. "Mana ada seorang wanita kampung sanggup membayar uang begitu banyaknya. buat makan saja susah.""Maaf, Nyonya. Walaupun saya wanita kampung tapi saya masih punya harga diri tak seperti yang kalian pikirkan tentang ku.""Kamu harus menerimanya. Dan itu aturan sudah kami sepakati." sahut Devan memutuskan. Ia pun berdiri dari sofa itu bersama sang istri."Tidak bisa begitu, Tuan. Saya bukan mesin pencetak anak sesuka hati kalian. Aku mau pergi dari sini dan ceraikan aku sekarang juga!" pinta Laura.Devan pun melepaskan rangkulan Nesya, lalu membalikkan tubuhnya. Ia menatap istri kecilnya itu dengan tatapan tajam. Ia melangkah menghampiri Laura, lalu mencengkram dagu istri kecilnya itu sudah berani membantahnya."Aku akan menceraikanmu, ketika kamu berhasil memberikanku keturunan!" ucap Devan menghempaskan tubuh Laura ke atas sofa. Setelah melakukan hal itu Devan pergi tak menghiraukan semua orang.
Tubuh Laura terasa sakit, ia tak menyangka jika suaminya itu akan berbuat kasar padanya di depan istri pertama dan wanita baya tersebut sedang mengejeknya.Wanita baya dan Nasya tersenyum sinis, ia pun pergi begitu saja tanpa menghiraukan Laura sedikit merasakan sakit akibat ulah suaminya."Seharusnya kamu bersyukur datang ke rumah ini untuk dijadikan ratu sementara, tapi apa yang kamu lakukan tadi membuat suami ku murka." cetus Nasya menarik tangan ibu mertuanya untuk pergi dari sini...."Mas, terus gadis itu gimana?" tanya Nasya kesal dengan sikap gadis itu seolah menolak apa yang diinginkannya."Mau gimana lagi, Sya. Kita lihat saja nanti.""Jangan sampai kamu jatuh cinta, Mas. Jika itu terjadi aku tak akan memaafkan kamu," ancam Nasya pada suaminya. ia tak ingin kehilangan suami tercintanya. Jika saja bukan soal keturunan ia juga tak ingin berbagi suami dengan wanita mana pun."Kamu tenang saja ya, kamu cukup percaya padaku." jawab Devan meyakinkan sang istri, bukan karena di paksa oleh kedua orang tuanya ia juga tak mungkin melakukan hal ini."Mas," panggil Nasya dengan manjanya bergelayut di pangkuan suaminya sedang duduk di sofa."Hem, apa?" tanya Devan mengelus rambut sang istri penuh cinta."Aku pengen tas keluaran terbaru, bagus banget loh, Mas." rayu Nasya, ia percaya jika suaminya tak menolak apa yang diinginkannya.Devan mengambil dompetnya, ia keluarkan kartu kreditnya untuk diberikan pada sang istri."Terima kasih, hubby. Muaaaach... I love you so much." ucap Nasya senang banget. Ia pun bangun dari pangkuan suaminya lalu bergegas keluar untuk membeli tas incarannya.Devan hanya diam dan melihat kelakuan Nesya. Sejak beberapa bulan lalu, istri pertamanya itu memang berubah. Dia jadi lebih suka keluar dan menghamburkan uang.
"Van, kenapa kamu terus manjain istri mu itu, sudah ku bilang jangan berlebihan." ucap Mamah Linda yang baru masuk ke kamar Devan.
"Sudah lah, Mah. Jangan diperbesar selagi Devan sanggup untuk membelinya.""Terus saja kamu bilang gitu." Mamah Linda melipat tangannya di dada. "Gara-gara kamu Nasya sekarang berubah sering melawan sama Mama.""Itu juga kesalahan Mama, kan. Jika saja Mama tak ceroboh mungkin anak Devan akan lahir, Mama akan mendapatkan seorang cucu. Tapi apa sekarang?!""Mama kan tak sengaja, Van! Namanya juga musibah kan," Mama Linda membela diri. "Terus dengan gadis itu gimana?" dia ingin tahu apa yang akan dilakukan putranya demi mendapatkan keturunan dari darah dagingnya.
"Lihat nanti saja." jawab Devan sambil memijat dahi. Pikirannya sedang bercabang antara pekerjaan yang semakin menumpuk dan masalah keluarganya ini.
Laura terus memikirkan ucapan Devan tadi berjam-jam di kamarnya. Dia baru bisa bercerai jika sudah melahirkan keturunan Devan. Tapi, jika tidak mau menuruti hal itu, Laura harus membayar 2 miliar.Laura kelelahan memikirkan hal tersebut sampai akhirnya tertidur. Ia baru bangun pukul 10 malam, ketika perutnya keroncongan.."Lapar sekali." ucap Laura ingin keluar dari dalam kamarnya. Tapi ia berhenti sejenak takut orang itu masih di rumah ini."Biarkan saja aku tak perduli." tekad Laura, ia lebih mementingkan perutnya di bandingkan orang-orang itu terus mendesaknya."Sedang apa kamu?" tanya Devan mengangetkan Laura hendak ingin membuat mie instan."Apa Tuan tidak lihat saya sedang memasak mie." jawab Laura menunjukkan mie instan yang akan ia masak."Emang tak ada makanan?" tanya Devan, ia tak suka ada orang memakan makanan instan."Ada, aku maunya ini." jawab Laura melawan, ia tak ingin terus di tekan di anggap lemah."Jangan sering-sering itu tak baik untuk kesehatan."Laura lagi tak m
"Mas Devan, ngapain ada di depan kamar ku?" Laura terkejut dengan menampakkan suatu ada di depan pintu kamarnya.Setelah dipikirkan lagi, dia ternyata sudah gila karena kepikiran ingin pasrah saja. Jadi, ia berniat ingin kabur dari rumah itu diam-diam, tapi Devan sudah lebih dulu menghadang jalannya."Mau ke mana lagi?" tanya Devan memasukkan kedua tangannya ke saku celana tidurnya.Laura gugup untuk menjawab pertanyaan dari suaminya, ia pun memberanikan diri melihat ke arah suami yang sedang menatapnya."Mau minum, aku haus." jawab Laura beralasan seperti itu, ia tak mungkin mengatakan jujur tentang niatnya untuk kabur dari rumah ini.Tanpa minta persetujuan dari istrinya Devan menarik tangan Laura, lagi-lagi Laura dibuat seenaknya oleh suaminya terus saja memaksa."Mau ke mana?" tanya Laura sedikit meronta ingin di lepaskan. Ia tak ingin bersama suaminya."Katanya mau minum." tanya Devan sudah sampai di ruang dapur.Laura lega, ia pikir jika dirinya akan di bawa entah kemana membua
"Punya dua mantu semuanya gak ada yang beres." gumam mama Linda memijit keningnya terasa pusing melihat kelakuan kedua mantunya tak ada yang beres."Kamu cepat kemari," titah mama Linda melihat Laura masih saja berdiri di anak tangga sedang menatapnya.Laura malas sekali menghampiri ibu mertuanya selalu memperlakukan tak pernah baik. Ingin rasanya ia pergi dari di sini menikmati kedamaian hidup seorang diri tanpa ada gangguan dari siapa pun.Ia kangen dengan kehidupan yang dulu begitu bahagia bersama dengan orang tuanya. Kini tinggal kenangan kedua orang tuanya pergi meninggalkannya dengan cara tak wajar."Bu, Pak. Laura kangen." lirih Laura meneteskan air matanya. rasanya ia belum sanggup untuk menghadapi cobaan seperti ini."Bereskan makanan ini, saya mau pergi." titah ibu mertuanya sudah pusing tujuh keliling menghadapi kedua mantunya itu. Dirinya butuh menenangkan diri agar tak stres menghadapi kedua mantunya itu.Mama Linda membalikkan badannya menatap kearah Laura hendak membere
Brukkkk....Laura terjatuh di rumput hijau berada di samping halaman tempat dirinya di hukum oleh ibu mertuanya. perutnya kosong di tambah keadaan sedang tak memungkinkan harus menjalani hukuman tersebut.Beberapa menit masih bertahan dengan tatapan mulia berkurang, Laura terus saja mempertahankan keseimbangan agar tak jatuh. Tapi kenyataannya ia tak sekuat yang ia pikirkan, tubuhnya mulai bergetar menahan rasa lapar dari semalam."Laura,"pekik Devan baru saja sampai di rumah di kejutkan melihat keadaan istrinya itu sudah terkapar di tanah.Devan pun menggendong istrinya itu untuk masuk kedalam kamarnya. Ia letakkan tubuh istrinya lalu keluar untuk meminta tolong."Van, kamu sudah pulang?" tanya mamanya melihat putranya sudah pulang cepat.Devan tak menjawab pertanyaan dari mamanya, ia memerintahkan pada pelayan untuk memanggil dokter pribadi."Siapa yang sakit, Van?" tanya mama Linda belum mengetahui jika mantunya sudah ambruk akibat hukumannya."Mama yang menghukum Laura!" tanya Dev
"Belagu banget kamu, seharusnya kamu wanita beruntung di nikahi putra ku dari wanita di luaran sana mengantri untuk menjadi istrinya." "Kenapa gak wanita itu saja yang di jadikan mantu untuk memberikan keturunan buat, nyonya. kenapa harus saya." Mama Linda mulai geram dengan sikap mantunya terus saja melawan omongannya di tambah keras kepalanya tak mau mengandung benih dari Devan."Karena kamu sudah di jual oleh Paman mu sendiri." ucap Mama Linda mengingatkan apa yang sudah terjadi."Tapi saya tak menerima uang tersebut, Nyonya. Sepeserpun saya tak menerima uang tersebut." elak Laura. "Itu bukan urusan ku, yang terpenting kamu harus bisa memberikan ku cucu atau tidak--,""Atau tidak apa?" tanya Laura menanti perkataan selanjutnya yang di gantung oleh ibu mertuanya."Kamu akan menyesal seumur hidup tak menuruti kemauan kami." setelah menakuti Laura mama Linda pun bergegas pergi. Ia biarkan mantunya itu untuk memikirkan penawaran yang ia tawarkan tadi. Tidak apa mengeluarkan uang bany
"Panas," gumam Laura, tubuhnya merasakan hal yang aneh belum pernah ia rasakan seumur hidupnya. Rasa aneh langsung di rasakan oleh laura manakala tubuhnya panas padahal jelas di kamar nya full AC.Laura memejamkan kedua matanya, ia tak mengerti dengan kondisinya sedang tidak baik-baik saja.Hawanya begitu panas menjalar seluruh tubuhnya. Sehingga dirinya butuh air dingin untuk menyelam tubuh terasa semakin panas.Tak hanya itu, dadanya berdegup kencang. Laura mulai mengigit bibir bawahnya manakala hasratnya semakin memuncak secara tiba-tiba.Devan tersenyum bahagia karena rencananya dan sang istri sepertinya berjalan lancar, istri keduanya itu mulai merasakan gelagat aneh.Ia yakin istri kecilnya itu akan menghampirinya meminta belaian dan sentuhan dari obat perangsang berdosis tunggi. Dengan cara itu Laura tak akan menolaknya ketika ia menyentuh tubuh tersebut."Panas," gumam Laura lagi meremas tubuhnya semakin tak bisa ia kendalikan.Devan pun menghampiri bertanya pada istri keciln
Keesokan harinya langit menampakkan warna biru cerah secerah matahari yang menyinari nya. Tapi tidak dengan hati Laura masih merasakan sakit luar biasa.Ia sampai mengurung diri di dalam kamar setelah kejadian kemarin, tubuhnya masih merasakan sakit ulah suami brengsek nya itu.Semakin besar kebencian Laura terhadap Devan Prayoga dan madunya tersebut. Ia tak sengaja mendengar percakapan mereka tentang kejadian di mana dirinya telah di jebak agar bisa mengandung benih Devan.Lagi lagi Laura menangis dengan pilunya, ia tak menyangka dengan nasibnya seperti ini.Bangkit dari keterpurukannya, ia mungkin terus begini di saat mereka berhasil dengan rencananya. Laura menatap wajah di dalam cermin berukuran sedang berada di dalam kamar mandi. ia menatap wajahnya sedikit sembab akibat semalaman menangis.Merindukan sosok kedua orang tuanya sudah lebih dulu meninggalkannya.Ketukan pintu terus saja berbunyi tanpa hentinya membuat Laura terasa muak dengan semua ini. Dengan terpaksa ia pun membu
Laura hanya terdiam tak menanggapi perkataan dari suaminya tersebut, ia sampai di di buat kaget dengan tindakan suaminya tersebut."Hey, apa-apaan."sentak Laura di gendong menuju ranjangnya. Ia terkejut dengan tindakan Devan terhadapnya."Mangkana diam," ucap Devan, entah kenapa akhir-akhir ini ia hanya ingin dekat-dekat dengan istri kedua."Aku tak mau, keluar." usir Laura rasanya ia mulai sekali dengan sikap suaminya sekarang. "Ini rumah ku. Apapun yang ku lakukan itu terserah ku." ucap Devan dengan tegasnya tak ingin di bantah oleh istri kecilnya.Laura mengepalkan tangannya, ia semakin benci pada sosok suaminya yang egois tak pernah mengerti dengan perasaannya saat ini. Berkali-kali mencoba untuk kabur dari rumah ini pun ujung-ujungnya selalu gagal, dan pada akhirnya hanya bisa pasrah dalam keadaan seperti ini."Kamu lagi mikirin apa? Kabur lagi? Jangan berharap kamu bisa keluar dari rumah ini." ucap Devan sepertinya tahu dengan isi kepala istri kecilnya.Laura tak menimpali omon