Laura terus memikirkan ucapan Devan tadi berjam-jam di kamarnya. Dia baru bisa bercerai jika sudah melahirkan keturunan Devan. Tapi, jika tidak mau menuruti hal itu, Laura harus membayar 2 miliar.
Laura kelelahan memikirkan hal tersebut sampai akhirnya tertidur. Ia baru bangun pukul 10 malam, ketika perutnya keroncongan..
"Lapar sekali." ucap Laura ingin keluar dari dalam kamarnya. Tapi ia berhenti sejenak takut orang itu masih di rumah ini.
"Biarkan saja aku tak perduli." tekad Laura, ia lebih mementingkan perutnya di bandingkan orang-orang itu terus mendesaknya."Sedang apa kamu?" tanya Devan mengangetkan Laura hendak ingin membuat mie instan."Apa Tuan tidak lihat saya sedang memasak mie." jawab Laura menunjukkan mie instan yang akan ia masak."Emang tak ada makanan?" tanya Devan, ia tak suka ada orang memakan makanan instan."Ada, aku maunya ini." jawab Laura melawan, ia tak ingin terus di tekan di anggap lemah."Jangan sering-sering itu tak baik untuk kesehatan."Laura lagi tak memperdulikan suaminya itu melarang keinginannya. Ia tetap saja memasak. Dan setelah jadi, ia membawanya ke meja makan. Namun yang terjadi, suaminya itu malah mengambil mie buatannya dengan cara paksa."Saya tak mengizinkan mu untuk makan seperti ini." ucap Devan melemparkan mie tersebut sampai berserakan di lantai dengan mie masih panas.
Prangg.....Laura tersentak dengan perlakuan suaminya itu, ia tak menyangka akan melakukan hal itu di depan matanya hingga perut keroncongan nya tiba-tiba ilang."Apa kamu tak mendengarnya," sentak Devan dengan tatapan tajam. "Cepat bereskan. Aku tak mau bantahan!"Laura mendongakkan kepalanya menatap ke arah suaminya itu. Ia tak suka terus saja diperlakukan tak seperti istrinya melainkan lawannya."Aku bukan pembantu mu, aku ini istri mu!" teriak Laura tak mau kalah."Jadi, kamu sudah mengakui kalau kamu istriku?" Devan balik bertanya.
Laura tidak menjawab, hanya mengalihkan pandangannya.
"Cepat bereskan," kata Devan lagi sambil beranjak dari dapur.
"Ceraikan aku sekarang juga!" ulang Laura untuk kesekian kalinya. "Kenapa harus menunggu aku memberikan anak! Anda salah menilai ku aku tak akan memberikan apa yang kalian inginkan."Devan berbalik, lalu menarik tangan Laura hingga ke dalam kamar. Ia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang miliknya dengan tatapan tajam. Satu persatu pakaian yang di pakai Devan di lepaskan dengan begitu hingga membuat Laura mengidik ngeri.
"Mau apa kamu?!" tanya Laura dengan suara bergetar.Ia takut melihat suaminya itu melepaskan satu persatu pakaian di depan matanya hingga memperlihatkan tubuh sempurna milik suaminya itu. Bukan hanya itu yang Laura pikirkan, ia takut suaminya itu melakukan kekerasan dan hal yang lebih.
Laura pun turun dari ranjangnya ingin pergi dari kamar ini untuk pergi dari sini. Namun, niatnya terbaca oleh Devan hingga menarik tubuhnya ke atas ranjang lagi. Devan mengungkung tubuh Laura terus memberontak tak ingin lagi seperti ini."Lepas, aku akan teriak jika kamu melakukan hal ini pada ku." ancam Laura agar Devan menghentikan niatnya."Teriak saja tak akan ada yang menolongmu. Kamar ini kedap suara." bisik Devan meresap tengkuk Laura serasa harum. Devan merasakan hal berbeda yang dirasakan sekarang dengan istri kecilnya."Lepas, ku mohon...." lirih Laura memohon. ia tak mau memberikan hak suaminya dengan cara seperti ini.Ia belum siap untuk melakukan hal itu. Air matanya meleleh semakin banyak. Ia pun menggigit bibirnya kuat-kuat, karena takut Devan akan memukulnya jika dia menangis.
"Kenapa?" tanya Devan sambil menatap tajam Laura. Dia terdengar sangat geram.
Laura menggelengkan kepalanya, ia benar-benar belum siap walaupun halal baginya untuk melayani suaminya dengan baik.Devan menggeram, lalu pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi. Dia juga memakai kembali bajunya, sebelum keluar dari kamar Laura sambil membanting pintu kamar..
.."Mas... buka pintunya...."
Devan mendengar suara Nesya dari balik pintu kamar. Begitu dibuka, Nesya langsung terhuyung ke arahnya. Tercium bau alkohol dari mulut istri pertamanya itu.
"Kamu mabuk lagi?" tanya Devan sambil membawa Nesya duduk di pinggir ranjang.
"Enggak, Mas. Aku baru nginap di rumah temanku," jawab Nesya sambil terkekeh.
Devan tidak begitu percaya. Sudah pasti Nesya habis mabuk-mabukan dengan teman-temannya.
Devan pun melepaskan sepatu heels, dan pakaian Nesya, lalu membantunya untuk tidur. Ia juga merebahkan tubuhnya di samping Nesya. Ia menatap wajah istrinya itu dengan tatapan berbeda. Devan mendekat lalu mencium kening istrinya dengan penuh lembut.
"Kamu kenapa sih, Sya. Jadi seperti ini." gumam Devan.Devan pun memejamkan matanya, dan memeluk istrinya penuh kehangatan.Devan membuang napasnya, ia tak menyangka jika sang istri mulai berubah ketika kejadian di mana istrinya harus kehilangan bayinya untuk selamanya akibat benturan keras di perut oleh keteledoran sang Mama .
"Maafkan aku, Sya. Kamu jadi begini gara-gara aku." lirih Devan mengusap wajah istrinya, ia pun pergi keluar untuk menenangkan hatinya.Memutuskan untuk menikah lagi karena satu alasan yaitu untuk mengembalikan senyum dan keceriaan Nasya. Ia pun bergegas mencari seorang gadis untuk di sewa rahimnya agar bisa melahirkan keturunannya dan mengembalikan senyum di wajah istrinya."Aku kangen Nasya dulu selalu ceria dan manja," gumam Devan, ia pun masuk kembali menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya.Namun, ketika bercermin entah kenapa bayang-bayang wajah Laura ada di depannya."Kenapa dengan ku?" gumam Devan menggelengkan kepalanya, ia pun keluar lalu menghampiri istrinya sudah terlelap tidur.
"Mas Devan, ngapain ada di depan kamar ku?" Laura terkejut dengan menampakkan suatu ada di depan pintu kamarnya.Setelah dipikirkan lagi, dia ternyata sudah gila karena kepikiran ingin pasrah saja. Jadi, ia berniat ingin kabur dari rumah itu diam-diam, tapi Devan sudah lebih dulu menghadang jalannya."Mau ke mana lagi?" tanya Devan memasukkan kedua tangannya ke saku celana tidurnya.Laura gugup untuk menjawab pertanyaan dari suaminya, ia pun memberanikan diri melihat ke arah suami yang sedang menatapnya."Mau minum, aku haus." jawab Laura beralasan seperti itu, ia tak mungkin mengatakan jujur tentang niatnya untuk kabur dari rumah ini.Tanpa minta persetujuan dari istrinya Devan menarik tangan Laura, lagi-lagi Laura dibuat seenaknya oleh suaminya terus saja memaksa."Mau ke mana?" tanya Laura sedikit meronta ingin di lepaskan. Ia tak ingin bersama suaminya."Katanya mau minum." tanya Devan sudah sampai di ruang dapur.Laura lega, ia pikir jika dirinya akan di bawa entah kemana membua
"Punya dua mantu semuanya gak ada yang beres." gumam mama Linda memijit keningnya terasa pusing melihat kelakuan kedua mantunya tak ada yang beres."Kamu cepat kemari," titah mama Linda melihat Laura masih saja berdiri di anak tangga sedang menatapnya.Laura malas sekali menghampiri ibu mertuanya selalu memperlakukan tak pernah baik. Ingin rasanya ia pergi dari di sini menikmati kedamaian hidup seorang diri tanpa ada gangguan dari siapa pun.Ia kangen dengan kehidupan yang dulu begitu bahagia bersama dengan orang tuanya. Kini tinggal kenangan kedua orang tuanya pergi meninggalkannya dengan cara tak wajar."Bu, Pak. Laura kangen." lirih Laura meneteskan air matanya. rasanya ia belum sanggup untuk menghadapi cobaan seperti ini."Bereskan makanan ini, saya mau pergi." titah ibu mertuanya sudah pusing tujuh keliling menghadapi kedua mantunya itu. Dirinya butuh menenangkan diri agar tak stres menghadapi kedua mantunya itu.Mama Linda membalikkan badannya menatap kearah Laura hendak membere
Brukkkk....Laura terjatuh di rumput hijau berada di samping halaman tempat dirinya di hukum oleh ibu mertuanya. perutnya kosong di tambah keadaan sedang tak memungkinkan harus menjalani hukuman tersebut.Beberapa menit masih bertahan dengan tatapan mulia berkurang, Laura terus saja mempertahankan keseimbangan agar tak jatuh. Tapi kenyataannya ia tak sekuat yang ia pikirkan, tubuhnya mulai bergetar menahan rasa lapar dari semalam."Laura,"pekik Devan baru saja sampai di rumah di kejutkan melihat keadaan istrinya itu sudah terkapar di tanah.Devan pun menggendong istrinya itu untuk masuk kedalam kamarnya. Ia letakkan tubuh istrinya lalu keluar untuk meminta tolong."Van, kamu sudah pulang?" tanya mamanya melihat putranya sudah pulang cepat.Devan tak menjawab pertanyaan dari mamanya, ia memerintahkan pada pelayan untuk memanggil dokter pribadi."Siapa yang sakit, Van?" tanya mama Linda belum mengetahui jika mantunya sudah ambruk akibat hukumannya."Mama yang menghukum Laura!" tanya Dev
"Belagu banget kamu, seharusnya kamu wanita beruntung di nikahi putra ku dari wanita di luaran sana mengantri untuk menjadi istrinya." "Kenapa gak wanita itu saja yang di jadikan mantu untuk memberikan keturunan buat, nyonya. kenapa harus saya." Mama Linda mulai geram dengan sikap mantunya terus saja melawan omongannya di tambah keras kepalanya tak mau mengandung benih dari Devan."Karena kamu sudah di jual oleh Paman mu sendiri." ucap Mama Linda mengingatkan apa yang sudah terjadi."Tapi saya tak menerima uang tersebut, Nyonya. Sepeserpun saya tak menerima uang tersebut." elak Laura. "Itu bukan urusan ku, yang terpenting kamu harus bisa memberikan ku cucu atau tidak--,""Atau tidak apa?" tanya Laura menanti perkataan selanjutnya yang di gantung oleh ibu mertuanya."Kamu akan menyesal seumur hidup tak menuruti kemauan kami." setelah menakuti Laura mama Linda pun bergegas pergi. Ia biarkan mantunya itu untuk memikirkan penawaran yang ia tawarkan tadi. Tidak apa mengeluarkan uang bany
"Panas," gumam Laura, tubuhnya merasakan hal yang aneh belum pernah ia rasakan seumur hidupnya. Rasa aneh langsung di rasakan oleh laura manakala tubuhnya panas padahal jelas di kamar nya full AC.Laura memejamkan kedua matanya, ia tak mengerti dengan kondisinya sedang tidak baik-baik saja.Hawanya begitu panas menjalar seluruh tubuhnya. Sehingga dirinya butuh air dingin untuk menyelam tubuh terasa semakin panas.Tak hanya itu, dadanya berdegup kencang. Laura mulai mengigit bibir bawahnya manakala hasratnya semakin memuncak secara tiba-tiba.Devan tersenyum bahagia karena rencananya dan sang istri sepertinya berjalan lancar, istri keduanya itu mulai merasakan gelagat aneh.Ia yakin istri kecilnya itu akan menghampirinya meminta belaian dan sentuhan dari obat perangsang berdosis tunggi. Dengan cara itu Laura tak akan menolaknya ketika ia menyentuh tubuh tersebut."Panas," gumam Laura lagi meremas tubuhnya semakin tak bisa ia kendalikan.Devan pun menghampiri bertanya pada istri keciln
Keesokan harinya langit menampakkan warna biru cerah secerah matahari yang menyinari nya. Tapi tidak dengan hati Laura masih merasakan sakit luar biasa.Ia sampai mengurung diri di dalam kamar setelah kejadian kemarin, tubuhnya masih merasakan sakit ulah suami brengsek nya itu.Semakin besar kebencian Laura terhadap Devan Prayoga dan madunya tersebut. Ia tak sengaja mendengar percakapan mereka tentang kejadian di mana dirinya telah di jebak agar bisa mengandung benih Devan.Lagi lagi Laura menangis dengan pilunya, ia tak menyangka dengan nasibnya seperti ini.Bangkit dari keterpurukannya, ia mungkin terus begini di saat mereka berhasil dengan rencananya. Laura menatap wajah di dalam cermin berukuran sedang berada di dalam kamar mandi. ia menatap wajahnya sedikit sembab akibat semalaman menangis.Merindukan sosok kedua orang tuanya sudah lebih dulu meninggalkannya.Ketukan pintu terus saja berbunyi tanpa hentinya membuat Laura terasa muak dengan semua ini. Dengan terpaksa ia pun membu
Laura hanya terdiam tak menanggapi perkataan dari suaminya tersebut, ia sampai di di buat kaget dengan tindakan suaminya tersebut."Hey, apa-apaan."sentak Laura di gendong menuju ranjangnya. Ia terkejut dengan tindakan Devan terhadapnya."Mangkana diam," ucap Devan, entah kenapa akhir-akhir ini ia hanya ingin dekat-dekat dengan istri kedua."Aku tak mau, keluar." usir Laura rasanya ia mulai sekali dengan sikap suaminya sekarang. "Ini rumah ku. Apapun yang ku lakukan itu terserah ku." ucap Devan dengan tegasnya tak ingin di bantah oleh istri kecilnya.Laura mengepalkan tangannya, ia semakin benci pada sosok suaminya yang egois tak pernah mengerti dengan perasaannya saat ini. Berkali-kali mencoba untuk kabur dari rumah ini pun ujung-ujungnya selalu gagal, dan pada akhirnya hanya bisa pasrah dalam keadaan seperti ini."Kamu lagi mikirin apa? Kabur lagi? Jangan berharap kamu bisa keluar dari rumah ini." ucap Devan sepertinya tahu dengan isi kepala istri kecilnya.Laura tak menimpali omon
"Pergi sana." usir Nasya rasanya tak nyaman berada satu atap dengan Arjun. Ia tak ingin ada satu orang mengetahui hubungan terlarang dengan Arjun."Santai, semua penghuni rumah ini tak akan mengetahuinya, cantik. Cukup datang ke tempat yang aku kirim besok ya." pinta Arjun tersenyum simpul. Ia datang ke rumah ini karena merindukan Nasya.Nasya marah, ia pergi begitu saja tanpa menghiraukan perkataan dari Arjun. Niat untuk mencari keberadaan suaminya ia lupakan begitu saja."Kalau mereka curiga gimana? Gak, gak. Mereka gak boleh tahu tentang hubungan ku dengannya. Aku gak mau Devan marah pada ku.""Devan kemana sih, di hubungi malah gak aktif lagi.." Nasya semakin kesal, ia tak bisa tidur tanpa memeluk suami tercintanya.Di dalam kamar yang berbeda Laura mengintip di sela-sela selimut yang di pakainya, ia hanya ingin memastikan bahwa suaminya itu sudah tertidur pulas. Ia merasa pegal tidur di atas sofa.Di rasa tak ada pergerakan sedikit pun dari tubuh suaminya sedang memunggunginya, L