"Istri," ucap Laura pelan.
"Iya, dia istri ku. Kamu istri kedua ku." jawab Devan dengan santainya tanpa beban sedikitpun apa yang terlontar dari mulutnya.Sakit.Hatinya sakit mendengar pengakuan suaminya ternyata sudah memiliki seorang istri. Bukan hanya dinikahi paksa, ia juga tak menyangka bahwa dirinya dijadikan kedua.Laura ambruk di lantai setelah mendengar kenyataan ini."Jangan berlaga seperti orang tersakiti. Seharusnya kamu senang karena aku akan berikan apa maumu. Cukup menjadi istri yang baik dan menurut." ucap Devan."Kamu sudah kubeli 2 miliar untuk mengandung anak ku." lanjutnya lagi dengan tatapan dingin.Laura menggeleng. "Aku gak menerima uang itu, seharusnya kamu gak bisa kaya gini!"Devan tampak tak peduli dengan teriakan Laura. Dia malah memanggil pelayan untuk mengantarkan Laura ke dalam kamarnya.Dua orang pelayan datang. Satu membawa koper Laura, dan satu lagi membantu Laura untuk berdiri dari lantai. Namun, Laura menolak dan memberontak.
"Lepas, aku gak mau di sini, aku mau pulang!" tolak Laura masih dengan keras kepalanya tak mau mengikuti pelayan tersebut.Dia sudah cukup lelah karena pernikahan mendadak tadi, tapi alih-alih mendengar ucapan lembut dari suaminya, Laura malah kembali dihina. Ia marah, juga sakit hati.
"Bawa dia." Devan memerintahkan pelayan itu untuk menyeret Laura agar tak kabur dari rumah ini.
"Mari Nona saya tunjukkan kamar, Nona." ucap pelayan membungkukkan badannya. pelayan itu terpaksa menarik majikannya demi perintah Tuannya.
Belum satu hari menjadi seorang istri, ia dibuat terkejut dengan kenyataan pahit ini. Laura sudah lelah lahir dan batin.Akhirnya, dengan langkah gontai, ia berjalan menuju kamar untuk beristirahat. Ia ingin marah dan meluapkan kekesalannya tapi melihat tatapan suaminya itu begitu tajam.
Pelayan itu mengantar Laura sampai ke kamar barunya. Ia terlalu lelah untuk menangis di depan Devan, dan menurut saja saat pria itu menyuruh seorang pelayan mengantar Laura. Setelah masuk ke dalam kamar berukuran luas, ia edarkan pandangan melihat sekeliling kamar lumayan besar itu fasilitas lengkap.Laura duduk di pinggiran ranjang berukuran besar. "Berarti aku orang ketiga di antara mereka," ucapnya lagi.Laura menangis tersedu-sedu dengan kehidupan macam apa yang akan ia jalani dengan pria sudah memiliki seorang istri selain dirinya. Jika saja waktu bisa berputar, ia akan menolak keras pernikahan itu tak peduli dengan ancaman dan marahnya pamannya tersebut.Satu jam sudah dirinya menangis dengan derai air matanya terus saja menetes. Laura mengusap wajahnya masih basah. Ia bangun untuk mengganti pakaiannya.Dengan langkah tertatih, ia menghampiri kopernya tersebut untuk mengambil pakaian. Ia meremas kebaya pengantin yang ia pakai dengan kesal dan marah.Kebaya putih yang harusnya menjadi impian para gadis, kini hanya menjadi selembar kain penuh luka untuk Laura. Rasanya, Laura ingin merobek-robek kebaya itu sampai hancur.
Tak ada janji pernikahan tulus, tak ada malam pertama, atau pun malam penuh cinta untuk dirinya sendiri sebagai seorang pengantin baru. Yang ia dapatkan hanya kenyataan sangat menyakitkan.Laura melangkah menuju lemari ingin menyimpan pakaian ke dalam lemari tersebut. Lagi lagi dirinya dibuat tercengang melihat isi lemari baju tersebut."Ini baju siapa? Apa ini baju istrinya?" tebak Laura melihat baju sangat bagus tergantung di lemari pakaian."Tapi, pakaian ini masih baru " gumam Laura melihat label di belakang baju masih ada. Ia pun menutup lemari itu lalu membuka lemari sebelahnya yang kosong, ia meletakkan pakaiannya di tempat itu."Aku kangen... pengen pulang. Ini bukan tempat ku." lirih Laura.Ia lebih baik hidup sederhana asalkan bahagia, dari pada hidup enak tapi hatinya merasakan sakit. Di awal pernikahannya pun entah akan seperti apa jadinya. Ia ingin pergi dari rumah ini tak ingin menjadi orang ketiga di rumah tangganya.Ketukan pintu membuyarkan lamunan Laura. Ia bangun bergegas membukakan pintu kamarnya.Ceklek."Nona ditunggu oleh Tuan Muda sekarang juga di meja makan." titah pelayan itu sambil membungkuk."Bilang pada Tuan mu, aku ingin istirahat," tolak Laura, ia belum bisa berdamai dengan semua ini sudah terjadi padanya.Laura menutup pintunya, lalu merebahkan tubuhnya lagi di atas ranjang tersebut. Hatinya masih sakit dengan semua ini.Lagi-lagi, ketukan pintu tersebut mengalihkan lamunannya. Ia kesal benar-benar ingin menghajar orang tersebut.Laura membuka pintu kamarnya menatap orang yang sama dengan yang tadi memanggilnya."Ada apa lagi?" tanya Laura merasa geram sekali."Tuan tak ingin ada bantahan. Nona sedang ditunggu sekarang." ucap pelayan itu dengan tertunduk."Iya, saya akan ke sana." cetus Laura masuk kedalam kamarnya lagi untuk bersiap turun menemui suaminya.
Laura tidak suka diperintah, apalagi dengan pria sombong seperti suaminya. Jadi, dia harus kabur dari sini. Bukannya dandan cantik untuk bertemu pria itu, Laura malah merapikan kopernya kembali, lalu menyeret kopernya ke luar kamar.
Pelayan yang memanggilnya tampak terkejut ketika Laura membawa koper besar itu. Tapi dia tidak bertanya banyak, dan hanya menunjukkan jalan menuju ruang makan.
Sampai di ruang makan yang ditunjukkan oleh pelayan tadi, Laura berdiri sedikit jauh dari suaminya yang sudah duduk di kursi meja makan. Laura masih memegang kopernya untuk pergi dari sini."Suruh siapa membawa koper itu?" ucap Devan melirik sekilas pada Laura."Aku ingin pergi dari rumah ini.""Kamu tak akan bisa keluar dari rumah ini.""Kenapa tidak bisa?" tanya Laura penasaran apa yang akan terlontar dari mulut suaminya itu."Karena siapa pun sudah masuk ke rumah ini, tak akan bisa keluar kecuali perintah ku."Laura mengepalkan kedua tangannya mendengar kata-kata suaminya seakan dirinya ingin memukul wajah tersebut."Pelayan, ambil kopernya." titah Devan lagi.Pelayan itu pun mengambil koper Laura dengan paksa tak ingin dibantah oleh tuannya itu.Laura sempat memekik, tapi tak ada hasilnya. Akhirnya, dia hanya berdiri di ujung meja makan sambil menatap geram Devan.
"Kenapa berdiri di situ? Apa kamu tak lapar, hah?" sentak Devan tak suka dengan sikap istri barunya itu.Laura tak menjawab. Akhirnya, Laura pun menurutinya keinginan suaminya itu untuk duduk di meja makan. Namun, baru dirinya akan menghempaskan bokongnya di kursi makan suaminya itu mencegahnya untuk duduk."Kamu itu seorang istri kenapa tak peka sama sekali, sih?!" kesal Devan."Saya harus apa?!" tanya Laura ketus."Apa kamu tak ada yang mengajarkan gimana menjadi istri yang baik? Apa kamu pura-pura bodoh?""Tidak ada, saya tinggal pun sendiri, Tuan. Kamu salah menjadikan ku sebagai istri yang baik menurutmu." balas Laura, mendongakkan wajahnya. Ia tak mungkin tertunduk terus tanpa perlawanan dari suaminya yang semena-mena."Sudah mulai berani ya ternyata," ucap Devan dengan tegasnya. Ia pun mengambil nasi beserta lauk pauk sendiri."Tuan salah menikah dengan saya, karena saya bukan wanita yang akan suruh sesuai mau Tuan." sindir Laura.Laura mungkin tadi takut, tapi semakin lama sikap Devan semakin menyebalkan. Laura tidak akan takut lagi. Jika saja ia mendapatkan kemarahan dari suaminya itu malah bagus dan dirinya akan diceraikan sekarang juga.Devan malah tak memperdulikan perkataan dari istri keduanya itu, ia mengambil makanannya sendiri tanpa harus menunggu untuk dilayani oleh Laura."Kalau Tuan tidak suka dengan sikap saya, silahkan ceraikan saya sekarang juga!"
Makan malam dalam keheningan hanya terdengar garpu dan sendok saling bersahutan, Devan melirik kearah istri kecil itu sedang fokus pada makanannya tanpa di sentuh sedikit pun."Apa kamu tidak lapar?" tanya Devan."Tidak," jawab Laura masih saja mengaduk makanannya.Tawaran Laura semalam hanya dibalas senyuman sinis dari Devan, sebelum pria itu meninggalkan ruang makan. Dia tidak peduli Laura makan dengan baik atau tidak.Sikap dingin dan kejam nya itu membuat Laura kembali ingin menangis. Laura merindukan kehidupan yang dulu penuh kedamaian walaupun hidup seorang diri tapi ia merasakan kebahagiaan aman dan nyaman. Tidak sekarang sepertinya hidupnya tak akan baik-baik saja.Semua air mata yang dikeluarkannya itu tanpa sadar membuatnya tertidur begitu saja di kamarnya. "Bangun!"Laura mengerjapkan kedua matanya. Dari mana datangnya wanita ini? Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi, dan dirinya dikagetkan oleh seorang wanita cantik anggun datang ke kamar ku tanpa mengetuk pintu terlebih da
Laura terus memikirkan ucapan Devan tadi berjam-jam di kamarnya. Dia baru bisa bercerai jika sudah melahirkan keturunan Devan. Tapi, jika tidak mau menuruti hal itu, Laura harus membayar 2 miliar.Laura kelelahan memikirkan hal tersebut sampai akhirnya tertidur. Ia baru bangun pukul 10 malam, ketika perutnya keroncongan.."Lapar sekali." ucap Laura ingin keluar dari dalam kamarnya. Tapi ia berhenti sejenak takut orang itu masih di rumah ini."Biarkan saja aku tak perduli." tekad Laura, ia lebih mementingkan perutnya di bandingkan orang-orang itu terus mendesaknya."Sedang apa kamu?" tanya Devan mengangetkan Laura hendak ingin membuat mie instan."Apa Tuan tidak lihat saya sedang memasak mie." jawab Laura menunjukkan mie instan yang akan ia masak."Emang tak ada makanan?" tanya Devan, ia tak suka ada orang memakan makanan instan."Ada, aku maunya ini." jawab Laura melawan, ia tak ingin terus di tekan di anggap lemah."Jangan sering-sering itu tak baik untuk kesehatan."Laura lagi tak m
"Mas Devan, ngapain ada di depan kamar ku?" Laura terkejut dengan menampakkan suatu ada di depan pintu kamarnya.Setelah dipikirkan lagi, dia ternyata sudah gila karena kepikiran ingin pasrah saja. Jadi, ia berniat ingin kabur dari rumah itu diam-diam, tapi Devan sudah lebih dulu menghadang jalannya."Mau ke mana lagi?" tanya Devan memasukkan kedua tangannya ke saku celana tidurnya.Laura gugup untuk menjawab pertanyaan dari suaminya, ia pun memberanikan diri melihat ke arah suami yang sedang menatapnya."Mau minum, aku haus." jawab Laura beralasan seperti itu, ia tak mungkin mengatakan jujur tentang niatnya untuk kabur dari rumah ini.Tanpa minta persetujuan dari istrinya Devan menarik tangan Laura, lagi-lagi Laura dibuat seenaknya oleh suaminya terus saja memaksa."Mau ke mana?" tanya Laura sedikit meronta ingin di lepaskan. Ia tak ingin bersama suaminya."Katanya mau minum." tanya Devan sudah sampai di ruang dapur.Laura lega, ia pikir jika dirinya akan di bawa entah kemana membua
"Punya dua mantu semuanya gak ada yang beres." gumam mama Linda memijit keningnya terasa pusing melihat kelakuan kedua mantunya tak ada yang beres."Kamu cepat kemari," titah mama Linda melihat Laura masih saja berdiri di anak tangga sedang menatapnya.Laura malas sekali menghampiri ibu mertuanya selalu memperlakukan tak pernah baik. Ingin rasanya ia pergi dari di sini menikmati kedamaian hidup seorang diri tanpa ada gangguan dari siapa pun.Ia kangen dengan kehidupan yang dulu begitu bahagia bersama dengan orang tuanya. Kini tinggal kenangan kedua orang tuanya pergi meninggalkannya dengan cara tak wajar."Bu, Pak. Laura kangen." lirih Laura meneteskan air matanya. rasanya ia belum sanggup untuk menghadapi cobaan seperti ini."Bereskan makanan ini, saya mau pergi." titah ibu mertuanya sudah pusing tujuh keliling menghadapi kedua mantunya itu. Dirinya butuh menenangkan diri agar tak stres menghadapi kedua mantunya itu.Mama Linda membalikkan badannya menatap kearah Laura hendak membere
Brukkkk....Laura terjatuh di rumput hijau berada di samping halaman tempat dirinya di hukum oleh ibu mertuanya. perutnya kosong di tambah keadaan sedang tak memungkinkan harus menjalani hukuman tersebut.Beberapa menit masih bertahan dengan tatapan mulia berkurang, Laura terus saja mempertahankan keseimbangan agar tak jatuh. Tapi kenyataannya ia tak sekuat yang ia pikirkan, tubuhnya mulai bergetar menahan rasa lapar dari semalam."Laura,"pekik Devan baru saja sampai di rumah di kejutkan melihat keadaan istrinya itu sudah terkapar di tanah.Devan pun menggendong istrinya itu untuk masuk kedalam kamarnya. Ia letakkan tubuh istrinya lalu keluar untuk meminta tolong."Van, kamu sudah pulang?" tanya mamanya melihat putranya sudah pulang cepat.Devan tak menjawab pertanyaan dari mamanya, ia memerintahkan pada pelayan untuk memanggil dokter pribadi."Siapa yang sakit, Van?" tanya mama Linda belum mengetahui jika mantunya sudah ambruk akibat hukumannya."Mama yang menghukum Laura!" tanya Dev
"Belagu banget kamu, seharusnya kamu wanita beruntung di nikahi putra ku dari wanita di luaran sana mengantri untuk menjadi istrinya." "Kenapa gak wanita itu saja yang di jadikan mantu untuk memberikan keturunan buat, nyonya. kenapa harus saya." Mama Linda mulai geram dengan sikap mantunya terus saja melawan omongannya di tambah keras kepalanya tak mau mengandung benih dari Devan."Karena kamu sudah di jual oleh Paman mu sendiri." ucap Mama Linda mengingatkan apa yang sudah terjadi."Tapi saya tak menerima uang tersebut, Nyonya. Sepeserpun saya tak menerima uang tersebut." elak Laura. "Itu bukan urusan ku, yang terpenting kamu harus bisa memberikan ku cucu atau tidak--,""Atau tidak apa?" tanya Laura menanti perkataan selanjutnya yang di gantung oleh ibu mertuanya."Kamu akan menyesal seumur hidup tak menuruti kemauan kami." setelah menakuti Laura mama Linda pun bergegas pergi. Ia biarkan mantunya itu untuk memikirkan penawaran yang ia tawarkan tadi. Tidak apa mengeluarkan uang bany
"Panas," gumam Laura, tubuhnya merasakan hal yang aneh belum pernah ia rasakan seumur hidupnya. Rasa aneh langsung di rasakan oleh laura manakala tubuhnya panas padahal jelas di kamar nya full AC.Laura memejamkan kedua matanya, ia tak mengerti dengan kondisinya sedang tidak baik-baik saja.Hawanya begitu panas menjalar seluruh tubuhnya. Sehingga dirinya butuh air dingin untuk menyelam tubuh terasa semakin panas.Tak hanya itu, dadanya berdegup kencang. Laura mulai mengigit bibir bawahnya manakala hasratnya semakin memuncak secara tiba-tiba.Devan tersenyum bahagia karena rencananya dan sang istri sepertinya berjalan lancar, istri keduanya itu mulai merasakan gelagat aneh.Ia yakin istri kecilnya itu akan menghampirinya meminta belaian dan sentuhan dari obat perangsang berdosis tunggi. Dengan cara itu Laura tak akan menolaknya ketika ia menyentuh tubuh tersebut."Panas," gumam Laura lagi meremas tubuhnya semakin tak bisa ia kendalikan.Devan pun menghampiri bertanya pada istri keciln
Keesokan harinya langit menampakkan warna biru cerah secerah matahari yang menyinari nya. Tapi tidak dengan hati Laura masih merasakan sakit luar biasa.Ia sampai mengurung diri di dalam kamar setelah kejadian kemarin, tubuhnya masih merasakan sakit ulah suami brengsek nya itu.Semakin besar kebencian Laura terhadap Devan Prayoga dan madunya tersebut. Ia tak sengaja mendengar percakapan mereka tentang kejadian di mana dirinya telah di jebak agar bisa mengandung benih Devan.Lagi lagi Laura menangis dengan pilunya, ia tak menyangka dengan nasibnya seperti ini.Bangkit dari keterpurukannya, ia mungkin terus begini di saat mereka berhasil dengan rencananya. Laura menatap wajah di dalam cermin berukuran sedang berada di dalam kamar mandi. ia menatap wajahnya sedikit sembab akibat semalaman menangis.Merindukan sosok kedua orang tuanya sudah lebih dulu meninggalkannya.Ketukan pintu terus saja berbunyi tanpa hentinya membuat Laura terasa muak dengan semua ini. Dengan terpaksa ia pun membu