Share

Rencana

Bab 2

(PoV Aldi)

"Aku mau membalik nama sertifikat rumah ini jadi namamu, sayang," jawabku. Padahal aku ingin membalik nama sertifikat rumah yang aku belikan kemarin dengan nama ibu saja. Aku harus bisa bermain cerdik.

"Beneran Mas?" mata Silvi berbinar senang. 

Tunggu kamu Silvi. Kamu yang akan pergi dari rumahku dan aku ceraikan.

"Besok kamu cukup tanda tangan aja, biar Mas yang mengurus ke notaris."

"Kenapa aku tidak ikut, Mas?" tanya Silvi.

Banyak tanya dia, aku harus bisa menyembunyikan rencana ini dengan baik. Aku butuh tanda tangan Silvi di surat kuasa permohonan.

"Kamu kan harus ikut mengurus acara pernikahan Nadia sayang,"

"Benar juga kamu Mas, aku juga sangat repot nanti. Semua antusias dengan pernikahan ini, kami besok akan membuat seragam pernikahan. Baju untuk Ibumu juga Mas, agar kita bisa seragaman nanti." ujar Silvi bercerita akan membuatkan ibu juga. 

Istriku ternyata sangat pandai bersilat lidah, pantas aku tertipu karena ucapannya yang manis tapi menusuk di belakang. 

"Oiya Mas, tadi aku juga masakin Ibu sup ayam. Lahap banget makannya,"

"Sepertinya ibuku makin bahagia ya sayang, punya menantu seperti kamu?" ucapku pura-pura kagum dengan kebohongan yang sedang di karang oleh Silvi.

"Alhamdulillah Mas, ibu juga pernah bilang begitu. Merasa beruntung mempunyai menantu aku, dan menganggap nya seperti putri kandungnya sendiri. Seneng banget aku mas, dan bahagia punya mertua baik!" 

Silvi kemudian memeluk lenganku, dan bersandar. Semakin muak mendengar kebohongan perempuan ini. 

___

Silvi tertidur. Aku pergi ke kamar Ibu. 

Ibu tertidur pulas, bulir bening mengalir ikut merasakan penderitaan Ibu yang di siksa oleh menantunya sendiri yaitu istriku. 

Perempuan yang aku nikahi selama 5 bulan ini. Dan selama itu juga Silvi menyiksa Ibu. Untung aku sudah mengetahuinya, sebelum pernikahanku ini berlangsung lama. Dan Silvi belum hamil. 

"Bu," aku membangunkan ibu. 

Beliau mengerjapkan mata.

"Aldi," ucap Ibu tersenyum melihatku. 

Ibu kemudian duduk.

"Kamu kenapa belum tidur?" tanya Ibu.

"Aldi tak bisa tidur memikirkan Ibu, kenapa ibu tak menceritakan perbuatan Silvi?" 

"Apa maksudmu Nak?"

"Ibu jangan menutupi perbuatan istriku, dia sudah membuat ibu menderita kan. Memberi ibu nasi basi, dan makanan sisa darinya?" cecarku.

Raut wajah Ibu tampak ragu ingin bercerita, aku terus mendesaknya. Segitu takutkan ibuku pada Silvi. Entah apa yang dia membuat ibu bungkam.

"Jangan salahkan Silvi," ucap Ibu wajahnya terlihat khawatir dan ketakutan.

"Aku akan ceraikan dia,"

"Jangan, Di,"

"Kenapa Bu, apa yang membuat ibu takut? Aku akan ceraikan dia, tidak ingin mempunyai istri yang tidak bisa menyayangi ibuku. Dan memperlakukan ibu seperti pembantu,"

"Tapi ibu mohon jangan ceraikan dia, pasti Silvi akan berubah. Dia kan baru jadi menantu," 

Aki bingung dengan permintaan ibu. Aku harus mengetahui apa sebabnya ibu membela Silvi.

**

Aku menuju ruang makan. 

"Makan jangan ambil banyak! Masih untung kamu bisa makan enak jika pagi, karena Mas Aldi belum berangkat kerja!" ujar Silvi ketus. 

Aku berjalan dan duduk di salah satu kursi.

"Mas, kamu?" wajah Silvi menegang ketika melihatku yang datang. 

"Sarapanku sayang," ucapku.

"Iya Mas, aku ambilkan ya," jawabnya dan kembali tersenyum. 

"Bu, Mbak Rania akan datang kemari. Dia akan tinggal bersama kita," ujarku.

"Apa?" sahut Silvi yang terkejut.

"Iya Mbakku akan datang, mungkin sebentar lagi. Kamu keberatan sayang?"

"Enggak dong Mas, kan jadi rame," jawab Silvi dengan memaksakan senyumnya.

Tentu dia terkejut karena aku akan meminta kakakku untuk tinggal bersama kami. Kakakku seorang janda, yang di tinggal suaminya karena berselingkuh dengan perempuan lain.

Aku dulu membantu biaya untuk Mbak Rania membangun rumah, tapi rumah itu di tempati mantan suaminya bersama istri baru Mas Ferdi nama mantan suami mbak Rania. 

Sekarang Mbak Rania mengontrak rumah, sudah kubujuk tinggal bersama kami karena rumahku luas dan banyak kamar. 

Tapi mbak Rania selalu menolak, karena merasa sungkan padaku telah banyak membantunya. Padahal aku sama sekali tidak merasa keberatan justru merasa kasihan pada Kakakku yang setiap hari hanya berjualan kue, dia tak seberuntung aku bisa kuliah. Karena itu setiap bulan, aku selalu memberi uang Hafiz keponakanku dan Mbak Rania tak bisa menolak.

**

"Sayang, dimana sertifikat rumah yang aku belikan untukmu?" tanyaku. Karena tak menemukan sertifikat rumah itu,  aku yakin menyimpan di lemari ini.

"Sertifikat itu,"

"Dimana?" tanyaku.

"Di simpan oleh Mama Mas, karena kan sudah jadi milikku," 

Bagaimana aku bisa membalik nama, jika sertifikat asli itu ada pada Mama mertuaku. Cepat juga gerak mereka.

Aku harus ke rumah Mama. Apakah aku harus menyelinap seperti pencuri, untuk mengambil kembali sertifikat itu di rumah Mama mertua. Karena jika aku meminta, pasti akan menimbulkan kecurigaan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
ambil aja di dg main cantik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status