Short
Cinta Menjadi Dendam

Cinta Menjadi Dendam

Oleh:  Lutfiyah IrsaTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
Belum ada penilaian
8Bab
1Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Pacarku, Bima Arya, divonis menderita kanker dan membutuhkan transplantasi hati. Begitu tahu aku cocok jadi donor, tanpa ragu aku langsung memutuskan untuk menjalani operasi. Dua per tiga hatiku diangkat, rasa sakitnya luar biasa. Namun, saat sadar, hal pertama yang kulakukan adalah memeriksa keadaannya. Di depan kamarnya, aku mendengar dia berbicara dengan temannya. "Kak Bima, kamu benar-benar genius. Bisa-bisanya kepikiran cara balas dendam sehebat ini." Bima tertawa kecil. "Kalau saja aku nggak mau buat masalah besar, sebenarnya aku ingin ambil ginjalnya buat main-main." "Semua ini gara-gara Nimas, Vivi jadi gagal ujian masuk universitas dan harus kuliah di luar negeri. Sebulan lagi Vivi akan pulang ke dalam negeri dan saat itulah aku akan sepenuhnya putus dari Nimas."

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

Melalui celah pintu, aku melihat Bima Arya.

Saat itu dia sedang duduk di ranjang rumah sakit. Raut wajahnya tampak segar dan merah merona, sama sekali tidak terlihat seperti orang sakit.

Sementara itu, teman-temannya masih dengan penuh semangat membicarakan sesuatu.

"Waktu baru masuk kuliah, kamu menyuruh orang mengganggu Nimas sampai dia dikucilkan satu kelas dan selama sebulan nggak berani pulang ke asrama."

"Waktu mau lulus, kamu menyuruh orang menghapus tugas akhir dia. Gara-gara itu, putri Keluarga Eddie gagal meraih penghargaan dan malah diseret ke ruang kelas kosong untuk dipukuli sampai tangannya patah."

"Kalau dihitung sama kejadian yang sekarang, sudah 93 kali lho. Tinggal enam kali lagi, lalu bisa dibukukan jadi buku pengakuan cinta buat Kak Vivi. Kalau Kak Vivi lihat betapa tulusnya kamu, pasti dia akan sangat tersentuh!"

Perasaan jijik dan ngeri langsung menyelimuti hatiku.

Tak pernah terbayangkan, cinta yang selama ini kuanggap sebagai anugerah dari langit, ternyata hanyalah sebuah rencana balas dendam yang penuh perhitungan.

Aku buru-buru berbalik untuk pergi, tetapi karena baru saja menjalani operasi dan tubuhku sangat lemah, aku langsung terjatuh ke lantai.

Lukanya langsung terbuka lagi dan darah mengalir keluar melalui ujung bajuku.

Kondisiku memang sangat buruk. Dokter sudah berkali-kali menyarankan agar aku membatalkan niat untuk mendonorkan organ.

Akan tetapi, demi membuat Bima bisa cepat lepas dari penyakitnya, aku nekat menjalani operasi tanpa memedulikan keadaan tubuhku sendiri.

Ini adalah ruang perawatan intensif paling mewah di rumah sakit. Demi membuat Bima bisa beristirahat dengan tenang, seluruh lorong rumah sakit dikosongkan.

Saat ini, suara jatuhku langsung menarik perhatian semua orang.

Begitu Bima melihatku, ekspresinya seketika berubah.

"Nimas, kamu 'kan baru saja selesai operasi. Kenapa ada di sini?"

Tanpa menunggu jawabanku, Bima mendorong orang di sampingnya dengan keras.

"Cepat bawa Nimas ke sini, bantu rawat lukanya!"

Begitu perintah Bima terdengar, semua orang langsung panik. Mereka buru-buru membantuku berdiri, lalu membawaku ke sisi Bima.

Bima membelai wajahku dengan penuh rasa iba.

Dia mengambil cairan disinfektan dari atas meja, lalu berkata dengan lembut, "Dokter baru saja selesai operasi dan masih menyelesaikan urusan lainnya. Biar aku bantu bersihkan lukamu dulu, nanti setelah dokternya keluar, dia akan membalutnya lagi. Oke?"

Suaranya tetap selembut biasanya.

Kalau dilihat lebih saksama, sorot matanya tampak memancarkan rasa bersalah dan kasihan.

Namun, aku tahu, semua itu hanyalah topeng belaka.

Barulah hari ini aku sadar.

Selama tiga tahun Bima menolak perasaanku, tetapi sehari setelah hasil ujian masuk universitas diumumkan, dia tiba-tiba menyatakan cintanya padaku. Ternyata, itu semua demi membalas dendam atas nama cinta lamanya.

Sementara aku, dengan bodohnya mengira bahwa ketulusan hatiku berhasil meluluhkan Bima. Meskipun aku tahu dia pernah sangat mencintai Vivi, aku tetap rela menyerahkan segalanya padanya.

Aku memejamkan mata sambil menahan rasa sakit.

Luka yang perih membuatku menggertakkan gigi.

Bima membuka perban dan menyiramkan cairan disinfektan ke lukaku.

Dalam sekejap, rasa perih yang sangat menyengat menyerangku. Aku berteriak keras dan secara refleks mendorong Bima dengan keras.

Pinggang Bima membentur sudut pagar ranjang. Dia meringis kesakitan, lalu menendangku dari tempat tidur.

Aku menutupi lukaku, mengerang kesakitan di lantai.

Saat itu juga, dokter jaga akhirnya datang meski terlambat.

Melihat kondisiku yang parah, mereka segera memeriksa kondisiku.

Begitu menyentuh kulitku yang sudah rusak dan terkelupas karena korosi, mata dokter itu membelalak.

"Kalian apakan dia? Ini luka bakar karena natrium hidroksida konsentrasi tinggi."

"Apa? Nggak mungkin!"

Bima langsung pura-pura kaget, lalu menoleh ke arah meja, berpura-pura sangat menyesal.

"Aku beli cairan disinfektan dan antiseptik dari internet. Setelah operasi, aku cuma ingin lukanya nggak kena infeksi. Tadi waktu Nimas berdarah, aku panik dan langsung bantu bersihkan, nggak sempat baca dengan jelas."

"Maaf, ya, Sayang ... ini semua salahku. Aku menyakitimu lagi."

Dia memukul dadanya sendiri seolah-olah benar-benar sangat menyesal.

Namun, kalau dia benar-benar peduli padaku, mana mungkin dia menendangku sekeras itu.

Aku tidak berkata apa-apa, membiarkan dokter mengangkatku ke atas tandu dan membawaku pergi.

Saat menunggu lift, aku mendengar suara sorakan dari kamar Bima.

"Bima, kamu hebat banget. Kamu bisa menebak si Bodoh Nimas itu pasti akan datang mencarimu karena mencemaskanmu. Makanya kamu sengaja mengganti cairan disinfektan medis dengan natrium hidroksida. Perempuan murahan itu pasti terluka lagi dan sepertinya akan meninggalkan bekas luka permanen."

"Kalian lihat ekspresinya barusan? Benar-benar mengenaskan, seperti anjing liar. Aku sampai nggak bisa berhenti tertawa."

Jari-jariku tiba-tiba mengepal erat.

Meski dalam hati aku sudah tahu jawabannya, saat mendengarnya langsung, tetap saja rasanya sangat menyakitkan.

Setelah dokter pergi, aku segera mengambil ponsel dan memesan tempat di pusat rehabilitasi secepatnya.

Lalu, aku menekan nomor luar negeri yang sudah sangat familier.

"Bu, aku sudah pikirkan semuanya. Aku mau pulang."
Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
8 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status