Share

Ayah?

"A-apa maksud ayah?" tanyaku penasaran. 

"Duduklah, Nduk! Kita bicarakan semuanya baik-baik," ucap Ibu yang menuntunku keruang tamu. 

"Nak Akbar, ayo masuk! Kita bicarakan baik-baik." Ibu juga mempersilahkan Akbar agar ikut duduk bersama kami. 

Beberapa saat semua saling diam, tak ada satu orang pun mampu bersuara. Aku masih menunggu agar Ayahlah yang pertama kali membuka percakapan. 

"Aku tahu kondisi ini akan terjadi cepat atau lambat!" Ayah mulai membuka percakapan. 

"Tapi... Aku ingin ketika ini terbuka hati Akbar sudah benar-benar tertambat pada Indah." 

Aku makin tak mengerti dengan apa yang di ucapkan Ayah. Apa maksud dari semua itu! Benarkah semua ini konspirasi orang tuaku juga. Ya Allahhh... Sakit sekali hati ini mengetahui kenyataan pahit yang harus aku terima juga dari keluargaku. Tak inginkah berkata jujur hingga tak melukai perasaanku. 

Dulu aku memang tak pernah memikirkan jodoh. Bagiku mencari uang untuk membantu perekonomian keluarga ini. Kupikir Ayah Ibu tak pernah mempermasalahkan ucapan tetangga yang mengatakan aku perawan tua dan di langkahi adikku hingga sebutan anak sial! Aku pikir semua itu tak berpengaruh tapi nyatanya.... 

Kulihat Mas Akbar masih tertunduk, tak mampu berucap kata-kata. Dian pun ikut tertunduk entah apa yang sedang ia pikirkan juga. Masihkah ada benih-benih cinta di antara mereka? 

"Ma-maafkan Akbar, Yah!" ucapan yang keluar dari mulut mas Akbar adalah sebuah jawaban bagiku kalau sebenarnya dia masih menyimpan rasanya pada Adikku. 

"Walau belum sebesar cintaku pada Dian tapi benih ini mulai tumbuh, beri Akbar waktu agar rasa ini menjadi besar dan tumbuh subur." 

Deg! 

Dengan entengnya mereka mempermainkan perasaanku. Kalian pikir aku hanya boneka yang tak punya perasaan hingga bisa saja di berikan pada orang yang mereka inginkan. 

"Apa maksud semua ini, Ayah? Jelaskan!" nadaku mulai emosi melihat kepolosan yang ditutupi kemunafikan. 

"Sabar, Ndah! Semua demi kebaikan kamu!" 

"Kebaikan apa, Ayah! Aku punya perasaan dan aku juga bukan boneka yang bisa kalian kasihkan tanpa tau apa yang ada di hatiku."

Mataku mulai banjir. 

"Kalian pikir, aku seorang wanita yang tak laku hingga kalian tawarkan pada pacar adiknya! Kalian pikir aku apa! Sejelek itukah aku di mata kalian. Sehina inikah harga diriku."

"Cukup, Ndah! Jangan bantah Ayah!"

"Tidak, Ayah! Ini sudah keterlaluan. Kalian melakukan konspirasi pernikahan ini. Seolah mas Akbar mencintaiku dan segera melamarku atas cintanya pada pandangan pertama, ternyata?! " Aku berhenti tak dapat lagi kulanjutkan kata-kataku terlalu sakit hati ini mengetahui semuanya. 

Kali ini mata Ayah memerah, mungkin menahan kesal atas apa yang aku sampaikan. Selama ini Ayah termasuk yang paling tegas. Permintaannya dan kemauannya tak ada yang berani membantah. Terlebih dia laki-laki satu-satunya di keluarga ini. 

Aku yang semula berkata sambil berdiri kini terduduk lemas, seolah semua tulang-tulangku lolos dari tempatnya. Bagaimana mungkin orang yang kupercaya dan menjadi panutanku mampu berbuat seperti ini padaku. Siapa lagi yang akan memberiku semangat dan dapat aku jadikan pegangan untuk aku terus berjalan. 

"Ndah, ayolah kita perbaiki semuanya! Aku janji akan mulai mencoba menumbuhkan rasa cintaku dalam hati," ucap Mas Akbar justru membuatku muak. Selama ini dia manis berperilaku. Walau aku akui tak sekalipun dia mengucapkan kata-kata cinta. Kupikir semua itu merupakan sikap seorang laki-laki, yang hanya memberi bukti bukan sekedar gombalan. 

Ternyata salah, jangan hanya karena dia selalu tangung jawab dalam memenuhi lahir maupun batin itu pertanda dia mencintaimu tapi kadang komitmen dengan apa yang dia ucapkan dihadapan penghulu lah yang membuat dia melaksanakan kewajiban itu walau rasa cinta itu belum ada. 

"Tak sudi aku, Mas. Sudah punya suami tak mencintai istrinya juga kelakuan mertuamu yang di luar kendali!" ucapku sambil melengos. 

"Indah! Hentikan drama-dramamu. Pulanglah bersama suamimu, dia berhak membawamu pulang dia suami sahmu!" kali ini suara Ayah sedikit meninggi. 

"Tapi, Ayah! Hargai perasaanku sekali ini saja. Anakmu di sia-siakan di sana. Apa ayah tega melihat anakmu ini selalu di lecehkan." Aku membela diri kuharap ayah tak memaksakan apa kehendaknya. 

"Itu tugas kamu, mengambil hati para orang yang telah membesarkan suamimu. Terlebih lagi! Kamu harus bisa membuat suamimu itu jatuh cinta pada istrinya seutuhnya."

Sakit-sakit sekali rasanya kata-kata itu. Mengetahui jika aku telah di tawarkan pada pacar adikku oleh orang tuaku sekarang dengan tegas Ayah menyuruhku untuk kembali pada rumah neraka itu. 

"Kalau Mas Akbar mau, biarkan kita hidup di rumah ini. Kalau tidak ya sudah aku tak mau pulang. Lebih baik aku cerai saja." Dengan tegas aku katakan. Wajah Mas Akbar terperanggah. 

"Biarkan Indah dan Akbar tinggal di sini, Yah," ucap Ibu yang dari tadi hanya diam saja tanpa sepatah katapun. 

"Tidak! Kamu harus ikut pulang suamimu! Ayah tak ijinkan kamu di rumah ini. Jadi perawan saja bawa sial apalagi jadi janda!"

Jederrrr!

Kata-kata yang keluar dari mulut Ayahku, cinta pertamaku semua bagai petir di siang hari, terlalu sakit. Jika yang mengatakan itu Ibu Mertua tak sesakit ini tapi ini di katakan oleh orang tuaku sendiri. Seburuk itukah ternyata aku selama ini di matanya?!

Comments (7)
goodnovel comment avatar
Daneil Tristan
cerita nya mangkin seru
goodnovel comment avatar
Pipit Aisyafa
terimakasih
goodnovel comment avatar
Pipit Aisyafa
terima kasih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status