Share

Bab 2

Author: Catatan Riska
last update Last Updated: 2025-07-15 16:06:54

Waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam. Sepi merambat di antara dinding ruang keluarga, menelusup ke dalam hati Kirana yang sedang duduk di ujung sofa.

Sudah lebih dari dua jam sejak mereka menyantap makan malam bersama—tanpa obrolan, tanpa tawa, bahkan tanpa tatap mata yang biasanya selalu mereka tukar.

Makan malam itu terasa lebih seperti ritual wajib, bukan momen kehangatan dua insan yang dulu saling memuja.

Arga duduk tak jauh darinya, di sofa seberang, tubuhnya sedikit membungkuk, tatapannya terpaku pada layar ponsel yang tak lepas dari tangannya sejak beberapa menit terakhir.

Jemarinya bergerak cepat, seperti sedang mengetik sesuatu dengan penuh perhatian.

Sesekali, senyum kecil muncul di sudut bibirnya—senyum yang tak pernah lagi ia berikan pada Kirana selama beberapa minggu terakhir.

Namun setiap kali Arga sadar Kirana tengah menatapnya, ia buru-buru menyembunyikan ekspresi itu, kembali mengeraskan wajahnya menjadi datar, dingin, tak terbaca.

Kirana menelan ludah. Hatinya perih, tapi ia berusaha menahannya. Sudah beberapa hari ini sikap Arga tak lagi sama.

Ia menjadi jauh, acuh, seolah hidup di dimensi berbeda. Sentuhan-sentuhan kecil yang dulu begitu hangat kini menghilang.

Dan malam ini, semuanya terasa makin nyata dan menyakitkan.

Tatapan mata Arga padanya kini kosong. Tidak ada cinta. Tidak ada rasa. Hanya ada jarak yang makin lebar meski mereka duduk di ruangan yang sama.

“Mas?” panggil Kirana akhirnya, mencoba memecah hening yang begitu menyesakkan.

Arga menoleh singkat, tanpa benar-benar menatap. “Hm?”

Kirana menggigit bibir bawahnya, mencoba menyusun kata-kata sehalus mungkin. Ia tak ingin terdengar menuduh, hanya ingin tahu, ingin dimengerti, meski hatinya sudah remuk sejak lama.

“Malam ini ... kamu nggak mau aku temani?” tanyanya pelan, nyaris seperti bisikan. “Sudah beberapa minggu ini kamu nggak pernah minta aku layani lagi, Mas. Ada apa?”

Kalimat itu menggantung di udara. Hening kembali menyelimuti ruangan, namun kali ini terasa lebih menusuk.

Biasanya, setelah makan malam, Arga akan menggenggam tangan Kirana, menariknya masuk ke kamar, membelai rambutnya, mencium bibirnya dengan penuh hasrat, lalu mereka akan tenggelam dalam keintiman yang membungkus malam dengan kehangatan.

Di momen-momen seperti itu, Kirana selalu merasa bahwa rumah ini adalah rumah—dan Arga adalah pusat semestanya.

Namun beberapa minggu terakhir, segalanya menghilang seperti kabut yang tersapu angin. Arga lebih sering tidur lebih awal, memunggungi Kirana, bahkan beberapa malam memilih tidur di ruang kerja tanpa penjelasan.

Arga terdiam cukup lama hingga Kirana mulai berpikir bahwa ia tak akan menjawab.

Tapi kemudian, pria itu menarik napas dan berkata, “Nggak, Ra. Aku capek banget hari ini. Kerjaan di kantor lagi gila-gilaan. Yang aku butuhkan cuma istirahat, bukan malah nambah capek.”

Jawaban itu membuat Kirana menunduk, menahan luka yang menusuk tepat di dadanya.

Ia memaksakan senyum kecil, meski wajahnya mulai terasa hangat karena air mata yang mendesak di pelupuk.

“Oh, begitu ...,” gumamnya. “Maaf, Mas. Aku cuma menawarkan diri. Siapa tahu kamu maunya aku yang ajak, bukan nunggu diajak.”

Arga mendesah pelan. “Nggak kok. Kalau aku mau, aku pasti yang akan ajak kamu,” ucapnya dingin, tanpa melihat ke arahnya. “Aku harap kamu mengerti.”

Kirana tidak menjawab. Matanya perlahan menunduk menatap kedua tangannya yang bertaut di atas pangkuan. Ia tahu, sesuatu telah berubah. Tapi dia belum tahu apa. Yang dia tahu hanyalah … perasaannya kini tengah terluka.

Arga benar-benar berubah atau hanya perasaan Kirana saja.

Beberapa menit berlalu dalam hening. Hanya suara hujan yang terdengar samar dari luar.

Kirana memberanikan diri kembali bertanya, mencoba mencari celah agar tak terus tenggelam dalam prasangka. “Kalau boleh tahu, kerjaan kamu kenapa, Mas? Ada masalah besar?”

Arga mengangkat alis, seolah terkejut dengan pertanyaan itu.

Tapi ia cepat-cepat menutup reaksinya. “Cuma tekanan biasa. Laporan-laporan belum selesai, tim baru nggak kompeten, deadline mepet. Jadi, aku merasa lagi kerja sendirian.”

“Oh ….” Kirana mengangguk pelan. “Kalau ada yang bisa aku bantu atau sekadar jadi tempat cerita, kamu tahu aku selalu ada, kan?”

Arga hanya mengangguk tanpa menatap. “Iya, makasih.”

Kirana menarik napas panjang, menahan desakan di dadanya yang seolah ingin meledak. Ia ingin bertanya lebih jauh, ingin menuntut penjelasan, tapi ia tahu belum saatnya. Ia masih percaya. Dan tetap ingin percaya pada suaminya itu.

Tak lama kemudian, pria itu pergi ke kamar mandi dan menaruh ponselnya di atas nakas dekat tempat tidur mereka.

Sementara Kirana tengah merapikan meja riasnya yang sedikit berantakan dan belum sempat dia sentuh karena sibuk membersihkan halaman rumah dan juga taman belakang.

Alya: “Mas, kapan kamu akan bawa aku ke rumahmu? Katanya dalam minggu ini, kok belum kamu bawa juga?

Kirana membeku. Darahnya seperti berhenti mengalir.

Tangannya gemetar dan napasnya tercekat. Suasana sekelilingnya seakan memudar, hanya suara pesan itu yang terngiang-ngiang dalam kepalanya.

“Alya? Siapa dia?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Selama ini Aku Punya Madu   Bab 7

    Kirana mencoba menenangkan hatinya dengan cara memasak. Ia tahu rumah ini tak lagi seperti dulu. Namun, Kirana merasa harus kuat untuk hidupnya yang masih harus berjalan, meski tertatih.Ia memutuskan untuk membuat ayam kecap kesukaan Arga, lengkap dengan sayur bayam bening dan sambal terasi buatan sendiri. Masakan yang selama ini selalu membuat Arga tersenyum puas di meja makan.Ia ingin percaya, bahwa dengan menyajikan cinta dalam bentuk masakan, mungkin—hanya mungkin—Arga akan teringat tentang Kirana yang dulu. Tentang rumah ini yang dulu jadi tempat mereka berbagi tawa.Suara langkah pelan mendekat dari belakang membuat Kirana menoleh.Alya muncul di ambang pintu dapur, mengenakan daster mewah, rambut terikat setengah dengan pita putih.“Oh, Kak Kirana lagi masak ya?” tanyanya sambil tersenyum lebar.Kirana mengangguk pelan. “Ya,” jawabnya dengan singkat.Alya berjalan masuk sambil menepuk-nepuk perutnya yang sedikit buncit itu. “Aduh, aku juga jadi pengin bantu-bantu, nih. Katany

  • Ternyata Selama ini Aku Punya Madu   Bab 6

    Sudah tiga hari sejak Arga membawa Alya masuk ke rumah mereka. Tiga hari yang terasa seperti tiga tahun bagi Kirana. Ia berjalan di antara ruang-ruang yang dulu dia isi dengan cinta, kini menjadi saksi kehadiran orang ketiga yang tak diundangnya bahkan tak pernah ada dalam list hidupnya.Memiliki madu, menjadi istri tua dan harus melihat kemesraan suaminya bersama istri mudanya. Ini bukan dunia, ini adalah neraka yang telah diciptakan oleh Arga—suami yang dulu sangat dia cintai, kini menjadi orang yang paling menyakitinya.Namun, Kirana tahu, dirinya sedang diuji. Tapi tak pernah dia bayangkan, bahwa ujiannya akan datang dari rumahnya sendiri—dari suami yang pernah dia percaya, dan perempuan yang kini menggantikan posisinya secara perlahan. Ini benar-benar menyakitkan.Pagi ini, Kirana berjalan menuju ruang keluarga hendak menyapu dan merapikan beberapa barang yang berserakan.Tapi langkahnya terhenti di ambang pintu. Matanya menangkap pemandangan yang membuat dadanya sesak.Alya seda

  • Ternyata Selama ini Aku Punya Madu   Bab 5

    “Kamu gila, hah?” pekik Kirana sembari mengepalkan tangannya mendengar ucapan Arga tadi. “Nggak. Aku nggak mau. Aku menolaknya, Mas. Kamu carikan saja rumah untuk dia, jangan pernah kamu bawa wanita itu kemari!”Arga menggeleng dengan pelan. “Tidak bisa. Aku sudah mengiyakan permintaan dia untuk tinggal di sini dengan kita. Tolong, Kirana. Aku tahu aku salah. Tapi, aku harap kamu mengerti kalau aku tidak punya pilihan lain selain bertanggungjawab padanya.”Kirana tertawa getir mendengarnya. “Tanggung jawab? Apa aku nggak salah dengar?” ucapnya kemudian menghela napasnya dengan panjang.“Apa pun keputusanmu, aku tetap akan membawanya ke rumah ini. Bersikap baik padanya, dia sedang hamil muda,” ucapnya lalu pergi begitu saja meninggalkan Kirana yang masih berdiri di meja makan dengan hati yang penuh luka.Kirana menundukan kepalanya sambil menangis. Tangannya mengepal erat, tidak menyangka selama ini ternyata dia punya madu.“Tega sekali kamu menghamili wanita lain dan sekarang kamu men

  • Ternyata Selama ini Aku Punya Madu   Bab 4

    Kirana duduk di meja makan di antara hidangan yang tak tersentuh. Nasi hangat, sup bening, ayam goreng favorit Arga.Semua ia tata rapi, tapi bukan karena ingin merayakan apa pun—melainkan karena ingin melihat seberapa jauh suaminya bisa berpura-pura.Jam menunjukkan pukul 21.10 saat suara mobil terdengar di halaman depan. Kirana segera berdiri. Detak jantungnya menggema di telinga. Ia tidak tahu harus mulai dari mana. Tapi malam ini, ia butuh kebenaran—seburuk apa pun bentuknya.Pintu terbuka. Arga masuk dengan langkah pelan, membenarkan dasinya sambil menghela napas.“Hai, Ran,” sapanya dengan pelan, seperti biasa. Tapi malam ini, tidak ada balasan dari Kirana. Hanya tatapan tajam yang menembus dada.Arga menghentikan langkah, menyadari ada yang berbeda. Ia menatap wajah istrinya yang pucat, namun matanya menyala seperti bara.“Ada apa?” tanyanya gugup.Kirana tak menjawab langsung. Ia memutar badan, mengambil segelas air dari atas meja, dan berkata tanpa menoleh, “Siapa Alya?”Suar

  • Ternyata Selama ini Aku Punya Madu   Bab 3

    Pesan itu terus terngiang di benaknya. Kalimat pertanyaan ingin dibawa ke rumah ini dari seorang perempuan yang sama sekali tidak dia kenal cukup menguras hati dan jiwanya.Hatinya sakit dan dadanya terasa sesak. Tapi Kirana terus mencoba menyangkalnya. Mencoba percaya bahwa dia hanya salah paham.Mungkin itu nama kontak lama. Mungkin cuma kolega. Mungkin sekadar bercanda. Mungkin … mungkin ….Kirana ingin menepis semua kemungkinan buruk. Tapi semakin ia mencoba berpikir positif, semakin pikirannya memberontak."Kalau memang hanya teman kantor, kenapa dia minta datang ke rumah? Apa yang disembunyikan Mas Arga sebenarnya?” gumamnya kemudian menghela napasnya dengan panjang.Pertanyaan-pertanyaan itu mengiris pelan-pelan. Ia tahu, ada sesuatu yang disembunyikan Arga. Dan rasa percaya yang selama ini dia pertahankan mulai retak.“Apa aku harus menanyakannya langsung? Tapi kalau aku salah, dia akan tersinggung. Tapi … kalau aku benar?”Pertanyaan itu menggema di kepalanya, semakin keras,

  • Ternyata Selama ini Aku Punya Madu   Bab 2

    Waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam. Sepi merambat di antara dinding ruang keluarga, menelusup ke dalam hati Kirana yang sedang duduk di ujung sofa.Sudah lebih dari dua jam sejak mereka menyantap makan malam bersama—tanpa obrolan, tanpa tawa, bahkan tanpa tatap mata yang biasanya selalu mereka tukar.Makan malam itu terasa lebih seperti ritual wajib, bukan momen kehangatan dua insan yang dulu saling memuja.Arga duduk tak jauh darinya, di sofa seberang, tubuhnya sedikit membungkuk, tatapannya terpaku pada layar ponsel yang tak lepas dari tangannya sejak beberapa menit terakhir.Jemarinya bergerak cepat, seperti sedang mengetik sesuatu dengan penuh perhatian.Sesekali, senyum kecil muncul di sudut bibirnya—senyum yang tak pernah lagi ia berikan pada Kirana selama beberapa minggu terakhir.Namun setiap kali Arga sadar Kirana tengah menatapnya, ia buru-buru menyembunyikan ekspresi itu, kembali mengeraskan wajahnya menjadi datar, dingin, tak terbaca.Kirana menelan ludah. Hatinya pe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status