Share

Bab 3

Author: Catatan Riska
last update Huling Na-update: 2025-07-15 16:09:16

Pesan itu terus terngiang di benaknya. Kalimat pertanyaan ingin dibawa ke rumah ini dari seorang perempuan yang sama sekali tidak dia kenal cukup menguras hati dan jiwanya.

Hatinya sakit dan dadanya terasa sesak. Tapi Kirana terus mencoba menyangkalnya. Mencoba percaya bahwa dia hanya salah paham.

Mungkin itu nama kontak lama. Mungkin cuma kolega. Mungkin sekadar bercanda. Mungkin … mungkin ….

Kirana ingin menepis semua kemungkinan buruk. Tapi semakin ia mencoba berpikir positif, semakin pikirannya memberontak.

"Kalau memang hanya teman kantor, kenapa dia minta datang ke rumah? Apa yang disembunyikan Mas Arga sebenarnya?” gumamnya kemudian menghela napasnya dengan panjang.

Pertanyaan-pertanyaan itu mengiris pelan-pelan. Ia tahu, ada sesuatu yang disembunyikan Arga. Dan rasa percaya yang selama ini dia pertahankan mulai retak.

“Apa aku harus menanyakannya langsung? Tapi kalau aku salah, dia akan tersinggung. Tapi … kalau aku benar?”

Pertanyaan itu menggema di kepalanya, semakin keras, semakin memekakkan hati.

Kirana menelan salivanya dengan pelan. Dia kemudian menoleh ke arah Arga yang baru saja keluar dari kamar mandi dan langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

“Mas. Ada yang ingin aku tanya—”

“Besok pagi saja, Kirana. Aku ngantuk!” Arga memotong ucapan Kirana dan akhirnya membuat wanita itu hanya diam saja.

Harus sabar menunggu sampai pagi tiba.

**

Pagi itu, Arga bersikap seperti biasa saja seolah tidak ada hal yang patut dijelaskan atau apa pun itu.

“Aku berangkat,” ucap Arga singkat dan melangkah keluar dari rumah tersebut.

Setelah Arga pergi, Kirana berdiri lama di depan pintu. Pandangannya kosong, tapi pikirannya penuh. Ia meremas jemari sendiri, gelisah, bimbang, tak tahu harus bagaimana.

Setelah sarapan seadanya, Kirana menatap jam dinding. Waktu menunjukkan pukul 10 pagi. Ia tahu biasanya Arga tak akan makan siang sampai lewat tengah hari, tapi hari ini Kirana tak ingin hanya menunggu.

“Sebaiknya aku cari tahu semuanya tanpa harus bertanya padanya.”

Dengan langkah ragu, dia masuk ke dapur dan mulai menyiapkan makan siang. Nasi, ayam kesukaan Arga, sayur bening, dan sambal yang selalu membuat Arga tersenyum puas.

Semua dia siapkan dengan tangan gemetar, tapi hati yang mantap. Bukan untuk menyenangkan Arga—melainkan untuk menyenangkan rasa penasarannya sendiri.

“Kalau memang dia sibuk di kantor … maka dia pasti akan senang aku datang. Tapi kalau ….”

Kirana tak sanggup menyelesaikan pikirannya.

Setelah semua siap, dia mengganti bajunya terlebih dahulu, berdandan ringan, dan membawa kotak makan siang dalam tas kecil.

Sepanjang jalan, Kirana mencoba menenangkan diri. Ia berkata dalam hati bahwa ini bukan aksi diam-diam. Ini bukan mengintai.

Ini hanya bentuk perhatian seorang istri. Tapi detak jantungnya yang tak beraturan dan keringat dingin yang merembes di telapak tangannya, berkata sebaliknya.

Sesampainya di gedung tempat Arga bekerja, Kirana menarik napas dalam-dalam. Ia menatap pantulan dirinya di kaca lobi. Rapi. Tenang. Tapi hatinya berantakan.

Dia masuk ke dalam dan wanita cantik nan muda langsung menyambutnya dengan antusias.

“Bu Kirana? Wah, kejutan! Mau ketemu Pak Arga?” tanyanya dengan suara lembutnya.

Kirana tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya. “Iya, aku bawain makan siang untuknya. Apa dia ada di ruangannya?”

“Wah, sayang banget, Bu. Pak Arga baru aja keluar sekitar lima belas menit yang lalu,” kata Vera—nama sekretaris suaminya itu memberitahu bahwa Arga baru saja keluar.

Kirana mengerutkan kening. “Keluar? Ke mana?” tanyanya ingin tahu.

“Oh, saya kurang tahu pasti ke mananya, Bu. Tapi katanya mau ketemu klien di luar. Bareng Bu Alya juga, sepertinya.”

Waktu seolah berhenti.

Seketika itu juga, udara seakan menghilang dari paru-paru Kirana. Jantungnya mencelos dan pandangannya berkunang sesaat. Tapi dia berusaha keras menjaga wajahnya tetap tenang.

“Bu Alya?” tanyanya dan tetap berusaha menyamarkan getaran suaranya.

“Iya, Bu. Bu Alya yang dari bagian legal, yang baru join dua bulan lalu itu lho. Beliau sering bantu Pak Arga akhir-akhir ini.” Vera tersenyum sopan, tak tahu bahwa senyumnya barusan menusuk hati Kirana lebih dalam dari yang ia kira.

“Oh, baik ….” Kirana mengangguk pelan. “Kalau begitu, aku titip makanannya saja, ya. Tolong sampaikan ke Mas Arga.”

“Siap, Bu. Nanti saya taruh di mejanya langsung.”

Kirana menyerahkan tas kecil berisi makan siang tersebut lalu berpamitan. Senyumnya masih terukir, tapi air matanya sudah nyaris tumpah.

Langkahnya terasa berat. Setiap langkah menuju parkiran seolah membawa beban lebih di pundaknya. Begitu masuk ke dalam mobil, Kirana duduk lama tanpa menghidupkan mesin.

Ia menatap lurus ke depan. Matanya mulai basah. Ia tak menangis, tapi diamnya jauh lebih menyakitkan dari ribuan air mata.

"Alya. Lagi-lagi nama itu. Lagi-lagi perempuan itu.”

Dan kali ini bukan hanya pesan di ponsel. Tapi kehadirannya nyata. Wanita itu tengah menemani Arga, bahkan dalam urusan kantor.

Kirana merasa asing. Dengan suaminya. Dengan rumahnya. Dengan hidupnya sendiri.

Ia mulai mempertanyakan: sejak kapan semua ini berubah? Sejak kapan Arga mulai menjauh? Dan … apakah selama ini Arga hanya pandai bersandiwara?

Mobil akhirnya melaju pelan menyusuri jalanan kota yang basah sisa hujan semalam. Tapi pikiran Kirana tetap tertinggal di lobi kantor Arga.

Setibanya di rumah, Kirana langsung masuk kamar. Ia tak sanggup berbicara dengan siapa pun dalam keadaan seperti ini.

Dia kemudian duduk di tepi ranjang, memeluk lututnya, dan membiarkan pikirannya liar entah ke mana.

“Jika Arga benar-benar mencintai perempuan lain … lalu aku ini siapa?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ternyata Selama ini Aku Punya Madu   Bab 13

    Arga menahan napasnya. Dada naik-turun dengan cepat, tapi mulutnya tak mampu membentuk kata.Matanya membelalak, namun kehilangan sorot percaya diri. Kata-kata Kirana terlalu tajam—dan terlalu benar. Seakan semua pertahanan yang ia bangun runtuh dalam satu dorongan emosi.Keheningan menggantung sebentar, tegang dan berat, sampai akhirnya suara pelan terdengar dari arah tangga.Langkah ringan namun terdengar disengaja. Lalu muncul sosok Alya, berdiri di ujung tangga dengan daster tipis berwarna pastel.Rambutnya digerai seadanya, matanya tampak merah dan sembab, entah karena benar-benar menangis atau sengaja dibuat seperti itu.Wajahnya memelas, seperti seekor anak kucing yang tak sengaja mengganggu dua induk singa.“Maaf,” ucap Alya dengan suara lirih, nyaris tercekat. Nada bicaranya pelan namun cukup nyaring untuk menarik perhatian.“Aku ... nggak bermaksud bikin kalian ribut terus tiap hari. Kehadiran aku ... mungkin cuma jadi beban.”Kalimat itu seperti anak panah yang melesat ke u

  • Ternyata Selama ini Aku Punya Madu   Bab 12

    Jam menunjukkan pukul 10 malam saat Kirana membuka pintu rumah.Arga duduk di sofa dengan tangan bersilang di dada. Posisi duduknya kaku, seperti seseorang yang menahan emosi sejak lama.Matanya menatap tajam ke arah pintu, seolah sudah mengantisipasi suara kunci yang berputar sedari tadi.Televisi di depannya menyala, menampilkan tayangan berita larut malam, tapi volumenya dikecilkan dan tak ada tanda-tanda kalau tayangan itu benar-benar ditonton.Aura di ruangan itu pekat oleh amarah yang belum sempat diluapkan.Begitu Kirana masuk dan menutup pintu dengan pelan, suara Arga langsung terdengar, tajam, dingin, dan penuh tuntutan.“Kamu dari mana aja?” tanyanya tanpa basa-basi.Langkah Kirana terhenti sejenak. Tangannya masih menggenggam clutch bag warna krem yang serasi dengan gaunnya.Ia menatap Arga sejenak—pandangan yang penuh kejenuhan dan kepedihan yang tertahan.Lalu ia menoleh ke arah jam dinding yang menggantung di dekat televisi, seolah menekankan bahwa ia memang sadar betul

  • Ternyata Selama ini Aku Punya Madu   Bab 11

    Pagi itu matahari baru saja mengintip malu-malu dari balik tirai langit, namun suasana di rumah Kirana terasa dingin dan hampa.Di meja makan, aroma teh hangat dan roti panggang tidak mampu menghangatkan hati Kirana yang sudah membeku semalaman.Alya datang dengan langkah pelan namun pasti, mengenakan gaun tidur longgar yang menonjolkan perutnya yang mulai membesar.Senyumnya manis, tapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat Kirana bersiap.“Kak Kirana,” ucap Alya lembut lalu duduk di seberang meja makan. “Maaf ya... aku tahu ini mendadak, tapi aku rasa... akan lebih baik kalau aku tidur satu kamar dengan Mas Arga. Aku sering mual tengah malam, dan aku butuh dia di dekatku.”Kirana menghentikan sendoknya. Pandangannya jatuh ke wajah Alya, lalu ke perutnya, lalu kembali ke cangkir tehnya yang mulai kehilangan uap.Belum sempat ia menjawab, Arga datang dari arah dapur, menyusul percakapan yang belum selesai.“Kirana, aku pikir... kamu bisa tidur di kamar tamu dulu ya,” katanya ta

  • Ternyata Selama ini Aku Punya Madu   Bab 10

    Arga dan Kirana masih saling berhadapan di dalam kamar yang kini penuh ketegangan.Udaranya serasa panas meski kipas langit-langit berputar pelan di atas mereka.Wajah Arga memerah menahan emosi, sementara Kirana berdiri tegak, menatap suaminya dengan sorot penuh kekecewaan dan kemarahan yang sudah lama membeku di dasar hatinya.“Kamu tuh egois, Kirana!” bentak Arga dengan suara serak yang menahan amarah.“Kamu nggak pernah coba ngerti posisiku. Kamu selalu mikirin perasaanmu sendiri, tanpa pernah peduli gimana rasanya jadi aku!”Kirana mendengus sinis. “Oh ya? Aku egois?” Ia sontak tertawa getir. “Aku cuma membela diriku, Mas. Karena kalau bukan aku, siapa lagi? Kamu? Kamu lebih dulu memutuskan untuk membawa wanita lain ke dalam rumah ini!”Arga mengatupkan rahangnya. “Alya ada di sini karena dia sedang mengandung anakku!”“Anak yang kamu buat dari pengkhianatan!” balas Kirana, matanya mulai memerah menahan air mata yang ingin jatuh.“Aku tahu aku belum bisa kasih kamu keturunan, tap

  • Ternyata Selama ini Aku Punya Madu   Bab 9

    “Eh, Kak Kirana udah pulang,” sapa Alya dari balik pintu dengan suara yang dibuat ceria, lengkap dengan senyum tipis yang tak bisa menyembunyikan nada manipulatifnya.Tubuhnya bersandar santai di kusen pintu, tangan kirinya masih memegang cangkir teh yang belum habis. Tatapannya penuh penilaian saat melihat Kirana membuka sepatu di depan pintu.“Aku pikir Kak Kirana mau nginep di luar. Ternyata balik lagi ke sini,” lanjutnya lagi dengan nada sinis yang dibungkus basa-basi.Kirana menatap sekilas, hanya satu detik, sebelum kembali menunduk dan berjalan masuk tanpa sepatah kata pun.Tidak ada sapaan, tidak ada balasan. Hanya diam, yang jauh lebih tajam daripada kalimat apa pun.Alya menoleh ke arah ruang tengah, memastikan Arga mendengar semua kalimatnya, lalu menggeleng pelan seperti korban yang baru saja menerima perlakuan buruk.Kirana masuk ke kamarnya, membuka pintu dengan pelan lalu menutupnya rapat tanpa membanting, tapi cukup tegas untuk menegaskan batas.Tak lama setelah itu, A

  • Ternyata Selama ini Aku Punya Madu   Bab 8

    Arga berdiri di ambang ruang tamu yang lengang, lampu gantung kristal memantulkan cahaya senja yang temaram ke seluruh sudut ruangan.Napasnya tertahan, bola matanya menelusuri setiap pintu dan lorong seakan‑akan Kirana bisa muncul dari balik bayangan mana saja.Dua hari belakangan ruang ini terasa lebih dingin, sepi, dan asing tanpa tawa ceroboh wanita itu.Alya, yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa nampan berisi teh melati hangat langsung menangkap kegelisahan suaminya.Gaun rumah berwarna pastel yang dia kenakan berkibar pelan tertiup hembusan AC.“Cari siapa, Mas?” tanyanya lembut, walau sorot matanya meneliti.Ia tahu persis jawaban Arga sebelum pria itu sempat membuka mulut.“Kirana. Di mana dia? Sudah dua hari ini aku tidak melihatnya,” Arga berbisik, tapi nada cemasnya jelas terdengar.Sekilas, rahang Alya mengeras. Bibirnya menipis menahan rasa tak sudi yang mendidih.“Nggak tahu. Mungkin lagi semedi di kamarnya,” jawabnya ketus sambil meletakkan nampan di atas mej

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status