“Apa? Menikahiku?” tanya Rayana dengan mulut sedikit ternganga, terkejut dengan perkataan pemuda di depannya.
“Ayahmu dan ayahku dulu bersahabat. Ini buktinya.” Zain menunjuk pada foto yang tadi ia keluarkan. Rayana mengamati sebentar foto yang disodorkan Zain. Memang benar, itu adalah foto ayahnya. Berarti lelaki di hadapan ini sedang tidak berbohong. Pandangan Rayana beralih kepada Zain, saat ini banyak sekali pertanyaan berputar di kepalanya. Bagaimana bisa kebetulan begini? Saat Rayana membutuhkan sebuah pernikahan sebagai jalan keluar dari rumah ayah tirinya, ada seorang pria yang datang menawarkan pernikahan akibat janji lama? Apakah ini cara Tuhan memberi jalan untuk permasalahannya? Namun, walau begitu, Rayana masih bimbang. Bagaimana pun menikah bukanlah hal yang bisa dijadikan permainan. Bagaimana bisa menikah kalau tidak saling cinta? Jangankan cinta, bertemu pun baru kali ini. “Bagaimana, Rayana?” Zain bertanya saat dilihanya Rayana hanya diam memandangnya. Rayana agak sedikit gugup. Baru menyadari bahwa ia tengah memandangi Zain lama. “Kenapa kamu mau menerima perjodohan ini? Kita tidak saling kenal. Memangnya, tidak ada wania lain yang kamu kenal yang lebih cocok untuk dijadikan istrimu? Kekasihmu misal?” Zain, yang sejak tadi hanya memasang ekspresi datar, mendadak tertawa, membuat Rayana sedikit malu sekaligus terpesona dengan ketampanan pria tersebut yang semakin cerah. Selesai tertawa, Zain menjawab, “Aku tidak punya kekasih.” Pria itu kemudian menambahkan, “Selain itu, aku ingin memenuhi amanah ayahku sebelum terlambat.” Dia terdiam sesaat sebelum menjelaskan, “Dia sedang sakit.” Rayana terkejut sesaat. Kalau seperti ini, semuanya jadi masuk akal. Tidak heran Zain membulatkan tekad menikahi wanita yang sama sekali tidak dia kenal. Ternyata, ayah pria itu dalam kondisi kritis. Mencapai kesimpulan itu, dan meyakini ini juga jalan keluar terbaik untuknya, Rayana pun menjawab, “Baik, aku setuju.” Zain tampak terkejut sesaat. Walau memang dia yang menawarkan pernikahan ini, tapi dia tidak menyangka akan secepat ini meyakinkan Rayana. “Tapi dengan satu syarat,” imbuh Rayana, membuat Zain menautkan alis, mempertanyakan tindakan wanita itu. “Apa?” “Jangan katakan kepada keluargaku bahwa kita menikah karena amanah kedua ayah kita, melainkan karena kita sudah berpacaran lama.” Zain tampak kaget. “Kenapa?” tanyanya curiga. “Hubungan yang didasari perjodohan akan menjadi pertanyaan banyak orang, aku tidak mau itu,” Rayana kemudian menambahkan, “dan itu satu-satunya cara agar ibuku setuju dengan keinginanku menikah dengan lelaki sembarangan yang baru kukenal, bahkan bila lelaki itu adalah putra dari kerabat dekat ayahku.” Zain terdiam sesaat dengan pelipis berkedut, sepertinya pria itu agak tersinggung disebut ‘lelaki sembarangan’. Namun, tak lama dia menganggukkan kepala. “Masuk akal, aku setuju,” ucapnya membuat Rayana menghela napas karena tidak menyinggung pria tersebut. “Kalau begitu, sekarang juga kita ke rumahmu.” Rayana kaget. “Sekarang?! Tapi kita belum saling mengenalkan diri, aku bahkan belum tahu pekerjaanmu–” “Aku akan mengurus segalanya, tenang saja.” ***** Setengah jam kemudian, Zain dan Rayana sudah berada di ruang tamu rumah ayah tiri Rayana. Duduk bersama mereka ada Ratri, Burhan, Citra dan Celine. Sedangkan Gendis sudah berangkat bekerja setelah sarapan tadi pagi. “Kamu ingin menikahi Rayana? Kenapa!?” tanya Citra dengan wajah kaget, seakan tak percaya ada pria yang bersedia menikahi cucu tirinya yang serba buruk di pandangannya itu. “Selama berpacaran, sifat kami cocok dan tidak pernah ada masalah. Aku yakin Rayana bisa menjadi istri yang baik, jadi aku membulatkan keputusan untuk menikahinya,” jawab Zain. “Dia hanya perawan tua yang kerja di butik. Kamu yakin tidak akan menyesal?” cecar Citra lagi, membuat Rayana agak menautkan alis. Bukannya wanita tua ini yang ingin dia segera menikah? Sekarang, sudah ada calonnya, kenapa nenek tirinya itu terus-menerus menjelekkannya!? Zain tampak menjawab dengan tenang, “Cinta tidak memandang umur, dan aku juga tidak masalah dengan pekerjaan Rayana. Kalau memang dia mau, dia bahkan tidak perlu bekerja dan aku akan menafkahinya secara penuh.” Mendengar pernyataan ini, semua orang kaget, termasuk Rayana. Zain terdengar sangat percaya diri dengan kemampuannya sendiri! “Wah … percaya diri sekali kamu,” komentar Citra dengan pandangan mengejek. “Memangnya kerja apa?” “Bu!” Ratri menyela, merasa pertanyaan Citra agak menyinggung. “Loh, memang aku salah bertanya?!” balas Citra. Dia menatap Zain dengan alis kanan terangkat. “Ini semua juga biar tahu apa pria ini benar-benar mampu menafkahi putrimu yang tidak berguna itu atau memang hanya membual saja!” Dia memaki dengan suara rendah, “Dasar bodoh.” Ekspresi Zain agak menggelap. Apa ini perasaannya … atau sepertinya Rayana dan sang ibu tidak benar-benar diperlakukan dengan baik di sini? Di saat ini, Rayana menatap Zain. “Zain, maaf … tapi tolong jangan diambil hati,” bisiknya. Zain menatap Rayana dalam, mendapati wanita itu tampak mencengkeram roknya erat. Hal itu membuat pria tersebut kembali menatap Citra dan berkata, “Kalau memang ingin tahu profesiku, aku tidak keberatan. Aku adalah…”Zain berjalan cepat melewati tamu-tamu yang memperhatikan kejadian itu dengan berbagai pertanyaan di kepala mereka. Beberapa orang tampak berbisik satu sama lain. Tentu saja, membicarakan Agra yang dianggap menemui sial karena ulah tunangannya sendiri. Rayana merasa agak kesusahan mengimbangi langkah Zain yang sedikit lebih cepat kali ini. “Emh Zain, apakah bisa sedikit lebih pelan?” Kalimat Rayana sontak membuat Zain berhenti. Lalu menatap tajam ke arah Rayana, “Apakah kau mengerti situasinya, Rayana? Aku hanya tidak suka ada orang yang mengganggu kehidupanku. Kau, adalah istriku, apakah kau paham sekarang?” Wanita cantik itu hanya tertegun. Apa yang dimaksud suaminya itu? Bukankah itu hanya masalah kecil saja, dan Ia telah pun memaafkan. Lalu apa masalahnya sekarang? “Zain, aku tidak nyaman dengan pandangan orang-orang. Bukankah ini hanya masalah sepele, aku takut justru kamu mendapat masalah dengan semua ini. Sudahlah, tidak perlu diperpanjang.” Zain menghela napas dalam
Dunia seperti berhenti berputar bagi Agra. Tatapannya membeku pada sosok Rayana. Wanita yang dulunya ia tinggalkan dengan mudah, dan kini berubah memiliki status jauh lebih mulia dibandingkan siapa pun. Dia adalah istri Zain Mahardika yang terhormat! Dada Agra terasa sesak. Mulutnya sempat terbuka, tapi tak ada kata yang keluar. Di sisi lain, melihat sosok Arga, langkah Rayana melambat dan wajahnya diselimuti keterkejutan. Walau telah bertemu Meta, tapi dia tidak menyangka masih akan bertemu Agra di sini! “Agra …?” Panggilan Rayana dan ekspresi terkejut wanita itu membuat Zain tak elak menautkan alis. Dia memerhatikan wajah sang istri sebelum beralih pada wajah Agra yang juga terkejut. “Kalian saling kenal?” Rayana tersentak, tersadar Zain menyadari kekagetannya. Dia memaksakan senyuman. “Ya … kami … pernah kenal.” Jawaban ambigu itu membuat Zain mengernyit tipis. Ada yang Rayana sembunyikan, dan itu sangat mengganggunya, terlebih karena berkaitan dengan pria asing in
"Aku hanya terkejut, itu saja," kata Agra, mencoba meredakan situasi. "Tadi di butik, saat kau bilang dia belum menikah, Rayana tidak menyangkal. Dia hanya diam. Tapi sekarang, tiba-tiba kau bilang dia sudah menikah... tentu saja aku kaget."Meta masih menatapna dengan sorot mata tajam, merasa harga dirinya terinjak. "Serius, Agra? Tapi kenapa aku malah merasa kau menikmatinya? Seperti sengaja melihatku mempermalukan diri sendiri di depan mereka!"Agra menghela napas. Alih-alih menenangkan Meta dan menghapuskan kekhawatirannya, ia justru terdengar ingin cepat menyelesaikan masalah. "Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Ayo kita masuk. Kali ini, kau bersamaku. Rayana tidak akan berani mengusirmu lagi."Meta tertawa kecil, getir. "Masuk? Dengan penampilanku seperti ini? Kau ingin aku lebih dipermalukan, Agra?" Wajahnya memerah menahan emosi. "Sudahlah! Aku mau pulang!"Agra menatapnya sesaat, lalu mengangguk pelan. "Baiklah, kalau itu maumu."Apa? bahkan tidak ada penahanan sedikit pun
“Sudahlah, tidak perlu memikirkan hal yang tidak penting, mari kita temui Kakek dan Ayahku. Kita belum sempat mengobrol leluasa dengan mereka. Bukankah kau juga ingin mengenal kakekku?”Meskipun banyak tanya di kepalanya, Rayana memilih menganggukmengiyakan. Selain ia malu menjadi pusat perhatian banyak orang, ia juga ingin segera berlalu dari hadapan Meta.Lagi pula Zain benar, mereka memang belum mempunyai kesempatan untuk berbincang selayaknya keluarga dengan kakek dan ayah mertuanya.Setelah mereka sampai di hadapan dua orang lelaki yang juga tak kalah elegan dengan penampilan Zain, mata Rayana terbelalak, namun segera ia alihkan. Bukankah salah satunya adalah kakek yang ia temui di depan toilet tadi?Rayana segera menyembunyikan rasa kagetnya karena saat itu, raut muka Tante Lina segera berubah begitu mereka sampai di hadapannya. Wanita cantik itu segera membuang muka seolah tidak suka dengan kehadiran Rayana dan Zain.“Ada apa tadi ribut-ribut, Zain?” tanya Bachtiar, kakek Zain,
Mata Rayana masih menatap tepat di manik hitam yang mendamaikan itu. “Z-Zain, aku … aku tiak apa-apa,” balas Rayana lirih, merasa tidak enak karena sudah merepotkan pria tersebut. “Terima kasih ….”Zain menatap Rayana saksama, memerhatikan dua sisi wajahnya merona seiring wanita itu menjauh dari dekapannya dan menegapkan tubuhnya.Entah kenapa, kepergian wanita itu dari sentuhannya membuat Zain sedikit kosong.Namun, kemudian dia mengepalkan tangannya yang sempat menggenggam Rayana dan membalas, “Hmm.”Niat hati ingin menanyakan apa yang terjadi pada Rayana, Zain dihentikan oleh suara melengking dari satu arah.“Kau!”Semua mata seketika berpaling ke arah Meta yang sudah kembali berdiri dan melangkah maju dengan sorot mata penuh amarah dan dendam.Meta menunjuk Zain. “Kau pria yang di butik waktu itu!” ucapnya. “Kau suaminya?!” imbuh Meta lagi dengan gaya yang menurut banyak orang tidak sopan.Walau ditunjuk seperti itu, Zain tetap tenang. Tatapannya tidak berubah gelap maupun tersin
Setelah pertemuan singkatnya dengan pria tua tadi, Rayana melangkah ke dalam toilet. Di depan cermin, dia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Jujur, dunia yang Zain prkenalkan padanya ini terasa sedikit asing. Walau kemewahan yang diperkenalkan adalah hal yang biasa dia lihat sebagai seorang fashion designer, tapi … intrik keluarga kaya membuatnya lelah. Apa ini masalah yang dibawa semua orang setelah menikah? Intrik keluarga?Mencoba untuk menepis pikiran-pikiran aneh akibat percakapan terakhirnya dengan Zain, Rayana mencuci tangan dan merapikan penampilannya.Saat dia selesai, Rayana pun langsung keluar dari toilet.Saat kembali ke aula utama, suara bisikan memenuhi ruangan.“Lihat, itu yang tadi diperkenalkan Zain sebagai istrinya, ‘kan?”“Dia cantik.”“Tidak heran Tuan Zain yang terkenal dingin dan paling anti-wanita bisa berujung menerimanya!”Namun, komentar-komentar manis itu gegas berubah tajam.“Tapi, apa latar belakangnya? Kenapa bisa dia yang dipilih keti