Share

5 - Pria yang sempurna

“Ah!”

Aku meringis kesakitan kala Daren memijat kakiku yang terkilir karena terjatuh dari atap. Meskipun pria itu menyentuhku dengan lembut, tetap saja, kakiku terasa nyeri.

“Bisakah kamu melakukannya dengan lebih lembut lagi?” tanyaku setengah memohon.

Daren tersenyum mendengar permintaanku.

Seketika, aku terdiam, karena aku hampir tak pernak melihat senyuman di wajah suamiku sendiri. Senyum tulus yang menggemaskan, bukan seringai yang membuatku bergidik ngeri.

“Kali ini akan lebih sakit dari yang tadi, tapi setelah ini kakimu akan sembuh, bersiaplah,” tutur Daren memegang pergelangan kakiku dan membuatku seketika menahan nafas.

Daren kembali terkekeh, “Jangan tegang, ini tidak terlalu sakit. Kalau kamu takut, pejamkan saja matamu dan serahkan sisanya padaku,” tutur Daren yang dengan cepat kuturuti.

Aku dengan cepat menutup mataku dan mencoba menggigit tanganku sendiri ketika Daren mulai menggerakkan kakiku.

“Argh!”

Aku berteriak dengan sangat nyaring karena kakiku terasa dipatahkan saat ini juga.

Tiba-tiba aku merasakan sebuah tangan mengusap rambutku pelan. Merasakan hal tersebut tentu saja aku segera membuka mata. Sekali lagi, pemandangan indah dengan senyum manis disertai sentuhan lembut, Daren berikan kepadaku.

“Sudah, sudah. Coba gerakkan kakimu, setelah ini pasti terasa jauh lebih baik,” ujar Daren.

Aku menggerakkan kakiku dan ternyata benar saja. Kakiku benar-benar sudah kembali normal. Aku tak bisa menahan senyum melihat kakiku yang sudah tak merasakan sakit.

“Bagaimana kamu melakukannya, Daren? Kakiku tak merasakan sakit sedikitpun,” tanyaku.

“Rahasia,” balasnya lalu berbalik berjalan meninggalkanku.

“Aku akan menyiapkan makanan untukmu,” ucapnya.

Belum sempat aku menjawab dia sudah menghilang di balik gorden biru pastel. Sepertinya dia sangat menyukai warna pastel. Semua barang di ruangan ini berwarna pastel dan ini memberikan kesan mewah pada rumah ini. Berbeda dengan rumah sebelah yang terkesan seperti rumah hantu yang menyeramkan.

Beberapa menit kemudian Daren keluar membawa makanan daging yang aku tidak tahu pasti apa nama makanannya. Aku terbiasa makan tanpa mencari tahu namanya dan kali ini juga sama.

“Bagaimana Dante memperlakukanmu?” tanya Daren.

Aku terdiam mendengar pertanyaannya. Aku harus jujur bahwa Dante adalah orang jahat atau membuat cerita bahwa Dante sangat baik padaku?

“Kalau Dante memperlakukanmu dengan buruk di matamu. Sebenarnya Dante bukanlah orang jahat seperti kelihatannya. Dante hanya tidak bisa mengekspresikan diri dengan baik sehingga membuatnya terlihat seperti penjahat,” sambung Daren melanjutkan karena aku tak kunjung menjawab.

Terlihat seperti penjahat?

Sekarang aku yakin Daren tidak benar-benar tahu Dante seperti apa dibalik semuanya. Cara Dante memperlakukanku saja sudah menunjukkan betapa buruknya dia.

“Kenapa kamu tiba-tiba bertanya?” tanyaku penasaran.

Daren tersenyum, “Karena aku khawatir kamu memiliki dendam kepada Dante tanpa tahu fakta dibalik semuanya.”

Ucapan Daren membuatku menggulungkan mataku ke belakang. Cih, seandainya dia tahu kelakuan kembarannya itu padaku.

“Lalu, apa hubunganmu dengan Dante?” tanyaku balik bertanya.

“Intinya apa yang aku lakukan, maka Dante juga melakukannya. Apa yang Dante lakukan maka aku juga melakukannya, jadi menurutmu apa hubunganku dengan Dante?” jawabnya terdengar rumit.

Intinya aku yakin mereka saudara kembar karena tidak ada kemungkinan lain.

“Baiklah, aku mengerti,” jawabku.

Namun entah apa yang lucu, Daren kembali terkekeh mendengar jawabanku.

Tanpa membalas apapun aku hanya bisa mengernyitkan kening dan mulai makan steak yang Daren buat.

**

Setelah makan, Daren yang sangat baik hati dan terlihat seperti manusia sempurna itu membawaku berkeliling rumah dan menunjukkan beberapa penghargaan Dante.

‘Kenapa dia hanya membicarakan Dante? Dan di mana Dante saat ini’ batinku. Pikiranku mulai melalang buana. Atau mungkinkah Daren hidup dalam bayang-bayang Dante seperti di dalam drama-drama yang aku tonton?

“Lihatlah! Dante memiliki banyak penghargaan kebaikan di sini,” ujar Daren menunjukkan penghargaan Dante menolong anak kecil yang hampir tenggelam, membantu orang tua yang tidak memiliki keluarga dan menyumbangkan uangnya ke panti asuhan.

Panti asuhan?

Sebentar, ada yang aneh dengan foto yang ditunjukkan Daren. Sepertinya, Dante memegang sebuah foto anak kecil di dalam bingkai foto penghargaan itu.

Melihat itu, aku berjinjit karena foto itu diletakkan cukup tinggi dibandingkan tubuhku yang hanya sebahu Daren dan hanya separuh dari rak penghargaan.

Daren masih sibuk menceritakan kebaikan Dante walau aku tidak terlalu meresponnya. Daren juga terlihat mencari sesuatu yang entah apa. Sementara aku masih berjinjit untuk meraih foto Dante.

Aku mencoba menaiki satu rak penghargaan Dante dan berhasil.

“Dapat!”

Tepat saat jemariku mulai menyentuh foto itu, aku baru sadar, bahwa rak yang aku naiki ini ternyata tidak terlalu kokoh dan aku merasakan bahwa rak penghargaan mulai bergerak ke arahku dan ini pasti akan roboh.

Kali ini aku pasti mati di tangan Daren atau Dante.

Aku memejamkan mataku.

Prang!

Daren menahan rak tersebut, namun apa daya, beberapa penghargaan tetap tak bisa melawan gravitasi sehingga terjatuh dan pecah.

Oh, tidak!

Aku meneguk saliva antara terkejut dan juga karena jarak antara aku dan Daren hanya berjarak beberapa inci saja.

Dia mendorong rak ke belakang dan jika aku tidak mundur mungkin wajah Daren sudah menyentuh wajahku.

Gilanya, Daren mengambil satu langkah lebih dekat denganku sehingga posisiku benar-benar terkunci olehnya.

“Maafkan aku, Daren. Aku tidak bermaksud untuk membuat kekacauan seperti ini,” ucapku menunduk untuk menghindari tatapan Daren.

Aku gugup melihatnya yang terus menunduk mendekati wajahku. Apa dia benar-benar sangat marah padaku sekarang? Aku tidak bisa menebak dari mimik wajah Daren.

Daren menarik daguku namun aku masih menghindari tatapannya dan pada saat itu aku melihat gelang dengan simpul hitam dan bandul emas di tengahnya yang biasa dikenakan Dante di pergelangan tangan Daren.

Apa mereka menggunakan gelang couple?

“Sekarang bagaimana kamu akan membayar semua kekacauan ini?” tanya Daren membuyarkan pikiranku.

“Bagaimana Nona bisa ada di sini?” tanya suara perempuan yang entah siapa.

Mendengar suara itu sepertinya Daren terkejut karena dia mendadak mengambil langkah mundur dan sialnya kakinya tidak sengaja menginjak penghargaan yang berbentuk seperti tabung sehingga Daren tergelincir dan tangannya refleks menarik tanganku karena jarakku yang terdekat dengannya

Mengingat tubuh Daren yang jauh jauh lebih besar dibandingkan tubuhku yang terlihat mungil saat bersamanya, tentu aku tertarik bersama Daren.

Bug. Aku membentur dada Daren yang jatuh terlebih dahulu sebelum aku.

Jantungnya berdetak kencang dan tubuhnya sangat hangat.

Astaga Alice, sekarang bukan waktunya memikirkan tubuh Daren. Jika bibi itu melihatku di sini, dia pasti memberitahu Dante dan aku bisa benar-benar dia bunuh karena mengetahui rahasianya.

Dengan cepat tanpa mempedulikan Daren, aku berdiri menghadap bibi pelayan setengah baya yang aku lihat sebelumnya itu dan berkata, “Aku berjanji tidak akan mengatakan apapun yang aku lihat sekarang, namun tolong jangan katakan pada Dante kalau aku tahu rahasianya tentang memiliki saudara kembar yang disembunyikan di sini.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status