Share

4. Pasien Anak Kecil

Selesai dengan Intan selama satu jam di ranjang, Bira menerima pasien selanjutnya, kali ini seorang anak kecil yang kakinya keseleo. Anak kecil berwajah lucu itu diantar oleh ibunya yang cantik. Tentu saja, jika pasiennya anak-anak, maka yang Bira benar-benar akan memijatnya. Tentu saja dengan siasat licik di balik itu semua.

"Siapa namanya, Sayang?" tanya Bira begitu ramah pada pasien anak kecil berusia tiga tahun itu.

"Aima, Om," jawab anak kecil itu sambil malu-malu. Bira tersenyum hangat, baik pada si anak kecil, maupun ibunya.

"Sini, Om Bira lihat kakinya ya. Aduh, pasti sakit sekali ini. Aima jatuh di mana?" tanya Bira sambil mengusap pelan kaki gadis cilik itu.

"Lagi main sama temannya, Bang Bira, tahu-tahu pulang nangis dan digendong ibu-ibu tetangga," sahut ibu dari anak kecil itu. Bira mengangguk paham.

"Mbak, si Cantik ini bukan sekedar jatuh biasa. Ini ada yang senang dengan Aima dan mengikutinya." Bira menjeda ucapannya. Lalu ia berjalan menuju laci lemari. Di dalamnya ada permen lolipop, lalu ia berikan pada pasien kecilnya.

"Ini buat Aima. Om bukakan ya," ujar Bira begitu hangat. Gadis kecil itu tentu saja senang karena mendapatkan permen darinya.

"Kalau nanti Om pijat gak nangis, Om kasih biskuit lagi boleh dibawa pulang."

"Wah, benelan, Om?" Bira tersenyum sambil mengangguk. Gadis kecil itu pun asik dengan permennya, sedangkan Bira mulai mengolesi minyak urut keseleo pada kedua tangannya.

"Bang Bira, maksud Bang Bira tadi apa ada jin yang mengikuti Aima?" Bira mengangguk, lalu menaruh jari telunjuknya di bibir. Ibu dari Aima pun terdiam dan memperhatikan saat Bira mulai memijat putrinya.

"Aw!" Pekik Aima saat Bira lebih kuat menekan bagian kaki yang sakit itu. Namun hanya sesaat, karena setelahnya Aima sudah asik menikmati kembali permennya.

"Mbak, Aima sering jatuh ya?" tanya Bira. Wanita itu mengangguk.

"Ya, karena ada yang mengikutinya, anak kecil juga. Senang bermain dengannya. Kalau mainan sama makhluk gaib, ya pasti sering jatoh."

"Aduh, Bang Bira bikin saya takut saja. Terus gimana, Bang? Saya gak mau Aima diikuti jin. Kasian, Bang. Apa Abang bisa bantu saya usir jin itu? Saya beneran takut nih!" Wanita itu mengusap leher belakangnya yang merinding. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada yang horor dalam ruangan praktek Bira. Memang tidak ada, hanya ada jejeran minyak urut. Handuk kecil, tempat sampah, kertas, dan kendi kecil seperti mangkuk.

"Jangan takut, anak kecil itu takkan masuk ke sini. Mmm... karena Aima masih kecil dan polos, maka yang harus dibersihkan dari efek buruk jin kecil tersebut adalah ibunya. Jika nanti selama pembersihan, ibu setiap malam tidur memeluk Aima ya." Wanita itu mengangguk paham.

"Bagaimana cara pembersihannya, Bang?"

"Besok Mbak ke sini, tanpa membawa Aima. Pakai baju longgar, tapi jangan pakai bra. Seluruh badan dibalur dengan air mawar ya. Nanti akan saya pijat bagian telapak kaki dan perut. Setelah itu, malamnya, Mbak tidur sambil memeluk Aima." Ibu dari Aima itu menelan ludah. Ada sedikit keraguan di hatinya, tetapi semua demi Aima, sehingga ia harus mau berkorban. Lagian hanya urut kaki dan perut.

"Sama satu lagi, Mbak, ayahnya Aima jangan sampai tahu, karena si jin kecil ini nanti malah berpindah ke ayahnya Aima. Kalau sering jatuh nanti, apalagi di atas motor, bisa kecelakaan. Jadi, saran saya, cukup Mbak saja yang tahu."

Wanita itu pun mengangguk paham.

"Aw!" Pekik Aima sekali lagi setelah gerakan pijat terakhir yang dilakukan Bira.

"Ayo, cantik, masih sakit gak jalannya!" Bira menuntun Aima turun dari tempat tidur perlahan. Gadis kecil itu berjalan takut-takut. Kasih sedikit pincang, tetapi sudah lebih baik dari kemarin.

"Sudah tidak telalu sakit, Ibu." Wajah Aima pun semringah.

"Nanti, Aima harus dipijat selama tiga kali ya, Mbak. Mbak juga tiga kali ke sini. Satu minggu satu kali, setiap hari kamis. Sekarang hari selasa, maka Mbak kemari untuk dipijat hari kamis. Begitu seterusnya ya." Pesan Bira dengan suara pelan. Ia tidak mau jika anak kecil mendengar apa yang ia pesankan pada ibunya.

"Baik, Bang Bira, terima kasih atas bantuannya. Ini uang pijatnya." Ibu dari Aima meletakkan uang lima puluh ribu di dalam kendi di atas meja. Pria itu memberikan biskuit pada Aima sesuai janjinya. Gadis cantik itu tentu saja senang dan berjanji akan datang lagi minggu depan untuk dipijat.

Bira mengulum senyum. Bukan hanya uang yang ia dapatkan, tetapi kepuasan akan hal intim dari setiap pasiennya. Saatnya kembali bersiap menyambut pasien berikutnya yang tadi sempat ia lihat sekilas, lebih banyak wanita daripada lelaki. Namun, wajahnya mendadak kaget saat melihat nama pasien berikutnya. Lunar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status