Home / Rumah Tangga / Ternyata Suamiku Dukun Nakal / 3. Tanda Merah di Leher Suaminya

Share

3. Tanda Merah di Leher Suaminya

last update Last Updated: 2023-01-28 17:29:20

"Oh, itu, mungkin wanita itu typo saat mengirimkan pesan," jawab Bira berusaha santai. Kening Liane semakin mengerut.

"Oh, jadi yang Abang pijat perempuan? Itu Abang tahu kalau yang mengirimkan pesan perempuan?" tanya balik Lunar dengan hati cemas. Ia was-was suaminya main belakang, meskipun tidak mungkin.

"Ya, karena rata-rata yang ke sana pasien Abang perempuan. Mulai dari pijat keseleo, turun berok, sakit pinggang, terkilir, sakit leher, patah tulang pun Abang bisa. Kamu cemburu ya? He he he... senang Abang kalau istri cemburu gini, tapi jangan cemburu buta, Abang kan mengobati pasien. Sama kaya dokter kandungan lelaki, pasti dia setiap hari malah ketemunya perempuan terus ya kan? Sudah, masakin Abang air hangat dulu sana, habis mandi, kita ke pasar yuk!" Lunar yang tadinya curiga sampai tidak bisa tidur, akhirnya luluh juga.

Ucapan suaminya selalu saja masuk akal, bukan karena membela diri, tetapi karena keadaannya yang seperti itu.

"Eh, malah bengong! Mau ke pasar gak?" tanyanya lagi menegur Lunar yang masih tertutup sambil menatapnya.

"Eh, iya, mau, Bang." Lunar bergegas ke dapur untuk menjerang air mandi Bira. Selagi menunggu air bergolak, Lunar bersiap. Mengganti bajunya dengan baju pergi yang bagus. Tidak lupa ia berdandan yang cantik agar suaminya senang dengannya dan tidak melirik pasien pijatnya.

Suara kecipak air di kamar mandi menandakan suaminya tengah mandi. Lunar segera merapikan kasur yang berantakan dan juga mengambilkan baju suaminya yang bagus. Semua ia taruh di atas ranjang.

Pintu kamar terbuka, Bira berjalan masuk dengan gagahnya. Lunar sampai menelan ludah karena setiap hari tidak pernah bosan untuk menikmati pemandangan tubuh suami yang sangat menggoda. Tetes air dari ujung rambut, jatuh di pundak dan juga punggung suaminya. Sangatlah seksi, tentu saja.

Lunar baru sadar ketika ia melihat warna agak kehitaman ada di leher suaminya, seperti bekas yang biasa ia berikan di malam sabtu.

"Bang, di leher Abang kenapa merah gitu?" tanya Lunar. Bira kembali merasa hari ini istrinya terlalu cerewet terhadap dirinya.

"Memangnya kenapa? Ini merah karena kemarin ada anak kecil pundaknya patah, Abang pijat, malah Abang digebukin." Bira memegang bagian merah di lehernya, lalu tanpa sepengetahuan Lunar, ia menancapkan kuku jari kelingkingnya di sana. Seolah-olah bekas cakaran.

"Ini, lihat saja!" Bira mendekat setelah memakai celana dalam yang sudah disiapkan Lunar di atas kasur.

"Oh, saya salah lihat ya, Bang, itu malah kayak cakaran?" komentar Lunar sambil menghela napas lega. Bira mengangguk. Jauh di dalam hatinya berkata, mulai hari ini ia harus berhati-hati pada Lunar, jangan sampai istrinya mendapati hal aneh lagi tentang dirinya.

Dengan mengendarai motor N-nax, Bira membawa Lunar pergi ke mall. Niat awal mau ke pasar terpaksa ia batalkan. Lebih baik ke mall, mengajak istrinya berkeliling sambil membelikan beberapa helai baju dan juga make up. Keluar uang lebih tidak apa-apa, asalkan Lunar tidak curiga lagi padanya.

Puas berbelanja hingga pukul tiga sore, Bira pun langsung mengantar Lunar pulang, sedangkan dirinya langsung pergi ke tempat praktek. Memang jam praktek mulai dari jam empat sore sampai dengan jam dua belas malam jika sedang banyak pasien.

Lunar benar-benar sudah menepis kecurigaannya terhadap Bira, setelah puas berbelanja dan juga mendapatkan uang bonus lima ratus ribu dari suaminya itu.

Bira sampai di tempat praktek pukul empat lebih lima menit. Sudah ada Bu Dasmi yang mencatat pendaftaran pasien yang rata-rata adalah wanita dan juga anak kecil.

"Pasien pertama silakan masuk!" Kata Bu Dasmi berseru. Bira sudah berada di balik meja persegi panjang dan tengah duduk bersila. Di depannya ada banyak minyak, mulai dari minyak urut, minyak khusus keseleo, minyak bulus, minyak kelapa, dan ada satu lagi dalam botol besar minyak khusus yang bisa membuat birahi pasien tersulut.

Seorang wanita jalan pincang masuk ke dalam kamar periksa.

"Selamat sore, Bang Bira."

"Selamat sore, Mbak Intan ya?" sapa Bira ramah, memperlihatkan senyuman di bibirnya.

"Iya, Bang. Saya yang semalam WA." Bira mengangguk. Lalu suara musik relaksasi pun terdengar mengisi kamar periksa. Tidak akan ada yang mendengar jika ada suara aneh selain suara musik yang mengalun dari dalam kamar itu. Intan sudah berbaring pasrah. Bira tersenyum hangat, lalu menaikkan rok wanita itu.

"Bagus, sudah tidak memakai dalaman dari rumah, tapi tolong hutan ini nanti dirapikan ya. Akan susah saya memijatnya jika rimbun seperti ini," kata Bira dengan suara serak.

"B-baik, Bang, nanti saya cukur. T-tapi benarkan, Bang, setelah dipijat Bang Bira, rahim saya bisa kencang lagi? Biar suami juga puas gak ngomel bilang kendor terus." Bira tertawa pendek.

"Kalau yakin, pasti bisa. Ayo, kita mulai." Intan pun memejamkan matanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   32. Kejutan

    "I-ini m-maksudnya.... " Lunar merasa napasnya sesak. Kenapa tiba-tiba Haris melamarnya tanpa bilang apapun?"Mau loh ya, masa gak mau." Haris memasang wajah cemberut."Sebelum kamu pulang kampung, saya ikat dulu, biar di sana gak disamber berondong. Tiga bulan lagi, setelah masa iddah kamu selesai, kita akan menikah. Bagaimana, Pak Rahmat, saya bolehkan menjadi menantu Bapak?""Bapak sih gimana Lunar saja." Pak Rahmat mencolek pipi putrinya yang merona."Lunar, itu dijawab pertanyaan Haris, diterima gak?" Pak Rahmat mendesak putrinya.Lunar sudah meneteskan air mata penuh haru. Tanpa banyak drama babibu, dengan beraninya Haris melamar dirinya di depan bapaknya. Ia juga pantas bahagia setelah begitu dikecewakan oleh Bira."Lunar," panggil Haris. Wanita itu mengangkat wajahnya, lalu dengan mata berkabut menatap Haris sambil mengangguk perlahan."Alhamdulillah." Pria itu pun dengan cepat meraih tangan Lunar untuk memasangkan cincin bermata satu di jari manis Lunar. Dengan penuh hikmat,

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   31. Happy

    Hari ini adalah hari yang sudah sangat lama dinantikan oleh Lunar. Tiga bulan berlalu sejak Bira ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani proses sidang dan hari ini adalah sidang putusan pengadilan atas gugatan cerainya pada Bira. Ditemani oleh ayahnya, Lunar pergi ke tempat yang membuatnya bertekad untuk tidak akan mengunjungi tempat seperti ini lagi. Cukup satu kali ia ke pengadilan agama untuk urusan perceraian. Selama tiga bulan ini juga ia ngekos di tempat Harus, tetapi sudah mendapatkan kamar di kos putri. Haris benar-benar memberikannya uang untuk memasak karena sarapan, makan siang, dan Haris juga membawa bekal makan malam masakan Lunar ke tempat ia bekerja. Mereka hanya tidak tinggal satu atap saja, tetapi perhatian Haris dan baiknya sikap Haris, seperti mereka memiliki hubungan spesial. "Jadi pulang nanti sore? Yakin?" kata Pak Rahmat pada putrinya. "Yakin, Pak, kenapa memangnya?" tanya Lunar bingung. Pak Rahmat tertawa pendek sambil mengusap rambut Lunar dengan

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   30. Perpisahan

    Lunar pergi ke rumah sakit ditemani oleh Haris. Sepanjang jalan di taksi online, Lunar sama sekali tidak banyak bicara. Mulutnya bungkam bukan karena marah dengan godaan Haris tadi, tetapi khawatir dengan Bira. Bagaimanapun marah dan kesalnya ia pada suaminya, Bira pernah menjadi lelaki terbaik di hidupnya. Ada yang bilang, jika kita membenci, membencinya secukupnya. "Apa yang kamu pikirkan, Lunar? Wajah kamu tegang sekali," tanya Haris penasaran. Meskipun ia tahu jawaban Lunar tentu saja memikirkan suaminya yang katanya mengalami luka bakar. "Memikirkan Bang Bira. Saya khawatir lemah dengan orang yang tengah sakit. Jika ia membujuk saya untuk berbaikan dan meminta maaf, bagaimana?" Haris tersenyum miris. "Kamu akan susah seumur hidup, Lunar. Ingat, ada tiga wanita yang hamil oleh Bira, sedangkan kamu belum hamil sama sekali. Apa kamu siap kembali bersama pria yang kemaluannya tidak bisa ia jaga? Menanam benih di sana-sini tanpa memikirkan bagaimana istrinya. Beda jika Bira masih s

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   29. Kebakaran

    "Tolong! Tolong!" Bira berteriak sekuat tenaga. Ia masih berharap ada mukjizat dari Tuhan yang bisa menyelamatkannya dan Kek Sugi.Api kian membesar. Bira berusaha menyelamatkan Kek Sugi dengan memapahnya keluar dari pintu depan. Brak! Asbes rumah jatuh tepat di depan mereka. Bira terjebak dan tidak tahu lagi cara keluar dari api yang mengelilingi rumah. "Jendela kamar samping, cepat!" Kek Sugi yang tadinya lemas, menjadi bertenaga agar bisa menyelamatkan diri dari bencana kebakaran. Hanya di kamar samping tidak memakai teralis dan mereka ada harapan bisa keluar dari sana. Api merembet cepat, ruang tengah tempat Kek Sugi tidur sudah dilalap api dengan begitu ganas.Kamar samping aman, keduanya berlari untuk keluar dari jendela. Namun, sangat disayangkan, kaitan jendela macet dan tidak bisa dibuka. "Dobrak cepat, Bira! Cepat!" Napas Kek Sugi mulai terengah-engah. Brak! Brak! Bira berhasil keluar lebih dahulu. Tangannya terulura untuk menyelamatkan Kek Sugi. Hap! Brak! "Argh!" B

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   28. Karma

    Berdasarkan data GPS, pihak kepolisian berhasil menemukan posisi Bira berada. Mereka langsung meluncur ke lokasi tanpa menunggu nanti. Surat perintah penangkapan pun sudah dipegang oleh mereka, sehingga Bira tidak akan mungkin bisa berkelit. Bu Mega pasrah, saat ia dan Kinan malah digiring ke kantor polisi menggunakan mobil petugas. Rasa malu yang luar biasa membakar wajah Bu Mega sehingga ia tidak berani mengangkat wajahnya untuk menatap orang-orang lingkungan tempat tinggal Bira yang kini tengah menatapnya dengan penuh cemooh. "Pantesan Bang Bira nyuci sempak sendirian ya. Istrinya gak boleh nyuciin. Rupanya itu celana buat lap hasil anuan ya. Ih, jijik deh!""Pantesan Mbak Lunar kabur. Dia takut kena penyakit menular dari suaminya. Astaghfirullah, ngerinya manusia.""Kedok doang tukang pijet, aslinya malah dukun mesum." Bu Mega tidak sanggup mendengar cibiran dari tetangga. Ia lekas masuk ke dalam mobil sembari menulikan telinganya. Kinan yang tidak mengerti hanya bisa terdiam.

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   27. Guna-guna

    Bira benar-benar telah hilang akal. Ketakutan akan ditangkap oleh polisi membuatnya malah nekat mengguna-guna Haris dan istrinya. Apalagi menurut penuturan Kek Sugi. Energi Haris dan Lunar sangat dekat, itu pertanda keduanya sedang bersama. Membayangkan sang Istri yang dekat dengan Haris, tentu saja membuatnya marah dan juga kesal. Ponsel keduanya juga tidak aktif, sehingga amarahnya kian memuncak. Kek Sugi tidak bisa membantunya karena masih sakit. Kakek tua itu terkena penyakit lambung dan masih lemas untuk beraktivitas. Jangankan mengguna-guna orang, untuk ke kamar mandi saja, kakek tua itu tertatih. Untunglah Bira menumpang di sana, sehingga ada yang membantunya di rumah. "Kenapa gak bisa, Kek?" tanya Bira saat lagi-lagi ia gagal. Napasnya menjadi sesak karena ulahnya sendiri yang hendak mengirimkan santet pada Haris. "Susah, aku saja tidak bisa. Apalagi kamu yang tahunya cuma mijet. Selama ini istri kamu itu tidak curiga macam-macam karena aku bisa mengikatnya, tetapi sejak a

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   26. Menggugat Cerai

    "Mas Haris, apa sudah lihat berita semalam?" tanya Lunar saat keesokan paginya, Haris pulang dari bekerja menjaga rumah majikannya. "Sudah, ramai sekali beritanya di media sosial. Tapi kamu jangan khawatir. Kamu kan tidak bersalah." Haris membuka sepatu dan juga menggantung tas ranselnya di paku. Lunar menyiapkan air untuk Haris. "Ini, Mas, minum dulu!" pria itu tersenyum, sembari menerima segelas air putih dari tangan Lunar. "Terima kasih, Lunar. Oh, iya, soal Bira, kamu tidak mungkin tidak dimintai keterangan karena kamu bertindak sebagai saksi. Pokoknya jangan takut, apapun yang ditanyakan polisi, katakan jujur." Lunar mengangguk, tetapi wajahnya masih terlihat begitu cemas. Haris mengerti kecemasan tersebut karena kapanpun wanita itu bisa diminta ke kantor polisi. Ada rasa kasihan pada Lunar karena ia adalah istri baik yang tidak macam-macam dengan suami. Beda dengan mantan istrinya dahulu. Ia bekerja banting-tulang, istri malah selingkuh. "Mas, apa saya ke kantor polisi saja

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   25. Bira Kabur

    "Bang Bira, maaf, ada aparat datang ke klinik sama salah satu pasien, tapi saya gak tahu nama pasien siapa. Pasien wanita muda itu menangis dan aparat itu meminta Bang Bira datang, kalau tidak mau klinik dibakar.""Apa? Siapa? Kurang ajar! Siapa yang berani mengancam saya? Pasien wanita saya banyak, Bu, mana saya inget dan kenapa juga cewek itu nangis!"Srak!Aparat itu merampas ponsel Bu Dasmi dengan tiba-tiba. "Bira, cepat kamu ke sini! Atau aku bakar klinik kamu dan aku tarik paksa kamu kantor polisi. Dasar dukun mesum! Bangsat!"Bira lekas mematikan ponselnya. Lalu berjalan cepat masuk ke dalam kamar. Tentu saja hal itu membuat ibunya yang tengah menonton televisi merasa bingung. Wanita setengah baya itu menyusul putranya ke kamar dan melihat Bira tengah memasukkan pakaian ke dalam tas jinjing. "Loh, ada apa ini, Bira? Kamu mau ke mana?" tanya ibunya dengan menghampiri Bira yang berwajah tegang. "Bira sepertinya tahu Lunar di mana, Bu. Bira mau susul Lunar dulu ya." Bira mengel

  • Ternyata Suamiku Dukun Nakal   24 Meminta Bantuan Haris

    "Mas Haris, saya sudah di bengkel yang Mas Haris share lock. Mas Haris di mana?" "Oh, iya udah, tunggu sebentar ya, Lunar. Kosan saya gak jauh dari situ. Jangan ke mana-mana. Biar saya jemput." Lunar pun mematikan ponselnya. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk membaca keadaan lingkungan sekitar yang baru kali ini ia datangi. "Lunar!" Teriakan Haris membuat wanita itu menoleh kembali ke kanan. Ia tersenyum, lalu buru-buru mematikan ponselnya. Jangan sampai suaminya mengetahui di mana posisi ia sekarang . Haris melangkah lebar agar segera sampai di dekat Lunar. "Udah lama?" tanya Haris. Lunar menggeleng. "Baru aja, Mas." Lunar menjawab tidak semangat. Rasa kecewa dan sakit hati cenderung lebih besar menguasai hatinya saat ini. "Sini, saya yang bawakan tasnya." Lunar mengangguk; memberikan tas belanja berukuran besar itu pada Haris. Pria sederhana itu memakai sandal jepit dan juga baju kaus yang amat sederhana. Celananya juga pun sama. Berbeda dengan suaminya yang selalu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status