Share

Bab 2 Tetangga Baru

Author: Nona Enci
last update Last Updated: 2025-08-15 23:11:15

"Pak Kendrick?!" pekik Jenna saking terkejutnya.

Ia tidak salah lihatkan? Orang yang saat ini berdiri di depannya adalah Kendrick Halim. Sosok yang beberapa hari ini sedang menjadi topik pembicaraan di kantor. Sosok yang katanya akan menggantikan jabatan sang ayah sebagai Direktur Utama di kantor tempat ia bekerja

"Kamu kenal saya?" tanya Kendrick.

Jenna langsung gelapan sendiri. Mati sudah. Ia kenal Kendrick dari situs berita yang mengabarkan soal pria itu yang akan menggantikan jabatan sang ayah. Kalau begini caranya, ia bingung harus menjawab apa.

"Ah ... a-anu sepertinya saya salah rumah, Pak. Saya permisi dulu, mari."

Setelah mengatakan itu, Jenna langsung pergi begitu saja. Sungguh, ia malu. Ah, tidak. Lebih tepatnya ia syok. Bagaimana bisa seorang Kendrick Halim menjadi tetangganya?

Kendrick bermonolog. "Salah rumah?"

Ia melihat Jenna lari ke arah rumah di mana rumah tersebut saling berhadapan dengan rumah yang saat ini ia tempati

"Perempuan aneh," celetuk Kendrick kembali masuk ke dalam rumahnya.

Sedangkan Jenna dengan tergesa-gesa memasuki rumahnya. Setelah pintu tertutup, ia baru bisa bernapas lega. Ini bagai mimpi buruk baginya.

Tiba-tiba Rani datang dengan kerutan di keningnya. "Jenna, itu kenapa kue-nya kamu bawa pulang lagi?"

Sontak Jenna menatap satu kotak kue yang masih setia ia jinjing. Jika saja tetangga barunya itu bukan Kendrick Halim, sudah Jenna pastikan kue tersebut sampai pada tujuannya Astaga, bahkan hanya masalah seperti ini saja sudah membuat kepalanya terasa pening.

Ia pun langsung menghembuskan napas pelan. "Pemilik rumahnya nggak ada, Bu."

"Nggak ada atau memang nggak kamu kasih ke orangnya?" desak Rani.

Jenna terdiam. Ibunya itu memang susah sekali dibohongi. Sudah begitu galak pula. Sekali membantah, pasti langsung kena semprot. Contohnya seperti sekarang ini.

"Bu ... tunggu-tunggu, jangan tarik tangan, Jenna!" paniknya.

Setelah pintu kembali terbuka dengan tarikan yang cukup kencang Rani membawa Jenna ke rumah Kendrick untuk memastikan apakan ucapan anaknya benar atau ternyata bohong.

"Bu—Jenna nggak bohong, kok, orangnya beneran nggak ada, tadi Jenna udah ke sini," ujar Laras terus menjelaskan.

Wajahnya sudah pucat pasi apalagi dengan lihainya Rani menekan bel rumah Kendrick. Astaga, mati sudah.

"Bu, kita pulang aja, ayo?" bujuk Jenna berharap Ibunya luluh.

"Bu, Jenna berani sum—pah," ucap Jenna langsung menelan.

Sebab, dalam hitungan detik pintu itu langsung terbuka menampilkan si pemilik rumah. Padahal Rani hanya menekan satu kali bel saja. Sial. Kendrick terlalu gerak cepat. Dan, ya, tentu saja saat ini lutut Jenna terasa lemas. Apalagi mendapat tatapan horror dari sang Ibu.

"Maaf, ada apa, ya, Bu?" tanya Kendrick lebih dulu. Karena ia kebingungan sendiri.

"Perkenalkan nama Ibu Rani. Dan ini Jenna, anak Ibu. Rumah kami di depan sana, kalau butuh bantuan jangan sungkan, kami pasti siap bantu."

Jenna tiba-tiba mendapatkan senggolan dari sang Ibu. Wanita itu seakan memberi kode kepada Jenna. Padahal saat ini ia betul-betul gugup. Astaga, Rani memang tidak pengertian sama sekali.

"J—Jenna," ucapnya kelewat gugup.

Rani langsung berdecak. "Kamu ini. Bukan itu maksudnya. Kue yang kamu pegang, kasih ke dia. Kenapa jadi perkenalan lagi?"

Refleks Jenna langsung menyodorkan kue tersebut ke depan Kendrick. Sepertinya urat malu Jenna sudah putus.

"Itu ada kue dari kami, Ibu sendiri yang bikin khusus untuk tetangga baru. Semoga suka, ya. Dan, semoga juga betah tinggal di sini. Jangan takut, warga di sini baik-baik, kok," ujar Rani dengan senyum ramahnya.

Kendrick pun langsung menerima bingkisan tersebut. "Terima kasih, Bu."

"Bu, Ibu!" teriak Zio dari seberang sana.

"Duh, anak itu." Rani langsung kembali menatap Kendrick. "Ibu pamit dulu, ya. Biasa. Anak bujang Ibu kalau pulang sekolah nggak ada Ibunya di rumah pasti teriak-teriak kaya begitu. Oh, ya, kalian lanjut ngobrol saja. Saling mengakrabkan diri. Kalau begitu Ibu tinggal dulu."

Ekspresi Jenna tidak bisa berbohong. Ia benar-benar terkejut atas apa yang barusan Rani bilang. Mengakrabkan diri? Yang benar saja hei!

"Sekolah mana yang pulang jam setengah enam?" kata Kendrick membuat kepala Jenna sontak berputar.

Barusan Kendrick bilang apa? Sungguh, Jenna seperti orang bodoh. Ia tidak mendengar jelas pertanyaan pria di depannya itu.

"Anak bujang yang Ibu kamu maksud."

Ia langsung mengerutkan keningnya. Memang kenapa dengan Zio?

"Kamu selain telmi, orangnya nggak jelas juga, ya," celetuk Kendrick asal.

Jenna sontak membuka suara. "Saya nggak telmi. Bapak jangan asal bicara, ya."

"Ah, lupakan. Saya sedikit penasaran. Kenapa tadi kamu langsung pergi? Kamu juga sebut nama saya. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Kendrick.

Jenna terdiam cukup lama. Sebelumnya akhirnya ia memilih jalan ninja. "Saya pamit dulu, Pak. Permisi."

Baru saja Jenna ingin pergi dengan jurus seribu bayangannya, tiba-tiba pergerakan tersebut dicegah oleh Kendrick yang membuat perempuan itu tertahan di tempat.

Jenna menatap tidak suka kepada lengan Kendrick yang masih di sana, dengan cepat pria itu langsung melepasnya.

"Sorry, tapi saya butuh jawaban kamu."

Perempuan itu memejamkan matanya sebentar. Tidak mungkin ia jujur bahwa dirinya salah satu karyawan di perusahaan keluarga pria itu. Pasalnya, selain sang ayah direktur utama, pemilik perusahaan tersebut adalah kakek Kendrick sendiri.

Jujur, Jenna baru kenal Kendrick belum lama, itu pun dari mulut orang-orang dan media sosial yang merumorkan pria itu akan menganggantikan posisi sang ayah.

Perlu diketahui, ini adalah pertemuan pertamanya dengan Kendrick.

Kendrick menatap Jenna dengan tatapan lelah. "Kamu dengar omongan saya, 'kan?"

"Dengar, kok!" jawab Jenna cukup keras. Takut pria itu menganggap pendengarannya bermasalah.

"Jawab pertanyaan saya, Jenna. Dari mana kamu tau nama saya?" tanya Kendrick sedikit menekan.

Sialan. Harus jawab apa coba? Jenna terus berpikir keras.

"I-itu ... saya ... saya pamit pulang dulu, Pak!" ucap Jenna langsung ngibrit keluar.

Mungkinkah Jenna—kurang waras? Pikir Kendrick seakan perang dengan batinnya sendiri.

Sedangkan Jenna kini terengah-engah sendiri di depan rumahnya, ia melihat rumah Kendrick dengan pandangan tak biasa.

"Ah, gila!" Jenna mengacak rambutnya frustrasi. "Kenapa harus tetanggaan sama Bos sendiri, si?!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 30 Denda Mahar

    —Di dalam mobil.Sepanjang perjalanan, mata Liam tidak berhenti melirik ke arah di mana Jenna duduk di bangku penumpang. Sesekali bibirnya tersenyum tipis."Kamu udah lama kerja di sana?" tanya Liam basa-basi. Jenna mengangguk pelan. "Lumayan. Sudah 2 tahun."Liam menoleh sebentar, kemudian kembali fokus ke depan. "Jenna ... soal masalah dulu, saya minta maaf, ya."Masalah yang Liam maksud adalah ketika pria itu menolak cinta Jenna. Entah bagaimana Liam masih ingat hal tersebut, padahal sudah lama sekali. Namun, meski sudah bertahun-tahun itu merupakan moment yang tidak akan pernah Jenna lupakan."Nggak apa, Mas. Itu cuma cerita lama. Nggak begitu berpengaruh juga," jawab Jenna tersenyum tipis. Sayangnya bukan itu yang Liam inginkan. Meski kala itu ia juga mencintai Jenna, tetapi hubungan jarak jauh itu tidak mudah. Makanya Liam tidak pernah bicara yang sesungguhnya. Ia tidak ingin membuat Jenna makin berharap jika waktu itu ia juga mengutarakan isi hatinya."Laki-laki di cafe waktu

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 29 Putus

    Beberapa hari pun berlalu."Teman-teman, itu ada makan siang dari Pak Ken. Bisa dimakan, ya." Karin memberitahu sebelum jam istirahat benar-benar tiba.Makan siang itu mulai dibagikan oleh kepala divisi masing-masing kepada meja kerja sang rekan. Semuanya terlihat tampak bahagia."Waduh, apa ini namanya berkah makan siang gratis?" kata Tasya menatap para rekan kerjanya.Dewi mengangguk setuju. "Lebih ke berkah di akhir bulan, si, Sya."Ken yang baru keluar dari ruangannya pun langsung mengulum senyum. Namun, pandangannya tidak lepas dari mata indah milik Jenna, kekasihnya sendiri."Terima kasih banyak, Pak," ucap para karyawan atas rasa hormat kepada sang atasan.Pria itu mengangguk lirih. Tidak lama langsung pergi dengan gaya cool-nya, diikuti Bagas—asistennya dari belakang. "Makan siang apaan ini semuanya bentuk love?" kaget Tasya usai Ken benar-benar pergi.Bukan hanya Tasya saja, yang lain juga ikut terkejut. Bahkan beberapa orang tercengang sendiri menatap isi box makanan terse

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 28 Go Publik

    —Pukul 12 siang."Pokoknya kalian semua jangan berisik," ucap Tasya mewanti-wanti. Merrka sampai di rumah Jenna hendak menjenguk rekan kerja sekaligus sahabatnya. "Permisi," ucap Tasya di depan pintu rumah Jenna yang sedikit terbuka."Pintunya nggak dikunci," kata perempuan itu menoleh pada yang lain.Dewi kemudian ikut mengintip ke dalam. "Kok kayanya sepi, ya?""Coba masuk dulu, gimana?" Tasya meminta persetujuan. Yang memberi anggukan kepalanya hanya Dewi saja, sedangkan Henry dan Sakti berdiam diri bak patung. Tidak ada gunanya.Mereka pun memutuskan masuk ke dalam rumah Jenna secara bersamaan. Karena Tasya dan Dewi sering berkunjung ke rumah rekannya, mereka pun mengajak yang lain untuk melihat ke kamar Jenna, barangkali perempuan itu tengah istirahat di sana. "Halo, Jenna!" ujar Tasya penuh bersemangat mendorong pintu kamar tersebut yang sudah terbuka kecil.Ke empat manusia itu sontak terkejut setengah mati. Bahkan Tasya yang sudah tahu hubungan Jenna dan sang atasan pun ik

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 27 Tekad Ken

    Keesokan paginya. "Semuanya udah beres, 'kan? Ada yang ketinggalan nggak?" tanya Rani repot di pagi menjelang siang karena Jenna sudah diperbolehkan pulang.Tiba-tiba Ken datang dengan napas terengah-engah. "Maaf saya terlambat. Tadi sempat ada kendala di jalan.""Nggak apa-apa, Nak Ken. Lagipula sudah ada Erica yang membantu," ucap Rani. Wanita itu memang sendiri di rumah sakit. Pagi-pagi Ridwan dan Zio sudah pulang sebab sang suami harus bekerja, sedangkan Zio masuk sekolah.Erica tersenyum simpul pada sang Kakak. Seolah memberi reaksi meledak karena dirinya berhasil bertemu dengan calon sang kakak ipar."Tante baru tau kalau Nak Ken punya adik dokter di sini," ujar Rani menoleh pada pria itu sebentar.Ken menatap horor sang adik. Sudah pasti si tengil itu memperkenalkan diri sebagai saudaranya. "Iya, Bu. Erica adik kedua saya. Yang terakhir Gina, dia masih SMP."Rani mengangguk-anggukan kepalanya. "Ah Gina ... temennya Zio itu.""Wah, dunia sempit banget, ya." Erica langsung men

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 26 Lampu Ijo

    Rumah Sakit.Usai kejadian pingsan di toilet, saat ini Jenna tengah terbaring lemah di atas brankar rumah sakit. Sejak mendapat penanganan serius dari dokter hingga kini tangannya terpasang jari infus, perempuan itu belum juga membuka matanya.Sekarang sudah pukul 7 malam, tetapi Jenna masih setia menutup matanya dengan tenang. Ken yang sedari siang menemani sang kekasih pun rela membatalkan beberapa janji, juga menunda meeting karena saking khawatirnya pada perempuan yang kini terlihat lemah itu."Jenna," ucap Ken merasakan jari-jemarinya perempuan itu bergerak. Ia langsung memandang penuh perempuan itu dengan tangan tidak lepas dari genggaman. Mengusap lembut wajah kekasihnya. Tersenyum senang karena Jenna berhasil membuka matanya."H-haus," lirih Jenna sedikit terbata-bata.Buru-buru Ken mengambilkan air putih dan membantu Jenna duduk agar perempuan itu mudah untuk meneguk air bening tersebut. "Pusing nggak? Mau saya panggilkan dokter?" ujar Ken setelah menaruh kembali gelas itu.

  • Ternyata Tetangga Itu, Bosku!    Bab 25 Pingsan

    Usai kejadian kencan kemarin. Saat ini hati Jenna sedang berbunga-bunga. Perempuan itu bahkan senyum-senyum sendiri di lorong kantor dengan tas di bahunya."Pagi Mbak Jenna," sapa beberapa karyawan yang lewat.Jenna membalas dengan senyuman. Melanjutkan jalan sampai ruang kerja. "Selamat pagi semua!" sapa perempuan itu dengan girang.Semua orang yang ada di ruangan pun kompak membalas, "Pagi." Dengan nada pelan dan kebingungan. "Kesambet apa lo?" tanya Sakti tepat di belakang Jenna.Ia pun menoleh dengan tatapan sinis. Merusak suasana saja. Kemudian melangkahkan kakinya menuju meja kerja."Jen ... kamu nggak salah minum obat, 'kan?" tanya Tasya memastikan."Ngadi-ngadi aja kamu," balas Jenna sedikit cuek.Sakti dari meja seberang sana menyahut, "Kerjaan lo banyak. Jangan seneng dulu.""Nggak ada yang ngomong sama kamu, ya, Sakti," dengus Jenna kesal."Gue si ngasih tau, ya. Dari pada lo nanti nangis karena banyak komplenan," balasnya.Tasya pun mencoba melerai, "Udah nggak usah dila

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status