Share

Bab 2: Semakin Mendekat

Tanti mengerutkan kening kembali begitu melihat pesan Dinda, salah satu mahasiswa yang berada di indekos itu. 

Sedari tadi, perempuan itu menceritakan jika tadi ia mendengar suara tangis dari arah kamar Lina, juga suara teriakan yang menyayat hati.

Meskipun begitu, tak ada yang bisa dilakukan oleh Dinda, karena ia tidak ingin mengambil resiko jika sampai arwah dari teman indekosnya itu justru akan menghantuinya.

Di akhir pesan yang dikirim juga, Dinda mengutarakan kalimat maaf, jika ia tidak bisa untuk melakukan apa-apa. Seperti menolong Tanti, karena rasa takut juga sudah sangat menyelimuti Dinda saat ini.

"Bu ... tolongin Lina. Lina enggak mau kayak gini, Lina nyesel, Bu. Harusnya Lina masih hidup dan bisa ketawa-ketawa," lirih Lina tiba-tiba, hingga mengalihkan fokus Tanti secara mendadak.

"Maafin Ibu Lina, tapi kita udah beda dunia dan Ibu juga takut jika harus keluar dari kamar buat ketemu sama kamu," gumam Tanti, dengan suara yang cukup pelan.

Bertepatan dengan jawaban dari Tanti yang seperti itu, lampu kamar Tanti langsung padam begitu saja. 

Sontak saja, hal itu membuat Tanti semakin merasa takut dan tak bisa tenang, tetapi ia memilih untuk langsung menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut.

Dirinya berharap, jika arwah gentayangan mantan penghuni indekosnya itu tidak akan mengetahui di mana ia berada saat ini.

Tok tok tok!

"Ibu ...!"

Ketukan di pintu kembali terdengar, kali ini ketukannya terdengar seperti diiringi dengan amarah yang sangat besar. Hingga suaranya terdengar dengan sangat jelas dan juga seakan-akan ingin merusak pintu kamar tersebut.

Tubuh Tanti semakin gemetar, ia sudah tak lagi bisa menyembunyikan rasa takut yang sangat luar biasa tersebut. Bahkan, meskipun ponsel yang masih berada di genggaman tangannya terus saja mengeluarkan bunyi notifikasi, tetapi tak bisa untuk dibuka sama sekali oleh Tanti.

"Ibu ... ada di mana? Karena Ibu yang enggak mau buat nemuin Lina, maka dari itu biarin Lina aja ya yang nemuin Ibu. Ibu ada di mana?" Suara Lina menggema di dalam kamar Tanti.

Hal itu tentu saja membuat Tanti semakin ketakutan, bahkan ia langsung menangis saat itu juga, tetapi Tanti tak ingin jika tangisannya akan terdengar. Sehingga ia memanfaatkan kedua tangannya itu untuk menutup mulutnya sendiri.

Hal yang sangat tak diinginkan, justru terjadi. Selimut yang digunakan oleh Tanti untuk menutupi seluruh tubuhnya itu, justru perlahan ditarik dengan sendirinya. Disertai dengan tawa yang sangat melengking di dalam kamar milik Tanti.

Brak!

*******

"Ibu kos udah enggak ada? Kamu yang bener deh kalau ngomong, jangan asal aja!" Suara dari Gina yang memang sama sekali tidak percaya akan apa yang baru saja diutarakan oleh Dinda.

Ya, Dinda. Perempuan itu yang menjadi saksi, bagaimana suara dari Tanti yang terdengar begitu tersiksa, tetapi di sisi lain juga Dinda tidak dapat berbuat apa-apa.

Dinda juga lah yang melapor peristiwa tersebut pada pihak yang berwajib, serta memberitahu berita tersebut pada grup indekos yang anggotanya memang semua penghuni indekos tersebut.

Berita dari Dinda dan juga kehadiran dari pihak kepolisian membuat semuanya sangat terkejut dan merasa takut. Baik warga sekitar indekos tersebut, atau bahkan penghuni indekos di situ.

"Nak Dinda, boleh kah ceritakan kronologinya seperti apa? Kami membutuhkan itu dan tolong ceritakan dengan sangat jelas juga ya," pinta salah satu polisi yang hadir di tempat tersebut.

Mendengar permintaan yang seperti itu, membuat Dinda langsung meneguk ludahnya dengan sangat kasar. Kedua mata yang ia miliki juga secara spontan langsung menatap ke arah di mana kamar milik Lina yang terlihat sangat menyeramkan. Padahal, hari masih sangat terang. 

Dinda bergidik ngeri, kala ingatan tentang bagaimana jeritan Tanti yang terdengar sangat kesakitan. Detik itu juga Dinda langsung menggelengkan kepalanya pelan, lalu berkata, "Mohon maaf, Pak, tapi saya tidak bisa memberikan keterangan apa pun."

Dari jawaban yang dikatakan oleh Dinda, sebenarnya sangat benar. Pasalnya, di saat kejadian itu, Dinda tidak keluar sama sekali dari dalam kamarnya, ia hanya bisa mengandalkan indra pendengarannya saja.

Sedangkan, di sisi yang lain, pihak kepolisian merasa sangat bingung dengan kasus yang tengah mereka jalani. Pasalnya, saat ini mereka tengah berhadapan dengan hantu, bukan dengan makhluk yang bernyawa.

"Nak Dinda, maaf sekali, tetapi kami bingung akan meminta tolong ke siapa, kalau bukan ke kamu, Nak," pinta salah satu polisi yang berusaha untuk membujuk Dinda, supaya dapat membuka mulut.

"Saya juga hanya bisa mohon maaf banget ya, Pak, tapi saya juga enggak bisa kalau harus ngasih keterangan kronologi yang palsu pada pihak kepolisian, karena di saat kejadian saya sedang berada di dalam kamar saya sendiri, saya sama sekali tidak berani untuk keluar," sahut Dinda, yang juga berusaha untuk memberi pemahaman lebih.

Kembali, Dinda melirik ke arah di mana kamar milik Lina yang masih terpasang garis polisi. Entah mengapa, kala kedua matanya menatap ke arah kamar tersebut, ia justru mendengar suara tawa yang sangat bahagia sekali dari dalam kamar tersebut.

Secara otomatis, Dinda menganggap jika tawa tersebut yang berasal dari kamar tragedi kematian, ada hubungannya dengan insiden kematian pemilik indekos.

'Apa mungkin ya, Lina yang ngebuat bu Tanti sampai enggak bernyawa kayak gitu?' gumam Dinda di dalam hatinya, dengan perasaan yang penuh akan rasa takut.

Merinding dan juga gemetar, Dinda sama sekali tak percaya jika indekos yang saat ini ia tempati akan mengandung cerita mistis yang dapat dirinya langsung merasa sangat lemas. Sungguh, ia tak sanggup.

"Aku harus segera keluar dari sini." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status