Share

Memenuhi undangan Oma.

Penulis: iva dinata
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-17 16:37:42

Sejak kecil, Mama Salwa sangat membenciku. Dia bahkan tak segan membunuh sahabatku yang juga keponakannya sendiri, lalu menjualku ke pernikahan ini demi menyelamatkan perusahaan keluarga yang hampir bangkrut.

Rasanya, aku tak ingin mengangkatnya.

Namun tahu kekejaman istri sah papaku itu, kubatalkan niatku itu.

"Assallam....."

“Dengarkan baik-baik, Renjana. Perusahaan Papamu membutuhkan dana tambahan untuk proyek barunya. Kamu bicaralah dengan Ammar, minta dia membatu Papamu.” Tanpa salam dari seberang sana, Mama Salwa sudah langsung memberi perintah.

Kuhela nafas, baru saja bertengkar bagaimana bisa aku meminta tolong pada Mas Ammar?

"Maaf Ma, untuk kali ini aku tidak bisa," balasku ketakutan.

“Apa?” Suara Mama Salwa meninggi. “Apa kamu lupa alasan kamu menikah dengan Ammar?

“Aku ingatkan lagi, kamu di sana hanya untuk membantu perusahaan keluarga kita, apa kamu mengerti?”

"Aku mengerti, Ma, tapi–”

“Baiklah aku tidak akan memaksa. Tapi jangan salahkan aku jika sesuatu terjadi pada wanita penyakitan itu.”

Mataku sontak terpejam. Menahan geram dan takut yang memenuhi dadaku.

Kembali, ibu Arfan yang tak bersalah itu dijadikan ancaman oleh Mama Salwa untuk memaksaku menuruti perintahnya.

Terbuat dari apa hati ibu sambungku ini? Bahkan pada kakak sepupunya sendiri dia tega. Kenapa ada wanita yang begitu kejam dan egois seperti Mama Salwa?

"Kumohon jangan, Ma," ucapku gemetar. Jangan lagi ada yang jadi korban.

Cukup Arfan.

Jangan lagi....

“Kalau begitu lakukan! Kuberi kamu waktu tiga hari! Jangan salahkan aku jika wanita itu bernasib sama seperti putranya.”

Tut!

Sambungan telepon itu pun terputus sepihak.

Ya, Tuhan apa yang harus kulakukan?

Panik, aku gegas turun ke lantai bawah mencoba menemui Mas Ammar. Akan tetapi, pria itu sudah pergi dari rumah.

Entah pergi ke mana, aku pun tak tahu.

Kucoba hubungi nomornya, tapi aku baru teringat jika Mas Ammar telah menggantinya sejak sebulan lalu, dan tak mau memberitahukan nomor barunya padaku.

Kepalaku terasa pening. Terlebih saat sadar bahwa besok aku pun harus pergi sendiri menemui Oma Rumana dan mama mertuaku….

"Ya Tuhan...."

**

Di depan rumah mewah milik keluarga Zafier, aku berdiri mematung. Teringat saat pertama aku datang ke tempat ini untuk menyatakan kesediaanku menerima perjodohan ini, sehari setelah kematian Arfan.

"Sedang apa kamu di sana?" Mama Rosa berdiri di depan pintu–menyadarkanku dari lamunan.

Seperti biasa, ekspresi wajah mama mertuaku itu selalu ketus. "Oma sudah menunggumu, cepat masuk!" perintahnya.

"Iya, Ma."

Aku mengikutinya berjalan memasuki rumah mewah kediaman keluarga Zafier.

Di meja makan, Oma Rumana memang sudah duduk di menunggu kami.

"Siang Oma," sapaku mengulurkan tangan, mencium punggung tangan yang sudah mulai keriput namun tetap hangat saat kusentuh.

"Siang, Ana. Mana suamimu?" tanya Oma Rumana mengarahkan tatapannya ke arah ruang tamu. mencari cucu pertamanya.

"Maaf Oma, tapi Mas Ammar tidak bisa datang. Ada meeting penting yang tidak bisa ditinggalkan."

Oma Rumana menghela nafas. Mungkin kecewa?

Ini ketiga kalinya Mas Ammar tidak bisa datang memenuhi undangan makan siang Oma Rumana.

Aku semakin tak enak pada satu-satunya orang yang baik padaku di keluarga Zafier ini.

"Duduklah, Sayang," perintahnya yang segera kuikuti.

"Ammar memang sedang sibuk Ma. Kata Mas Malik, perusahaan sedang mempersiapkan kerja sama dengan perusahaan luar negeri." Mama Rosa mencoba membela putranya.

"Aku memintanya datang di jam makan siang. Apa itu mengganggu pekerjaannya?" sahut Oma Rumana tenang, tapi tatapannya mampu membuat orang merasa tertekan.

Wanita tua itu memang memiliki aura yang sangat kuat. Bahkan, Oma Rumana dapat mengintimidasi orang tanpa menaikkan suaranya–sama seperti Mas Ammar. Sangat berwibawa.

"Bukan begitu maksudku, Ma. Mungkin Ana memberitahunya mendadak jadi dia tidak bisa mengatur jadwalnya."

Mendengar ucapan Mama Rosa, aku terkesiap. Bisa-bisanya menyalakanku untuk membela putranya. Namun, aku tahu tak bisa membela diri.

Untungnya, Oma Rumana menjawab menantunya itu, "Aku meminta Ana datang untuk makan siang bukan untuk jadi tameng kesalahan putramu."

"Maaf." Kali ini, Mama Rosa terdiam. Dia lalu segera mengambilkan nasi untuk ibu mertuanya.

"Biar aku sendiri Ma," kataku saat Mama Rosa juga hendak mengambilkan nasi untukku.

"Diam saja," bisiknya melirikku kesal.

Aku pun mengalah–membiarkannya mengambilkan aku nasi beserta lauknya.

Kami pun mulai makan sambil mengobrol ringan. Namun lama-kelamaan obrolan itu menjadi berat untukku.

Apalagi jika bukan tentang momongan?

"Ana ini sudah hampir dua bulan, apa sudah ada tanda-tanda kehamilan?" tanya Oma Rumana.

"Belum, Oma," jawabku sambil memaksa bibirku tersenyum sopan.

"Apa bulan ini kamu sudah datang bulan?"

"Sudah Oma."

Oma Rumana menghela napas panjang. "Kalau bulan depan kamu belum juga hamil, konsultasi ke dokter ikut promil, ya."

Aku sontak tertegun—menatap wanita tua itu dengan tatapan tak percaya.

"Oma benar, kalau memang ada masalah dengan kesuburanmu bisa diketahui lebih awal. Jadi bisa segera diobati." Mama Rosa ikut menyahut.

Rasanya aku ingin menangis sembari tertawa. Belum genap dua bulan menikah sudah disuruh konsultasi ke dokter untuk program hamil?

Apa ini tidak terlalu berlebihan?

Lalu, soal 'Kesuburanku'....

Rasanya, aku ingin langsung mengatakan bahwa Mas Ammar saja tidak mau menyentuhku, bagaimana aku bisa hamil?

Ting!

Satu notifikasi terlihat di bagian atas layar ponsel. Menarik perhatianku.

Segera saja kuperiksa. Namun begitu membukanya, aku seketika menyesaliya. Mataku melebar melihat isi pesan itu.

[Ana, bagaimana menurutmu? Apa aku sudah pantas jadi Nyonya Ammar Alfatih Zafier?]

Pesan dari sahabatku Raline masuk disertai foto dirinya dan Ammar yang tersenyum hangat. Seolah menunjukkan jika mereka pasangan yang paling bahagia.

Hatiku sontak berdenyut nyeri kala menyadari suamiku itu tak pernah tersenyum lagi padaku semenjak pernikahan kami.

Pria itu bahkan bersumpah untuk tidak memberikan hatinya padaku sejak awal dan memperlakukanku dingin.

Namun sikapnya jauh berbeda saat bersama Raline.

"Kamu kenapa, Ana?" tanya Oma Rumana.

"E......"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Sebuah lamaran.

    "Menghindar bukan sikap yang tepat, Renjana. Kamu harus menghadapinya?" ucap Sena memandang sendu anak dari almarhum sahabat ibunya. "Maksud Kak Sena?" Renjana mengerutkan dahinya. Saat ini dua orang itu sedang berdiskusi di ruang tamu. Sementara di meja makan Laila menemanimu Dahayu mengerjakan tugas mewarnai dari gurunya. "Sepengetahuanku keluarga Zafier sangatlah berpengaruh. Jika benar dia mencarimu kemanapun kamu pergi dia pasti bisa menemukanmu." Renjana terdiam, apa yang dikatakan Sena benar adanya. "Kalau menurut ceritamu dia memiliki kekasih harusnya sekarang dia tidak peduli lagi denganmu. Mau kamu masih harus hidup atau tidak, dia tidak akan memaksamu untuk kembali." "Ada yang belum kamu ketahui." Renjana menatap Sena lali menghela nafas. "Kakeknya, Khalida Zafier sebelum meninggal membuat wasiat, hanya anak cucu keturunan Mamaku yang bisa mewarisi perusahaan keluarga Zafier." "Jadi maksudmu, kamu takut Ammar menginginkan Ayu untuk mendapatkan perusahaan

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Sebuah kejutan yang mengharukan

    "Namanya Zuhayra, nama panggilannya ibu guru Ira. Seorang guru mata pelajaran ipa di SMPN 1 kota ini sejak tiga tahun yang lalu." Arya membacakan informasi yang telah didapatkan anak buahnya.Sementara Ammar duduk di kursinya sambil menatap Arya yang berdiri di sambil meja kerjanya. "Menurut informasi dari sekolah...." Arya menegaskan sumber info yang didapatkannya "Ibu guru Ira berstatus janda mati satu anak." Dahi Ammar pun berkerut. "Zuhayra?" gumamnya, nama itu tak asing karena sama dengan nama belakang istrinya, Renjana Zuhayra. Namun ada dua kata mengusiknya. "Janda mati?" "Khem...." Tenggorokan Arya mendadak terasa kering melihat tatapan tajam mata Ammar ke arahnya. Bosnya itu sangat pemarah dan sulit memaafkan kesalahan. "Menurut informasi sepeti itu Pak," jawab Arya lalu melanjutkan ucapannya. "Beliau Janda mati beranak satu. Beliau tinggal di sebuah komplek perumahan sederhana dekat taman kota. Beliau------" "Tunggu, kamu bilang apa tadi?" potong Ammar yang lan

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Bertemu

    "Perkenalkan saya Ammar AlFatihah, CEO perusahaan Mutiara Land," Degh..... Seketika tubuh Renjana seperti terpaku. Wanita berhijab itu tertegun untuk beberapa saat, begitu melihat sosok yang sedang berjalan menuju kursi utama dalam ruangan itu. Hanya Beberapa detik dan wanita itu langsung tersadar. cepat-cepat Renjana bersembunyi di belakang tubuh Darul. Tak lupa menutupi sebagian wajahnya dengan ujung jilbabnya. "Bu Ira kenapa?" bisik Darul sedikit menunduk. "Ah.... itu... ee... kepala saya tiba-tiba pusing," jawab Renjana tak kalah lirih. "Saya pasti akan memberikan kondensasi yang cukup besar sebagai ganti rugi. Dan itu bisa digunakan untuk membangun sekolah atau membeli alat-alat untuk mendukung kegiatan di sekolah." Kembali terdengar suara Ammar menjelaskan. "Maaf kami tetap menolak." Ani menjawab tegas. "Selain dari proses pembangunannya, apa Anda tidak memikirkan dampak negatif lain. Pembangunan malla di dekat sekolah tentu saja tidak tepat," Ammar menghela

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Ternyata masih hidup.

    Di sebuah rumah sederhana Renjana tinggal bersama Bunda Laila dan putrinya yang ia beri nama Dahayu Arutala. Putri yang dia lahir tiga tahun lalu. Dahayu adalah putrinya dengan Ammar. Renjana menyadari dirinya hamil sebulan setelah meninggalkan kota asalnya. Sempat ingin kembali untuk memberitahu Ammar namun kabar hika dirinya dianggap meninggal mengurungkan niatnya. Ya.... hari itu Renjana memang sengaja membohongi semua orang termasuk orang tuanya dengan berpura-pura mengikuti keinginan sang papa untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Tanpa ada yang tahu Renjana sudah merencanakan memesan tiket tujuan lain di hari yang sama denga keberangkatannya ke luar negeri. Yang tidak pernah Renjana sangka ternyata keputusannya untuk menghilang dari semua orang yang pernah menyakitinya mendapat restu dari Tuhan. Dengan kejadian kecelakaan pesawat itu, kini semua orang menganggapnya telah tiada dan Renjana bisa hidup tenang bersama bunda Laila dan putrinya. "Ayu kan anak pintar,

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Mengingatkan pada seseorang.

    Sesuai rencana hari ini Ammar akan pergi ke luar kota karena salah satu proyeknya mengalami kendala. Pagi-pagi sekali sudah berangkat bandara tanpa berpamitan pada kedua orang tuanya. Pria itu masih merasa kesal atas kedatangan mamanya yang membawa Raline ke rumahnya. Tidak tahukah sang mama betapa bencinya Ammar pada Raline? Sesakit apa hatinya saat melihat mantan kekasihnya itu. Apakah mendapatkan penerus lebih penting dari perasaan putranya sendiri? Sehingga wanita itu menjilat ludahnya sendiri dengan memberi restu pada Raline yang dulu dia tolak mentah-mentah. Kali ini Ammar merasa kecewa dengan sikap sang mama yang menurutnya mengkhianati Ana karena bersikap baik pada Raline. Begitu kecewanya hingga sebelum pergi Ammar bahkan berpesan pada art dan security rumahnya untuk tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam rumahnya termasuk Rosa terlebih lagi Raline apapun alasannya. Pukul sebelas siang Ammar telah sampai di kota kecil yang baru kali ini didatanginya. Sebuah kot

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Asalkan kamu bisa ikhlas, luka itu akan sembuh dan rasa sakitnya akan hilang.

    "Jika memang dia bisa membuatmu bahagia, Mama merestuimu," ucap Rosa. Helaan nafas berat terdengar dari mulut Ammar. Pria itu membuang muka. "Mama sudah berdiskusi dengan Oma dan Papamu, kami merestui kalian jika memang dia yang bisa membuatmu bahagia." Ammar mengarahkan pandangan ke sang mama. "Dalam kehidupan ini aku hanya akan memiliki satu istri, dan itu Renjana Zuhayra." Rosa berdecak kesal. "Dulu kamu bahkan menyalahkan Mama karena memaksamu menikahinya, dan sekarang saat dia sudah tiada kamu bersikap seolah sangat mencintainya sampai tidak bisa menerima wanita lain." "Itulah kenyataan, Ma. Hatiku sudah mati bersamanya," "Astaghfirullah..... Lalu, Mama harus bagaimana jika dua putra Mama menolak menikah karena patah hati?" Rosa merasa frustasi, kedua putranya menutup hati setelah kematian Renjana. Ammar tak menyahut, pria itu menunduk menatap benda mengkilat yang melingkar di jari manisnya. Bukti ikatannya dengan sang istri yang sangat terlambat dikenakannya.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status