Share

Sebuah pesan bergambar.

Penulis: iva dinata
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-17 20:16:00

"E... Tidak ada apa-apa, Oma," balasku cepat.

Khawatir Oma curiga, aku memaksa bibirku tersenyum tipis.

Sayangnya, mama mertuaku yang kebetulan duduk di samping—justru memincingkan matanya. "Apa Ammar yang mengirim pesan? Dia mau menyusul, kan?”

Wanita itu bahkan mencoba melihat layar ponselku!

Gegas, kubalikan ponsel di atas meja agar dia tak dapat melihatnya. "Bu-bukan Ma."

"Kalau bukan Ammar, kamu kirim-kiriman pesan sama siapa?" sinisnya, “lagian kamu sih … gak becus jadi istri. Bisa-bisanya Ammar gak dateng lagi buat makan siang bersama kami.”

Tanganku mengepal, menahan perasaan kesal.

Astaghfirullah... Memang mulut Mama mertuaku ini.

Sejak awal perjodohan, wanita ini memang tidak menyukaiku. Dia menuduhku sudah memiliki kekasih, bahkan menganggapku serakah karena menikahi putranya demi harta.

Tapi anehnya, wanita itu juga tidak merestui hubungan Ammar dengan Raline?

Entah, sebenarnya apa maunya?

Haruskah aku memberitahunya bahwa putra kebanggaan itu masih menjalin hubungan dengan kekasihnya?

Sayangnya, mataku menangkap Oma Rumana yang tampak penasaran. Tak tega menghancurkan hatinya, aku pun akhirnya menjawab, "Pesan nyasar, Ma."

Lagipula, masih ada janji yang harus aku tepati. Sampai tiba saatnya aku akan diam.

"Ck…” Mertuaku tersenyum remeh. "Kamu tidak sedang berbo----"

"Sudah cukup, Rosa." Oma Rumana menyela. "Tidak perlu diperpanjang lagi. Ana tidak mungkin berbohong."

Mendengar itu, Mama Rosa langsung diam. Seperti biasa, wanita itu tidak akan berani melawan ibu mertuanya.

Dari cerita yang kudengar, dulu Mama Rosa juga tidak mendapatkan restu dari mertuanya, makanya dia selalu segan pada Oma Rumana.

Namun saat aku lengah, tanpa kuduga Mama Rosa mengambil ponselku dari atas meja. Gerakannya sangat cepat sehingga aku tak bisa mencegahnya.

"Jangan, Ma!" Panik, aku memekik sampai membuat Oma yang tadinya sibuk makan jadi menatap ke arah kami.

Sementara itu, wajah mama mertuaku sudah memerah padam. Aku yakin dia sudah melihat foto itu.

"Ya Tuhan apa ini?" pekiknya dengan mata melebar.

"Ada apa?" Oma Rumana memandang kearah Mama Rosa dan aku. "Kenapa berteriak?" tanyanya menuntut.

"I--itu...." Mama Rosa tiba-tiba gagu, dia pasti kebingungan dan juga kaget karena melihat foto putranya bersama wanita lain.

"Maaf Oma, Mama pasti kaget lihat meme lucu yang dikirim temanku," sahutku memberi alasan yang kuanggap masuk akal. "Maaf, ya Ma sudah buat Mama kaget," kataku melihat pada Mama Rosa.

"Iya, hanya gambar lucu saja," ujar Mama Rosa lalu menyerahkan ponselku. Wajahnya tersenyum tapi tatapan matanya tak bisa bohong, wanita itu shock.

Oma Rumana pun mengangguk. "Kalau hanya begitu kenapa reaksimu berlebihan," omelnya. "Sudah, lanjutkan makannya,"

Kami pun makan dengan diam. Tak ada lagi obrolan seperti beberapa menit yang lalu.

Suasana tiba-tiba berubah jadi canggung. Hanya sesekali aku atau mama Rosa menjawab pertanyaan Oma.

Selesai makan, Mama Rosa bahkan langsung izin untuk mengantarkan aku pulang. Wanita itu sedikit memaksa agar aku pulang bersamanya meski pak sopir sudah menungguku di depan.

"Foto itu baru kan?" Begitu kami sudah berada di dalam mobil, Mama Rosa bertanya dengan tangan mengepal menahan amarah.

"Sepertinya iya Ma," jawabku ragu.

"Di mana mereka sekarang?

"Saya tidak tahu Ma."

"Jangan bohong! Aku yakin kamu pasti tahu, jawab dengan jujur di mana mereka sekarang!" sentaknya menatapku tajam.

Aku memilih diam. Tak mau menjawab.

Aku tak mau bertengkar lagi dengan Mas Ammar.

Belum lagi, aku harus meminta bantuannya di perusahaan papa, agar Ibu tiriku tak menyakiti Ibu dari almarhum Arfan.

"Apa kamu tidak punya harga diri? Suamimu sedang bersama wanita lain tapi kamu diam saja dan malah berusaha menutupinya."

Mata mama Rosa berkilat penuh amarah. "Ammar benar-benar keterlaluan. Bisa-bisanya dia masih berhubungan dengan wanita yang tak jelas asal-usulnya itu," geram wanita itu memukul-mukulkan tangannya ke pahanya sendiri.

Jujur, aku merasa iba melihat Mama Rosa sekecewa ini. Tentu saja, putra yang dibangga-banggakan sudah melempar kotoran di wajahnya dengan berselingkuh, bagaimana dia tidak malu?

Harusnya tadi aku abaikan saja pesan dari Raline. Lagian sudah biasa, sahabatku itu selalu ingin menunjukkan kemesraannya dengan Mas Ammar padaku.

Seolah ingin memperingatkan posisiku. Padahal tanpa dia tunjukkan, aku pun sudah sadar diri, jika dialah pemilik hati Mas Ammar yang sesungguhnya. Bukan aku yang bayangannya pun tak ingin dipijak oleh Mas Ammar.

"Dia mengirim pesan padamu, artinya kalian saling mengenal?"

Aku mengangguk.

"Bagaimana bisa kamu kenal wanita itu?" tanya Mama Rosa lagi.

"Kami berteman, Ma." Kali ini aku menjawab jujur.

"Berteman? Kok bisa? Sejak kapan?" berondongnya tak sabaran.

"Sejak masih di bangku sekolah," jawabku berusaha tetap tenang.

"Astaga....." Mama Rosa mengusap wajahnya frustasi. "Ya Tuhan.... Ana," geramnya dengan tangan seperti hendak mencakarku.

Aku pun reflek memundurkan kepalaku, tapi tetap menatapnya tanpa berkedip.

"Kalau kamu tahu Ammar pacar temanmu, kenapa kamu tetap setuju menikah dengan Ammar? Harusnya kamu menolak perjodohan itu!!" jeritnya kesal.

Aku tak bisa menjawab. Tak mungkin mengatakan alasan sesungguhnya. Sebab, bisa saja Mama Rosa akan menyalahkan ibu tiriku dan membuat semua semakin runyam.

"Kamu memang sama saja dengan keluargamu itu, serakah dan tidak tahu malu." Mama Rosa menatapku jijik. "Menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta. Bahkan sampai mengkhianati temanmu sendiri."

Mendengar itu, jantungku serasa tertusuk. Meski sudah sering mendengarnya dari mulut Mas Ammar dan keluarganya, tapi kata-kata itu tetap saja menyakitkan untukku.

"Tapi bagaimanapun wanita itu tidak bisa di biarkan. Mama Rumana sudah memilihmu. Meski terpaksa aku akan membelamu," ucap Mama Rosa setelah sedikit tenang.

"Berikan ponselmu," perintahnya sambil mengulurkan tangannya.

Aku bergeming sembari memegang erat tas yang di dalamnya tersimpan ponselku. Aku tak boleh membiarkannya melihat ponselku atau situasinya akan bertambah runyam.

Namun, Mama Rosa justru memaksa mengambil ponselku dari dalam tas lalu memeriksa chat-ku dengan Raline.

"Panti Asuhan Kasih Ibu," gumamnya sambil menyeringai.

“Kita ke sana, Pak.” Setelahnya, ia meminta sopir mengantarkan kami kesana.

Astaga..... Bagaimana ini?

Hari ini, di panti asuhan 'Kasih Ibu' sedang diadakan acara penggalangan dana untuk pembebasan lahan dekat panti.

Sejujurnya aku pun diundang, tetapi aku menolak agar tidak mengganggu Mas Ammar dan Raline. Mas Ammar adalah donatur tetap di panti asuhan itu. Sedangkan aku hanya relawan yang kadang melakukan bakti sosial di sana.

“Ma, jangan,” pintaku, tak bisa kubayangkan jika sampai Mama Rosa mengamuk di sana.

“Diam!! Untuk saat ini kau tidak punya hak untuk berbicara, Renjana,” tegas wanita itu.

Deg!

Bagaimana ini?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Sebuah lamaran.

    "Menghindar bukan sikap yang tepat, Renjana. Kamu harus menghadapinya?" ucap Sena memandang sendu anak dari almarhum sahabat ibunya. "Maksud Kak Sena?" Renjana mengerutkan dahinya. Saat ini dua orang itu sedang berdiskusi di ruang tamu. Sementara di meja makan Laila menemanimu Dahayu mengerjakan tugas mewarnai dari gurunya. "Sepengetahuanku keluarga Zafier sangatlah berpengaruh. Jika benar dia mencarimu kemanapun kamu pergi dia pasti bisa menemukanmu." Renjana terdiam, apa yang dikatakan Sena benar adanya. "Kalau menurut ceritamu dia memiliki kekasih harusnya sekarang dia tidak peduli lagi denganmu. Mau kamu masih harus hidup atau tidak, dia tidak akan memaksamu untuk kembali." "Ada yang belum kamu ketahui." Renjana menatap Sena lali menghela nafas. "Kakeknya, Khalida Zafier sebelum meninggal membuat wasiat, hanya anak cucu keturunan Mamaku yang bisa mewarisi perusahaan keluarga Zafier." "Jadi maksudmu, kamu takut Ammar menginginkan Ayu untuk mendapatkan perusahaan

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Sebuah kejutan yang mengharukan

    "Namanya Zuhayra, nama panggilannya ibu guru Ira. Seorang guru mata pelajaran ipa di SMPN 1 kota ini sejak tiga tahun yang lalu." Arya membacakan informasi yang telah didapatkan anak buahnya.Sementara Ammar duduk di kursinya sambil menatap Arya yang berdiri di sambil meja kerjanya. "Menurut informasi dari sekolah...." Arya menegaskan sumber info yang didapatkannya "Ibu guru Ira berstatus janda mati satu anak." Dahi Ammar pun berkerut. "Zuhayra?" gumamnya, nama itu tak asing karena sama dengan nama belakang istrinya, Renjana Zuhayra. Namun ada dua kata mengusiknya. "Janda mati?" "Khem...." Tenggorokan Arya mendadak terasa kering melihat tatapan tajam mata Ammar ke arahnya. Bosnya itu sangat pemarah dan sulit memaafkan kesalahan. "Menurut informasi sepeti itu Pak," jawab Arya lalu melanjutkan ucapannya. "Beliau Janda mati beranak satu. Beliau tinggal di sebuah komplek perumahan sederhana dekat taman kota. Beliau------" "Tunggu, kamu bilang apa tadi?" potong Ammar yang lan

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Bertemu

    "Perkenalkan saya Ammar AlFatihah, CEO perusahaan Mutiara Land," Degh..... Seketika tubuh Renjana seperti terpaku. Wanita berhijab itu tertegun untuk beberapa saat, begitu melihat sosok yang sedang berjalan menuju kursi utama dalam ruangan itu. Hanya Beberapa detik dan wanita itu langsung tersadar. cepat-cepat Renjana bersembunyi di belakang tubuh Darul. Tak lupa menutupi sebagian wajahnya dengan ujung jilbabnya. "Bu Ira kenapa?" bisik Darul sedikit menunduk. "Ah.... itu... ee... kepala saya tiba-tiba pusing," jawab Renjana tak kalah lirih. "Saya pasti akan memberikan kondensasi yang cukup besar sebagai ganti rugi. Dan itu bisa digunakan untuk membangun sekolah atau membeli alat-alat untuk mendukung kegiatan di sekolah." Kembali terdengar suara Ammar menjelaskan. "Maaf kami tetap menolak." Ani menjawab tegas. "Selain dari proses pembangunannya, apa Anda tidak memikirkan dampak negatif lain. Pembangunan malla di dekat sekolah tentu saja tidak tepat," Ammar menghela

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Ternyata masih hidup.

    Di sebuah rumah sederhana Renjana tinggal bersama Bunda Laila dan putrinya yang ia beri nama Dahayu Arutala. Putri yang dia lahir tiga tahun lalu. Dahayu adalah putrinya dengan Ammar. Renjana menyadari dirinya hamil sebulan setelah meninggalkan kota asalnya. Sempat ingin kembali untuk memberitahu Ammar namun kabar hika dirinya dianggap meninggal mengurungkan niatnya. Ya.... hari itu Renjana memang sengaja membohongi semua orang termasuk orang tuanya dengan berpura-pura mengikuti keinginan sang papa untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Tanpa ada yang tahu Renjana sudah merencanakan memesan tiket tujuan lain di hari yang sama denga keberangkatannya ke luar negeri. Yang tidak pernah Renjana sangka ternyata keputusannya untuk menghilang dari semua orang yang pernah menyakitinya mendapat restu dari Tuhan. Dengan kejadian kecelakaan pesawat itu, kini semua orang menganggapnya telah tiada dan Renjana bisa hidup tenang bersama bunda Laila dan putrinya. "Ayu kan anak pintar,

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Mengingatkan pada seseorang.

    Sesuai rencana hari ini Ammar akan pergi ke luar kota karena salah satu proyeknya mengalami kendala. Pagi-pagi sekali sudah berangkat bandara tanpa berpamitan pada kedua orang tuanya. Pria itu masih merasa kesal atas kedatangan mamanya yang membawa Raline ke rumahnya. Tidak tahukah sang mama betapa bencinya Ammar pada Raline? Sesakit apa hatinya saat melihat mantan kekasihnya itu. Apakah mendapatkan penerus lebih penting dari perasaan putranya sendiri? Sehingga wanita itu menjilat ludahnya sendiri dengan memberi restu pada Raline yang dulu dia tolak mentah-mentah. Kali ini Ammar merasa kecewa dengan sikap sang mama yang menurutnya mengkhianati Ana karena bersikap baik pada Raline. Begitu kecewanya hingga sebelum pergi Ammar bahkan berpesan pada art dan security rumahnya untuk tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam rumahnya termasuk Rosa terlebih lagi Raline apapun alasannya. Pukul sebelas siang Ammar telah sampai di kota kecil yang baru kali ini didatanginya. Sebuah kot

  • Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga   Asalkan kamu bisa ikhlas, luka itu akan sembuh dan rasa sakitnya akan hilang.

    "Jika memang dia bisa membuatmu bahagia, Mama merestuimu," ucap Rosa. Helaan nafas berat terdengar dari mulut Ammar. Pria itu membuang muka. "Mama sudah berdiskusi dengan Oma dan Papamu, kami merestui kalian jika memang dia yang bisa membuatmu bahagia." Ammar mengarahkan pandangan ke sang mama. "Dalam kehidupan ini aku hanya akan memiliki satu istri, dan itu Renjana Zuhayra." Rosa berdecak kesal. "Dulu kamu bahkan menyalahkan Mama karena memaksamu menikahinya, dan sekarang saat dia sudah tiada kamu bersikap seolah sangat mencintainya sampai tidak bisa menerima wanita lain." "Itulah kenyataan, Ma. Hatiku sudah mati bersamanya," "Astaghfirullah..... Lalu, Mama harus bagaimana jika dua putra Mama menolak menikah karena patah hati?" Rosa merasa frustasi, kedua putranya menutup hati setelah kematian Renjana. Ammar tak menyahut, pria itu menunduk menatap benda mengkilat yang melingkar di jari manisnya. Bukti ikatannya dengan sang istri yang sangat terlambat dikenakannya.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status