LOGIN
Namaku adalah Sandra. Aku dulunya hanya anak sebatang kara yang hidup serba kekurangan. Sekarang aku sudah berubah sejak seminggu lalu. Aku sudah menjadi istri dari orang yang akan menjadi orang nomor satu di kota ini. Karena dia akan mewarisi semua harta sebulan lagi.
Sejak aku menolong seorang nenek yang terlantar di pinggir jalan, itu yang mengubah semua jalan hidupku. Dia membalas budi dengan menjodohkan aku dengan cucunya. Saat itu aku sempat menolak keinginannya, lantaran perbedaan status kami bagaikan langit dan bumi. Di usiaku yang sudah menginjak dua puluh enam tahun, aku belum menikah. Tidak ada orang yang mau menikahi perempuan miskin seperti aku. Apalagi aku tidak cantik dan kucel. Aku sama sekali tidak mengenal salon dan alat make up. Orang yang telah aku tolong berusia sekitar tujuh puluh lima tahunan, namanya nek Ningsih. Nek Ningsih memiliki seorang cucu yang sebaya dengan aku, yang bernama Farel. Namun yang tidak aku sangka ternyata Farel mau menikah dengan aku. Setelah seminggu kami menikah, Farel membawa perempuan lain untuk dijadikan istrinya. Sialnya, perempuan yang dia bawa tidak lain adalah Dewi, teman masa sekolah menengah aku. Dia adalah orang yang sering membully aku. Dia dipuji bagaikan seorang Dewi karena dia anak tercantik dan populer. Sedangkan aku hanya upik abu. "Jadi apa maksud kamu ini?" tanya nek Ningsih menatap cucunya tajam. Aku kembali menatap ke arah mereka berdua. Mereka berdua duduk berlutut di depan kami berdua, lebih tepatnya di depan nek Ningsih. Aku tidak akan terhitung. Mereka ingin minta restu untuk menikah dari nek Ningsih. Bukan dari aku yang istri sah Farel. "Nek, aku sangat mencintai Dewi. Aku ingin menikah dengan Dewi, Nek," mohon Farel. "Farel, kamu sadar apa yang kamu minta. Kamu baru seminggu yang lalu menikah dengan Sandra. Sekarang kamu minta Nenek merestui kalian berdua untuk menikah. Apa kamu pikir menikah itu hanya permainan," kata nek Ningsih kecewa dengan Farel. Aku juga sangat kecewa melihat Farel ingin menikahi perempuan lain. Aku tidak masalah jika Farel belum mencintai aku. Tapi, tidak ada perempuan yang ingin diduakan oleh suaminya. Aku pikir dulu Farel menerima aku karena dia mencintai aku, ternyata selama ini aku salah. "Maaf Nek, aku menikah dengan Sandra karena saat itu aku sedang marah dengan Dewi. Aku pikir Dewi akan melarang aku menikah sama perempuan lain. Terus dia akan menggagalkan pernikahan itu. Tidak tahunya, Dewi malah ketiduran," ujar Farel dengan polos. Aku kaget mendengar jawaban Farel. Aku tidak menyangka jika suami aku sebodoh itu. Pantesan saja dia bisa dengan mudah ditipu oleh perempuan bermuka ular itu. Siapa lagi kalau bukan Dewi. "Jadi kamu menikah dengan Sandra hanya main-main?" tanya nek Ningsih tidak percaya. "Bukan begitu Nek. Aku hanya ingin Dewi cemburu. Sekarang Dewi sudah kembali kepadaku. Aku ingin menikah dengan Dewi juga," kata Farel dengan cepat. Mataku beralih kepada Dewi. Aku tahu jelas perempuan seperti apa Dewi itu. Dewi adalah perempuan yang sangat matre. Dia hanya mementingkan uang saja. Aku yakin jika dulu dia hanya bermain-main dengan Farel. Setelah tahu Farel anak orang kaya, makanya dia mau kembali untuk Farel. Tapi dari mana dia tahu. Farel sudah menyamar sebagai pekerja kantoran biasa. Pasti ada yang membocorkan rahasia itu. Farel menyamar sebagai orang biasa supaya bisa menilai orang yang benar-benar ingin bekerja. Kata nek Ningsih sekalian menggeserkan para hama yang korupsi dan makan gaji buta. Bulan depan baru dia akan diumumkan sebagai bos perusahaan. Biar orang juga tahu jika Farel adalah pekerja keras. Sekarang yang mengurus perusahaan adalah orang kepercayaan nek Ningsih. "Nek, kami mohon," mohon Farel. "Iya Nek, aku sangat mencintai Farel. Tolong restui hubungan kami," sambung Dewi. "Tidak, pokoknya Nenek tidak setuju. Kalau kalian menikah bagaimana dengan Sandra," tolak nek Ningsih. Aku lega nek Ningsih menolak permintaan Farel. Jika nek Ningsih setuju, aku lebih baik berpisah dengan Farel. Aku tidak mau satu rumah dengan Dewi. Dewi pasti akan menguasai semua dan membully aku seperti dulu. Aku tidak mau kejadian dulu terulang lagi. Aku bahkan ingin balas dendam atas perbuatan Dewi. "Nek, Farel mohon. Farel akan melakukan apapun." "Dewi juga akan melakukan apapun asalkan Nenek merestui kami. Aku sungguh-sungguh mencintai Farel. Nenek sudah memberi restu sudah cukup. Aku tidak peduli dengan harta Farel. Hidup di jalanan dengan Farel, aku juga rela." Cih, akting Dewi semakin lama semakin bagus. Kalau aku tidak mengenal dia, pasti aku sudah percaya. Aku tidak boleh kalah. Aku tidak mau Dewi merebut Farel dari aku. Farel terlalu baik untuk Dewi. "Nek, …." "Kalian akan melakukan apapun?" tanya nek Ningsih memotong permohonan aku. "Kami akan melakukan apapun Nek," sahut Farel cepat tanpa menutupi rasa senangnya. "Aku juga akan melakukan apapun Nek," sambung Dewi. "Baiklah kalau begitu. Aku setuju kalian berdua menikah," jawab nek Ningsih. Hatiku berdetak kencang mendengar perkataan nek Ningsih. Aku tidak percaya jika nek Ningsih akan merestui hubungan mereka berdua untuk menikah. Apa sebenarnya nek Ningsih hanya kasihan kepada aku. Kenapa nek Ningsih mau menerima hubungan mereka berdua. Pernikahan kami masih seujung jagung. Apa nanti aku akan bercerai dengan Farel. Banyak sekali pertanyaan yang muncul di benakku yang tidak berani aku lontarkan. "Kalian berdua boleh menikah. Tapi dengan dua syarat," ujar nek Ningsih. Aku tidak sanggup lagi mendengar perkataannya. Rasanya aku ingin lari dari simi. "Apa Nek?" tanya mereka berdua dengan semangat. "Syarat pertama, kalau kalian menikah, Sandra tetap menjadi istri Farel dan kamu menjadi istri kedua." Aku mantap Farel dan Dewi saling bertatap. Aku yakin kalau Dewi sebenarnya keberatan. Tapi dia tetap setuju. Aku sedikit lega saat Farel setuju tidak bercerai denganku. Artinya aku ada harapan di hatinya. "Untuk syarat kedua, semua harta warisan yang kamu punya akan menjadi milik Sandra kalau kamu tetap ingin menikah dengan Dewi. Termasuk perusahaan, hotel, rumah ini dan sertifikat lainnya," final nek Ningsih. Aku menatap nek Ningsih dengan tidak percaya. Begitu pula dengan Farel dan Dewi. Kami sama-sama kaget mendengar persyaratan nek Ningsih yang cukup gila. Bersambung …."Sandra, sini dong," panggil mereka lagi.Sandra mendekat ke arah mereka berempat. Dia meletakan tas belanjaan di dekat kakinya. "Ayo duduk sini," suruh Tika.Sekarang posisi duduk Sandra berhadapan dengan Dewi. Sedangkan Tika berhadapan dengan Evi dan Anita. Dewi menatap Sandra dengan harap-harap cemas. Dia takut kalau Sandra akan menyinggung status mereka. Dewi tidak mau jika teman-teman tahu jika dia hanya istri kedua. Apalagi Sandra yang menjadi istri pertama. Martabat dia bisa jatuh."Terima kasih," ucapan Sandra setelah duduk dengan nyaman."Kamu ngapain di sini, Sandra? Apa hanya melihat-lihat saja?" tanya Tika memulai membully Sandra."Itu barang kamu banyak amat. Jangan bilang kamu habis dijajanin sama om-om lagi. Upss … maaf Sandra, aku keceplosan ya," hina Evi."Oh ini, ini barang punya nenek yang aku jaga kok," jawab Sandra tidak sepenuhnya berbohong. "Aduh, kasihan sekali kamu. Kamu hanya belanja untuk nenek yang kamu asuh ya. Apa kamu jadi pembantu?" sahut Anita sambi
"Kamu udah berani sama aku, heh.""Kenapa aku takut sama kamu. Sekarang aku istri pertama dan kamu istri kedua," sahut Sandra menantang Dewi. "Kamu jadi istri pertama saja bangga. Kamu harus ingat, perempuan yang dicintai Farel itu adalah aku bukan kamu. Farel nikah sama kamu gara-gara dia ingin membuat aku panas saja. Kamu jangan sombong deh," sindir Dewi.Sandra meremas kedua tangannya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Dewi. Tapi dia tidak boleh kalah dari Dewi seperti saat sekolah. Sekarang dia ada yang berkuasa di rumah ini."Ada apa sih, teriak-teriak tidak jelas. Kek di dalam hutan saja," kata bi Ijah mendekat ke arah mereka berdua."Kamu ke sini," panggil Dewi kasar."Eeiiit … kamu siapa berani bersikap kasar," sahut bi Ijah tidak terima."Kamu berani melawan aku, hah!" bentak Dewi."Memangnya kamu siapa di sini. Tuan rumah juga bukan," ujar bi Ijah tidak takut. "Aku ini istri Farel. Jadi otomatis aku juga pemilik rumah ini.""Ini aku yang pikun atau kamu yang sudah pikun
Sandra sebelum ke ruang makan pergi ke dapur dulu. Dia akan mengambil makanan yang telah dia siapkan untuk Farel. Tangannya meletakkan sarapan pagi berupa nasi goreng dengan telaten. Setelah semua selesai ditata rapi di atas meja, Sandra duduk di sebelah kanan Farel. Sedangkan di sebelah kiri duduk Dewi. "Lho, kok hanya ada dua piring. Buat aku mana, Sandra?" tanya Dewi tidak kebagian piring."Kamu kan masih sehat. Kamu bisa ambil piring sendiri di dapur," sahut Sandra.Sandra meneruskan kegiatannya. Dia menaruh nasi goreng dan lauk pauk ke dalam piring Farel."Kenapa kamu tidak sekalian ambil piring buat aku," protes Dewi."Dewi, aku ini bukan pembantu kamu. Kamu ini istri kedua Farel. Seharusnya kamu lebih menghormati aku sebagai istri pertama Farel. Sudah untung aku mau masak lebih buat kamu. Kamu itu harus bersyukur. Kamu sebagai seorang istri hanya tahu mengurus diri. Kamu juga masak buat suami kamu dong," tegur Sandra."Benar apa yang dibilang Sandra, Dewi. Kamu seharusnya juga
Beberapa hari setelah Dewi dan Farel sudah resmi menjadi suami istri. Nek Ningsih benar-benar pergi meninggalkan Sandra sendiri dengan sangat cepat. Dia pergi sesuai perkataannya. Sekarang Farel juga masih bekerja sebagai pegawai kantoran biasa. Dia hanya menerima gaji layaknya pegawai rendahan. Semua kartu kredit dia sudah ditarik kembali oleh nek Ningsih. Farel menyerahkan semua itu mau tidak mau. Semua dipegang oleh Sandra.Lain Farel lain Dewi, Dewi sama sekali tidak rela. Dia akan tetap bertahan karena yakin jika semua itu hanya akalan nenek Farel saja. Farel dan Dewi tetap tinggal satu rumah dengan Sandra. Dewi tidak mau tinggal di kontrakan. Dia percaya kalau harta Farel tidak mungkin diserahkan semuanya untuk Sandra. Apalagi dia sudah mendapatkan info, sebulan lagi Farel akan dilantik menjadi bos baru di perusahaan. Dengan begitu, Dewi akan bisa menguras harta Farel. Dia harus bertahan selama sebulan saja. Setelah itu dia bisa menyingkirkan Sandra.***Saat ini Sandra sedang
Beberapa saat setelah Farel dan Dewi meminta restu.Sandra menuntun nek Ningsih ke dalam kamarnya. Dia mendudukkan nek Ningsih pada kasur, tempat yang biasa digunakan untuk tidur. Ketika dia ingin menaikkan kaki nek Ningsih agar bisa segera tidur, tapi nek Ningsih menolaknya."Ada apa Nek?" tanya Sandra heran."Nenek tidak capek. Nenek tidak mau tidur dulu," jawab nek Ningsih."Bukannya tadi Nenek katanya mau tidur?" "Itu hanya alasan Nenek saja. Nenek tidak mau lama-lama di sana." "Oh begitu," kata Sandra sedikit menghindar tatapan nek Ningsih.Sandra masih kecewa dengan keputusan nek Ningsih yang merestui hubungan Farel dan Dewi barusan. Besok Farel, suaminya akan menikah lagi. Dia akan dimadu oleh orang yang sering menyakitinya."Kamu kenapa Sandra? Apa kamu marah sama Nenek?" tanya nek Ningsih khawatir.Nek Ningsih telah menganggap jika Sandra adalah bagian dari keluarganya. Tidak ada bedanya dia dan Farel. Mereka berdua sama-sama cucunya."Maaf jika Sandra egois. Sandra tidak b
Aku beralih menatap Dewi dan Farel. Farel terlihat senang. Sepertinya kehilangan harta bagi dia tidak masalah asal bisa menikah dengan Dewi. Tipe bucin tingkat akut yang tidak ada obatnya. Aku heran bagaimana kehidupan Farel saat sekolah. Aku yakin jika dia sering dimanfaatkan orang.Kemudian aku beralih ke arah Dewi. Wajah yang ditunjukkan oleh Dewi seakan matanya mau keluar. Aku yakin kalau Dewi tidak akan setuju. Mana mau orang matre menikah dengan orang yang tidak memiliki harta lagi.Tapi dibanding itu semua, aku tidak tahu kenapa nek Ningsih memilih syarat seperti itu. Syarat itu bisa merugikan mereka jika aku jadi penghianat dan membawa kabur semua harta itu."Kalian setuju?" "Iya, aku setuju," sahut Farel."....""Kamu setuju kan sayang. Tadi kamu bilang kamu akan mencintai aku apa adanya. Kamu mencintai aku bukan karena harta kan? Jadi kamu tidak apa-apa kalau aku akan kehilangan semuanya," tanya Farel beralih ke Dewi.Dewi hanya diam. Dia belum menjawab apapun. Mana mungkin







