Fang: *Menggeram Laila: Fang.... Hush hush, pergi sana.... Fang: *Beneran pergi
Menyadari bahwa semua orang yang tadinya berniat menyerang kini telah menghilang, Artin teringat kembali pada Laila. Artin bergegas berlari, melompat melewati pagar rumah Laila, membuka pintu, dan berjalan perlahan ke ruang utama rumah itu. Artin berjalan mendekat ke tempat Laila yang sedang tertidur, yang kemudian kekhawatirannya mereda ketika melihat Laila masih tertidur lelap di sana. Artin menyeka keringat di dahinya, lalu berjalan mendekat dan duduk bersandar pada sofa memunggungi Laila. Artin menundukkan kepalanya, lemas. Semua energi telah terkuras habis. Bukan karena pertarungan yang dia lakukan, tapi semua kegelisahan yang bercampur di hati dan pikirannya. ‘Aku telah melakukan yang terbaik. Sekuat tenagaku.’
[[ Laila Lvl. 12 (Ketua Kelompok) HP: 1000/1000 ]] [[ Artin Lvl. 17 HP: 1600/1600 ]] Beberapa jam sebelum serangan. Laila turun dari kamarnya, mengenakan pakaian yang mirip dengan sebelumnya, tetapi sekarang terlihat lebih anggun dengan lipatan dan beberapa dekorasi, membuatnya terlihat seperti hendak pergi ke pesta, bukan pertempuran. Laila membiarkan rambutnya terurai hanya dengan menggunakan jepit rambut sebagai hiasan. Kali ini mereka tidak lagi memakai topeng seperti sebelumnya. Itu tidak berguna setelah semua orang mengenali identitas mereka. Laila masih mengenakan high heels hitam dan stocking panjang yang menutupi seluruh kakinya hingga ke dalam, ditutu
Seseorang yang tampak berusia 40-an berdiri di depan Artin. Sekilas, senyum sinis muncul di wajahnya. Dari penampilannya mengenakan mantel bulu, terlihat dia datang berkelompok dengan anggota lainnya. Mereka berdiri tidak jauh dari posisi Artin. “Mengapa anak kecil datang ke tempat ini? Hmmm?” Pria itu menyipitkan matanya, menatap Artin, yang lebih pendek darinya. “Artin. Aku datang atas undangan Komandan Teddy.” Artin mengulurkan tangannya, memperkenalkan dirinya. “Cih!” Artin segera menarik tangannya ketika pria di depannya meludah. "H
Puluhan orang yang mengenakan jaket berhias bulu tipis di beberapa bagian mengepung Artin, mengelilinginya. Beberapa dari mereka berada di depan yang lain, Andreas dan dua lainnya yang sebelumnya mencoba menyerang. Andreas, tengah berjalan, memutar-mutar tangan kanannya, sesekali meludah sambil menatap Artin. [Kakak! Jika Kakak hanya berniat untuk tetap diam diperlakukan seperti itu, biarkan aku yang memberi mereka pelajaran!] “Tidak, tidak. Ini hal kecil buatku” [Hal kecil? Bagaimana aku bisa tenang mendengar mereka memperlakukan Kakak seperti itu?] Laila berulang kali bersikeras untuk mengambil alih apa yang sedang dihadapi Artin. Tentu saja Artin tidak akan membiarkan hal itu terjadi begitu saja. Terlepas
Wanita yang melompat dan mendarat dengan lutunya di samping Artin kemudian berdiri. Seperangkat sepatu perang hak tinggi yang dia gunakan, menggunakan campuran logam dan kulit, membuat tingginya melebihi Artin. Pedang panjang ungu cerah ada di tangan wanita itu, dan sedang dia arahkan ke Andreas. Artin melirik pada wanita itu. Tatapan wajahnya tampak kosong, mukanya datar dan lembut. Serta tatapannya yang sayu, memantulkan dengan sempurna sinar bulan pada bola matanya yang berwarna kuning keemasan. “Iris! Sword and Shield! Kupikir kalian tidak ingin ikut campur dalam urusan kami?” Andreas segera merespon, masih berada dalam posisi siaga. Iris, wanita berwajah tanpa emosi itu masih mengarahkan pedangnya ke Andreas. Dia bahkan tidak peduli untuk menjawab pertanyaan pria itu.
Dua menit sebelum serangan. [[ Artin Lvl 17 ]] [[ HP: 1600/1600 ]] [[ MP: 10/10 ]] [[ Energi: 240/240 ]] [[ Tekad: 1600/1600 ]] [[ Kapasitas Berat: 2080/3360 ]] Artin memeriksa sekali lagi status keseluruhan yang dimilikinya. Dengan status barunya, Artin bisa bertahan lebih lama dalam pertarungan. Total Tekad yang Artin miliki memungkinkannya untuk bertarung lebih lama. Meskipun Energi yang dia miliki masih cukup terbatas, tidak akan menjadi masalah jika dia bisa menghemat sebanyak mungkin menggunakan Keahlian yang dia miliki. Artin berdiri tidak
Artin berlari untuk menghindar saat api raksasa itu bergerak sangat cepat, menyapu tanah ke tempat dia berdiri. Beberapa orang yang tidak berhasil melarikan diri, tenggelam dan mati seketika dalam kobaran api besar yang menyapu tanah itu. ROARWWWWWWWWWWWWWWW Naga itu terbang dengan sayap yang terbentang lebar di langit, mengepak dan meniupkan gelombang angin ke tanah, membuat nyala api semakin berkobar liar. Naga itu terbang kembali ke langit, mengepak dan bergerak di atas ratusan orang yang berlarian dengan panik. Ribuan kadal raksasa bermunculan di tanah, berlari dan menyerang siapa pun di dekat mereka.
“Laila! Laila!” Artin memanggil nama Laila berulang kali. [Aku baik-baik saja. Kak!] Laila menjawab dengan suara terbata-bata. Artin merasa naga itu akan membahayakan lebih banyak orang jika pergi dari tempat yang dipenuhi oleh banyak Pemain. Artin menyusul kemana naga itu pergi. Artin berlari dan melewati beberapa orang yang tengah bertarung. Beberapa dari mereka mulai menyerah dan kehilangan nyawanya ketika kadal-kadal raksasa mencabik-cabik tubuh mereka. Artin menggelengkan kepalanya dan terus berlari. Artin harus membantu melawan naga itu sebelum dia terbang ke daerah berpenduduk. Artin sudah berlari dengan kecepatan maksimal yang sanggup dia lakukan,