Sorakan dan blitz kamera seolah tak berhenti ketika Bara tiba-tiba menarik Rania ke dalam pelukannya dan mengecup bibirnya di depan puluhan wartawan.Rania terkejut. Seluruh tubuhnya menegang, jantungnya seperti berhenti sejenak. Namun dalam sepersekian detik, ia sadar ini bukan tentang dirinya lagi. Ini adalah bagian dari permainan. Sandiwara.Maka ia mencoba bertahan. Tidak menolak, tidak kabur, meski hatinya bergetar hebat. Ia membiarkan ciuman itu terjadi, membiarkan Bara terus mengecup bibirnya yang masih belum terjamah oleh pria manapun.Setelah Bara melepas pagutannya, mereka saling tatap. Rania melihat ada sesuatu di sorot mata Bara. Seperti sebuah ketulusan. Namun, dia buru-buru membuang bayangan itu jauh-jauh karena sadar status mereka seperti apa.Tangan Bara langsung melingkari pinggangnya dan menggiring Rania berjalan menuju mobil Tama yang sudah menunggu. Rania tak menolak sedikitpun. Apalagi Bara terus menggandengnya, melindunginya dari kerumunan wartawan yang histeris.
Rebbecca duduk bersantai di rumahnya. Dengan segelas wine di tangan, ia tersenyum tipis di depan layar ponselnya. Dengan sentuhan akhir, ia menekan tombol telepon. Di layar, kontak bertuliskan “Editor Headline! – Tribun Hiburan” terlihat."Hallo?" Suara di ujung sana terdengar."Ya.. aku punya berita bagus untukmu. Ini pasti cocok diangkat untuk headline pagi ini.""Siapa ini?"Becca mendesah, "Tak penting siapa aku. Yang penting hanyalah informasi apa yang aku bawa.""Bagaimana aku bisa percaya jika aku saja tidak tahu siapa Anda?" editor itu terdengar ragu pada Becca."Terserah! Bukan aku yang rugi jika kamu melewatkan berita sepenting ini. Ini tentang Bara Maheswara.""Bara maheswara? Kenapa dengannya?"Becca memainkan gelas winenya sambil tersenyum licik, "Kalau tidak salah, Anda lah yang pertama kali menyebarkan berita tentang skandal kumpul kebo itu. Bara tinggal serumah dengan kekasih bulenya. Benar?""Ya. Aku melihat dan mengambil sendiri fotonya. Ada bukti bahwa kekasih Bara
Becca memutar video di ponselnya untuk kesekian kalinya. Video saat dia dan Bara memadu kasih di hotel itu sangat jelas dan indah, membuat kerinduannya pada pria itu sedikit terluapkan. Ia yakin setelah ia mengirim video ini pada Rania semalam, hubungan antara Rania dan Bara akan semakin buruk. Ketika saat itu tiba, Becca dengan mudah bisa kembali masuk dan mendapatkan Bara kembali.Namun di menit kesekian, Becca mengernyitkan alis. Ada sesuatu yang terlewat olehnya. Ia pun memencet tombol untuk memutar kembali video tersebut ke sepuluh detik sebelumnya.Tampak disana Becca sedang duduk diatas Bara. Ia menggoyangkan pinggulnya dengan gerakan sensual, sementara Bara yang mabuk berat meremas bagian atas Becca yang membusung dan memelintir ujungnya. Mereka saling mengerang penuh kenikmatan. Dan di tengah erangan itu Becca meracau..."Bagaimana Sayang? Enak bukan? Aku yakin bahkan istrimu takkan bisa bergoyang seperti aku..."Bara memejamkan mata dan terkekeh. Alkohol sudah menguasainya d
Suara ketukan halus pada pintu apartemen terdengar beberapa menit setelah Bara selesai menyiapkan teh hangat. Dokter keluarga yang ia panggil datang dengan koper kecil di tangan dan wajah serius. Bara langsung mempersilakan masuk, menunjukkan kamar Rania yang kini tengah berbaring pucat di tempat tidur.Dokter segera memeriksa tekanan darah Rania, denyut nadinya, dan mengajukan beberapa pertanyaan ringan. Bara berdiri di sisi tempat tidur, diam dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana, tapi tatapannya penuh khawatir. Jas yang tadi ia pakai ia lepas dan lempar sembarangan si sofa. Penampilan Bara yang tadinya rapi sudah berantakan, karena terlalu panik tadi.“Dia terlalu lelah,” ujar dokter akhirnya. “Stres mental dan kelelahan fisik. Kalau tidak segera beristirahat, tubuhnya bisa kolaps.”Bara mengepalkan tangan di sisi tubuhnya. “Apa dia perlu dirawat di rumah sakit?”“Belum. Untuk sekarang, cukup beristirahat total, makan teratur, dan tenang. Tapi kalau dalam dua hari ke depan
Langit malam tampak kelabu, seakan mencerminkan suasana hati Rania yang sedang mendung. Mobil hitam yang membawa mereka melaju tenang di jalanan kota, namun aura tegang di dalamnya tidak bisa disembunyikan. Rania hanya menatap keluar jendela, menolak menoleh ke arah Bara meski pria itu beberapa kali meliriknya dengan wajah penuh rasa bersalah."Rania..." Bara akhirnya angkat bicara."Aku capek. Kita pulang saja," potong Rania dengan suara datar, tak memberi ruang untuk perdebatan."Tapi kita belum makan malam..." protes Bara."Nafsu makanku sudah hilang sejak tadi di restoran."Kalimat Rania itu menampar Bara dengan keras. Ia menelan ludah. Sadar jika Rania sedang marah padanya. Tentu saja, wanita mana yang takkan marah menunggu suaminya di mobil sementara suaminya sedang bercumbu dengan wanita lain.Tapi lagi-lagi logika dan hatinya tak bisa kompromi. Walaupun ia tahu yang ia lakukan ini salah karena sekarang ia sudah menikah, tapi hatinya masih mengakui bahwa ia masih mencintai Rebb
Malam mulai turun saat mobil hitam itu melaju mulus menuju sebuah restoran mewah di pusat kota. Dari jendela samping, lampu-lampu kota berkelebat seperti bintang yang berjatuhan, memantul di kaca mobil. Rania duduk tenang di samping Bara, mengenakan gaun biru navy yang sederhana namun elegan, dengan potongan leher berbentuk V yang tidak terlalu terbuka. Rambutnya digerai lembut, dan bibirnya dihias warna peach yang manis. Mereka memang sengaja makan malam diluar kali ini, karena Bara ingin menebus kesalahannya kemarin. Rania setuju, walaupun sepanjang perjalanan ia lebih banyak diam dan menatap kosong ke luar jendela. Bara melirik sekilas ke arah Rania. Dan untuk kesekian kalinya malam itu, ia menyesap napas dalam diam. Gadis itu... terlalu cantik malam ini. "Terima kasih sudah mau makan malam denganku," ucap Bara pelan. Rania hanya tersenyum kecil. "Kamu yang mengundang, Mas. Aku pikir tak ada salahnya memberikan kesempatan untuk memperbaiki sesuatu." Bara mengangguk. Ada ke